LIMA PULUH ENAM

3.6K 452 11
                                    

Seminggu Kemudian.

"Aku tidak yakin dengan gaun yang ini, bagaimana menurutmu Sakura?"Ino memutarkan tubuhnya membiarkan Sakura menilai penampilannya.

Sakura menggeleng pelan, "Aku juga tidak yakin. Warnanya sangat cocok denganmu. Tapi modelnya, aku..."Sakura mencoba mencari kata yang sempurna.

Ino mengangguk, "Aku juga menduganya seperti itu. Ini terlalu mengembang, aku terlihat lebih gendut."Ucap Ino dengan sedikit kesal. Ini gaun ke tujuh yang dicobanya dan belum ada yang cocok untuknya.

Sakura memeluk Ino, "Aku yakin kita akan menemukan gaunmu Ino."

Ino melepas pelukan Sakura. "Kau benar. Aku sesak karena gaun ini. Aku tidak ingin pingsan ketika nanti berdansa dengan Kiba."Ino berbalik kembali masuk ke dalam kamar ganti, bersiap untuk mencoba gaun selanjutnya.

Sakura tertawa kecil melihat Ino. Ia juga ikut berbalik. Ia bahkan lebih parah dari Ino, belum ada sama sekali gaun yang menarik perhatiannya. Beberapa ada gaun yang ditariknya, namun sepersekian detik kemudian ia menemukan alasan kenapa gaun itu tidak cocok untuknya. Mulai dari warna, model, ukuran, kain, Ia bahkan lelah sendiri.

Sampai matanya memandang sebuah gaun hitam yang tampak mempesona. Gaun hitam panjang dengan kain lace seperempat lengan tampak simple namun menawan dan berkelas disaat yang bersamaan. Gaun itu tidak memiliki model yang berlebihan, hanya potongan press body dan trumpet di tangannya. Gaun itu sangat indah, misterius dan tak tersentuh.

Namun Gaun itu kini berada ditangan seseorang.

"Hai..."

"..."

"Kau mau mencoba gaun ini?"Tawar Shion memberikan gaun itu pada Sakura. Sakura hanya melihatnya kemudian menggeleng sembari tersenyum.

"Aku rasa kau yang lebih cocok mengenakan gaun itu."

Shion memperhatikan gaun itu lagi, lalu tersenyum miring.

"Aku tidak yakin, tapi apakah kau berpikir seperti itu?"Tanya Shion, memperhatikan gaun itu lagi. Gaun itu sangat indah bagi Sakura, tapi hanya karena gaun itu mengingatkannya akan Sasuke. misterius dan tak tersentuh.

Sakura berdehem pelan, "Yah, tentu, kau sangat cocok. Kau akan pergi bersama Sasuke bukan?"

Shion menatap Sakura lebih lama, kemudian mengangguk sembari menyerit, "Oh yah, tentu saja. Dengan siapa lagi."Shion mengangguk dengan cepat kemudian melemparkan senyumnya dengan tawaan canggung.

Sakura tertawa canggung, Tentu saja, bodoh. Kenapa ia masih bertanya?

"Sakura, boleh aku minta bantuan mu?"Shion melirik ke luar toko, kemudian mengangguk penuh harap. Sakura mengangguk.

"Kurasa, teman-temanku masih sibuk belanja di toko seberang. Aku kemari karena melihat gaun ini. Jadi, mau membantuku... katakan saja apa ini cocok apa tidak untukku, aku belum yakin ini pas ditubuhku. Aku takut kalau longgar atau sempit."

Sakura tersenyum, "Tentu, aku akan menunggu."

Shion tersenyum dengan senang lalu masuk kedalam salah satu kamar ganti. Ino keluar dari salah satu kamar ganti lainnya. Perempuan blonde bermanik aquamarine itu sangat mempesona dengan gaun pink salem yang dikenakannya.

Sakura memperhatikan Ino dengan terpukau, ini adalah gaun yang sempurna untuk sahabatnya itu.

"Aku berdiri di dalam sana memandangi diriku selama 3 menit untuk meyakinkan tidak akan pulang tanpa membeli gaun ini berapapun harganya. Bagaimana menurutmu?"

Sakura tersenyum tidak memiliki pendapat apapun, "Sempurna. Kiba akan sama terpukau denganku."

Ino tersenyum malu, semburat merah tanpa sadar muncul diwajahnya.

"Tunggu sebentar, aku akan melepasnya dan langsung membayarnya sebelum aku sekarat karenanya."Ino dengan cepat kembali masuk ke dalam ruang ganti.

