Sasuke merasa sahabatnya itu benar-benar ingin membuat jarak di antara mereka berdua. Baiklah, Ia tidak masalah, jika itu yang Sakura inginkan. Tapi Sasuke akui ia malah membenci jarak tersebut. Apa salahnya ia ingin ikut bersama Sakura? Mereka adalah sahabat bukan?
Entah apa yang terjadi pada Sakura kini, ia merasa ada hubungannya dengan ucapan Ino beberapa waktu yang lalu. Jika hal ini terjadi secara terus menerus dan memburuk tiap harinya, ia yakin, Sakura dan dirinya tidak akan lebih dari sekedar tetangga yang memiliki memori sering main bersama yang akhirnya menjadi dua orang asing yang canggung ingin saling menyapa.
Untuk menghindari hal tersebut, Sasuke sudah mengantisipasinya. Ia menunggu Sakura di depan rumah sahabatnya tersebut. Kali ini Sasuke pastikan bahwa mereka akan pergi ke sekolah bersama. Tidak setelah kejadian semalam yang membuat dirinya gelisah dan mengecek setiap 5 menit sekali kearah rumah Sakura. Hanya untuk memastikan Sakura sudah pulang dengan selamat.
Jadi ketika Sakura membuka pintu rumahnya, Sasuke tidak terkejut melihat ekspresi kebingungan Sakura yang mendapati dirinya sedang menunggu perempuan itu sembari menyender di pagar depan rumah.
"Sasuke. Hai. Pagi sekali."
Alis Sakura menyerit ketika ia mendekati Sasuke. Sapaan yang dilontarkannya juga terasa ragu. Dan meskipun Sasuke melakukan hal ini untuk menghilangkan kecanggungan mereka, tetap saja rasa canggung itu menyelimuti mereka berdua. Sasuke malah mempertanyakan akal sehatnya menyadari ucapan Sakura. Entah karena dirinya yang selama ini tidak pernah menunggu Sakura ataukah menyadari ucapan Sakura yang seperti tidak menginginkan dirinya hadir.
"Aku terbangun lebih awal."
Sasuke terlihat tenang menjawab pertanyaan tersebut seakan tidak memperdulikan kejadian kemarin. Seakan mereka memang baik-baik saja, speeri biasanya.
"Kalau begitu, Ayo kita jalan."Sakura tersenyum. Karena sebisanya ia ingin mengubah cerita mereka yang mirip seperti novel tua dan terlalu sering dibaca, sehingga jalur ceritanya terlalu mudah untuk tertebak. Tetapi Tuhan selalu memiliki 1001 cara untuk membawanya kembali pada cerita yang membosankan itu. Takdir yang jahat.
Ia tidak mengerti kenapa dirinya tidak bisa membuat jarak itu, semua terasa salah dan terlalu mudah ia kembali ketika jarak itu sudah jauh dibelakang.
...
"Justice League, bagus?"Sasuke bertanya, memecah keheningan yang tercipta diantara mereka berdua. Ini cukup aneh bagi Sakura, karena biasa dirinyalah yang lebih banyak berceloteh sepanjang jalan, dan cukup susah menahan dirinya untuk tidak melakukan kebiasannya tersebut.
Sakura terdiam sebentar. Berpikir dengan jawaban yang akan di ucapkannya. Jika saja Sakura lupa akan kejadian kemarin, ia akan menceritakan Sasuke seluruh film sepanjang perjalanan. Tapi... Kali ini Tuhan jangan membuat semuanya terasa mudah untuk pria itu.
"Ya. Bagus."Sakura akhirnya hanya mengatakan hal tersebut.
"Rate 1-10?"pertanyaan Sasuke lagi sukses membuat Sakura diam sejenak.
"Hmmm... sepertinya 8."
"Apa kau akhirnya bertemu kekasih pujaanmu?"
Kali ini Sakura berhenti berjalan dan menatap Sasuke kebingungan.
"Joker, Ada Batman kan? Harusnya dia ada di sana."
Sakura terkekeh, ini terlalu mudah. Kenapa Tuhan tidak mendengar doanya?
"Dia tidak ada, sayang sekali."
"Sayang sekali."
"Tumben bertanya."Akhirnya Sakura mengutarakan pikirannya.
"Aku hanya ingin tahu."
"Oh, oke.""..."
"..."Sakura merasa bersalah. Mungkin ia terlalu berlebihan. Ia tidak harus mendiamkan Sasuke untuk menghilangkan perasaannya kan? Perasaan itu muncul dari dirinya. Sasuke tidak melakukan apapun. Dia yang salah.
"..."
"..."Perasaanya benar, Ino terlalu mendoktrinnya untuk membuat Sasuke manjadi orang asing baginya. Kesalahan besar bagi Sakura. Ino terlalu berlebihan.
"Tapi kalau bagus mungkin aku akan menontonnya dengan Shion." Sasuke kembali memecah keheningan diantara mereka.
"..."
Sepertinya...
"Atau dengan Naruto, Sai dan Shikamaru."
"..."
Sakura benar-benar tidak ingin bicara saat ini ataupun membalas perkataan Sasuke.
"Apa kamu sakit? Biasanya kamu banyak bicara, Sakura."
"Ah, aku sariawan." Ia berbohong.
"Hn." Sasuke mengangguk pelan. Sariawan memang bisa menghancurkan mood. Apalagi Sasuke, dia penghancur hatinya sejati.
"Emmmmm... Sasuke, sepertinya aku disini dulu." Sakura tidak bisa lagi menahannya. Perlahan ia menyentuh dadanya. Jantungnya berdenyut perih, Tuhan sudah mengabulkan doanya.
Mereka bahkan belum sampai di sekolah.
"Kenapa?" Sasuke mulai curiga dengan tingkah Sakura. Jelas sariawan tidak akan menyebabkan seseorang ingin menunggu di halte depan sekolah. Tidak, dia sudah cukup dengan sakit ini.
Sakura menggeleng pelan, kemudian tersenyum canggung.
"Aku menunggu Ino. Kau duluan saja, Sasuke."
...
Sasuke hanya menyeritkan keningnya, Sakura kini berbeda. Ini bukan Sakura-nya. Sakura yang akan menggandeng tangannya manja selama menuju ke kelas. Sakura yang selalu Hiperaktif kepadanya. Sakura yang selalu ada disampingnya. Tetapi Sejak kapan Sakura miliknya?
Sakura sudah berjanji untuk selalu berada di sisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLING
FanfictionFALLING [1] Sakura mencintai Sasuke sejak pertama kali mata emeraldnya menangkap sosok itu dan akan selalu tetap seperti itu. Ino pernah berkata bahwa Cinta itu kuatmu dalam mempertahankan perasaan itu, namun lepaskanlah jika kuatmu tidak dihargai...