Shion keluar dari sebelahnya. Tersenyum dengan canggung pada Sakura. Sakura menyeritkan keningnya, perempuan itu belum mengenakan gaun itu.

Shion berdehem pelan, "Aku akan langsung membayarnya saja, terima kasih Haruno."Shion bergegas cepat menuju kasir. Sakura memperhatikannya. Ada yang salah dengan Shion?

Ino keluar tak lama kemudian dengan gaun itu di pelukannya, "Aku memikirkan kalau kita harus mengenakan gaun yang berwarna kembar. Tunggu disini, aku tadi melihat gaun yang sempurna untukmu."

...

Sakura tersenyum menatap Sakura diseberangnya memakan kue dan meminum coklat. Seminggu lalu sahabatnya itu sama sekali menolak berhubungan dengan siapapun, dengannya sekalipun. Lalu keesokan harinya Sakura kembali tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa dengan kehidupannya. Sasuke makin khawatir, karena Sakura bertingkah bahwa tidak ada kejadian apapun yang baru saja menghancurkan hidupnya.

"Apa?"Tanya Sakura bingung.

Sasuke menggeleng pelan, "Bagaimana acara belanja dengan Ino?"Sasuke membalas Sakura dengan pertanyaan. Sakura menyerit, "Kau peduli dengan acara belanjanya?"Balas Sakura sekali lagi, kali ini dengan nada menyindir.

Sasuke menghela napas, "Tidak tentu saja."

Sakura tertawa kecil, "Aku bertemu dengan Shion. Dia juga sedang membeli gaun."

Sasuke hanya mengangguk dan bergumam pelan. "Yah, Dia pergi bersama teman-temannya."

"Kalian akan pergi berdua kan?"Tanya Sakura.

Sasuke menyeritkan keningnya, "Kau ingin aku pergi dengannya?"pertanyaan Sasuke jelas mengundang tanya besar bagi Sakura.

"Kau tidak ingin pergi dengannya, kalian masih bersama bukan?"Sakura yakin Shion mengatakannya dengan jelas tadi.

Sasuke sepertinya tidak nyaman dengan topik mereka itu, Sasuke memilih diam dan hanya membalas pertanyaan Sakura dengan senyuman yang dipaksakan.

"Bagaimana Harvard?"

Ekspresi Saske berubah menjadi senang, "Aku lolos."Jawaban Sasuke cukup membuat Sakura mencubit dirinya sendiri, menahan denyutan itu kembali menyebar keseluruh tubuhnya. Cubitan ditangannya mengurangi dominasi nyeri itu.

"Selamat Sasuke. Aku sangat senang."

Sakura berdiri memutari meja dan memeluk Sasuke dengan erat. Ia pernah merasakan sakit dan kecewa lebih dari ini, jadi ia berharap air matanya tidak jatuh di depan Sasuke.

Sasuke melepaskan pelukannya, "Hari itu Sakura, Ayah mengatakan ada hal gembira yang ingin kau sampaikan. Apa itu?"Tanya Sasuke.

Sakura tidak akan pernah mengatakan bahwa Ia juga lulus di Harvard pada Sasuke. Tidak akan pernah. Keputusannya sudah bulat, pilihannya membuat takdir mengarahkan untuk memang tidak bersama dengan Sasuke. Ia tidak akan meninggalkan ibunya terlalu jauh darinya. Sakura tidak sanggup kehilangan seorang lagi. Kalau Sasuke, mungkin dia akan mencoba.

Sakura tersenyum, namun kembali mecubit lengannya, menahan agar air mata tidak menetes membasahi pipinya. Ayolah ia sudah bisa mengendalikan kesedihannya, seminggu ini bisa dilewatinya dengan mudah. "Aku hanya ingin bilang, Aku mendapat tawaran kuliah kedokteran di Tokyo."

Sasuke memeluk Sakura dengan erat, "Itu sangat bagus Sakura. Aku bangga denganmu!"Suara pria itu histeris dan menarik perhatian hampir seluruh pengunjung di cafe itu.

Sakura tertawa, namun tangisannya tidak dapat ia cegah kali ini. Seharusnya ini yang ia dapatkan sepuluh hari yang lalu bukan?

Reaksi Sasuke.

"Sakura..."Sasuke memanggilnya dengan khawatir, namun Sakura makin mengeratkan pelukannya.

"Aku akan sangat merindukanmu, Sasuke."

FALLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang