EMPAT PULUH LIMA

3.4K 501 39
                                    

Malam harinya Sasuke kembali pergi ke rumah Sakura dengan berdalih ingin belajar bersama. Ujian memang tinggal menghitung waktu. Begitu Sasuke pergi ke kamar Sakura, seperti yang biasa ia lakukan. Ia tidak langsung masuk tanpa mengetuk, kali ini Sasuke hanya membuka pintu pelan dan mengintip. Ia melihat Sakura, tidur tengkurap diatas kasur sembari tertawa di depan laptop. Sakura sedang melakukan panggilan video dengan perempuan blonde, Ino. Siapa lagi?

"Aku senang sekali Ino. Gaara ternyata orang yang baik."

Sasuke mengurungkan niatnya untuk masuk. Memilih untuk menjadi penguntit untuk mendengarkan apa yang dibicarakan Sakura dan Ino dari balik pintu.

Sedang Sakura berusaha untuk menghalau perasaannya di depan Ino. Karena Gaara sangat cerewet. Dia selalu mendikte apa yang akan mereka lakukan. Sakura tidak suka. Bersama Sasuke selalu diam, pria itu tidak banyak bersuara, membiarkan Sakura yang mengaturnya. Tetapi jika ia terus membandingkan Gaara dan Sasuke, usahanya pasti tidak akan berhasil.

Sakura tersenyum menatap Ino di layar laptopnya. Sekian detik kemudian senyumnya pudar. Sasuke jelas terlalu mempengaruhi otaknya.

"Sudah kubilang. Tidak usah kau menaruh harapan untuk lelaki seperti Sasuke."

Sasuke semakin yakin kalau itu adalah Ino, dan apapun yang Sakura lakukan sekarang, Ino memiliki peran yang penting.

"Hmmm..."

Sakura hanya bisa bergumam. Menjauhi Sasuke seperti ini perlahan menyiksanya. Pria itulah yang terlalu sering menemani hari-harinya. Sekarang ia sendiri yang berusaha menghilangkan hari-hari itu bersama Sasuke.

"Dunia ini terlalu sempit kalau kau hanya terjebak padanya. Lagipula, itu hanya cinta monyet. Sasuke hanyalah bayangan imajinasi pangeran ketika kau masih kecil."

Sakura menarik napas. Apa salahnya sih Sasuke juga mengatakan suka sama Sakura. Masalahnya pasti tidak akan serumit ini.

Sasuke menyeritkan keningnya. Dengan pelan ia kembali menutup pintu kamar Sakura.
Mengabaikan semua keraguan hatinya,
Sasuke mengetuk pintu kamar Sakura tiga kali.

Sakura teringat janjinya dengan Sasuke belajar bersama.

"Sudah Ino, Sasuke kemari. Besok ku ceritakan di sekolah. Bye."

Sasuke mendengar samar suara Sakura dan laptop di tutup.

Sakura membuka pintu.

"Hai Sasuke. Ada apa?"

Bahkan Sakura tidak membuka kamarnya untuk Sasuke masuk, tidak seperti biasa. Kali ini hanya cela kecil perempuan itu mengeluarkan kepalanya.

"Waktunya belajar bersama."

Sakura mengangguk pelan. Berharap pria itu tidak muncul sekarang. Hormonnya sekarang sedang kacau, Perasaan gundah dan logika yang tidak lurus.

"Boleh masuk?"Tanya Sasuke bingung.

"Ayo masuk."

Sasuke merasa canggung, jujur saja.

...

Sakura menarik buku biologi ke pangkuannya.

"Eh, kita tidak belajar akuntansi?"Tanya Sasuke, ia bingung melihat buku-buku yang dibawa Sakura untuk mereka pelajari. Belajar seperti ini sudah menjadi ritual mereka. Hampir tiap Minggu, apalagi jika mendekati ujian. Kerap kali mereka lakukan bersama.

"Hmm..."Sakura bergumam tak jelas, Sasuke memilih hari yang salah untuk cerewet.

"Kamu fokus belajar Sains?"Tanya Sasuke sekali lagi, merasa tidak puas dengan jawaban Sakura berikan padanya. Gumaman perempuan tidak memberikan jawaban bagi Sasuke.

Sasuke menarik pelan buku di pangkuan Sakura, berhasil menarik perhatiannya. Sakura menatap Sasuke kesal, yang dibalas Sasuke dengan bingung, "Minggu depan ada ujian untuk beasiswa itu, Sakura. Kita sudah mendaftar."Sasuke mengingatkan.

Sakura menghela napas pelan, seolah-olah malas menjelaskannya kepada Sasuke, "Sasuke sepertinya, aku tidak ikut mengambil beasiswa itu."katanya, membuat Sasuke kebingungan. Bungsu Uchiha sama sekali tidak mengerti.

"Sakura? Ada apa? Kau masih menginginkan Harvard kan?"

"Well, itu keinginan kamu. Aku memutuskan untuk sekolah di sini saja. Sekolah kedokteran."
Sakura takut dalam suaranya akan terdengar keraguan oleh Sakura. Namun dari ekspresi yang ditampilkan sahabatnya itu, ia berhasil.

"Sakura kenapa tiba-tiba? Apa karena Gaara juga ingin jadi dokter?"Suara Sasuke tiba-tiba meninggi.

Sakura menatap Sasuke kesal. Ada apa dengan sahabatnya? Pria itu harusnya senang, seharusnya mendukungnya. Ini cita-cita Sakura sendiri. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Gaara.

"Kenapa jadi membawa Gaara?"Sakura berdiri.

"Kau berubah Sakura. Aku tidak suka."Sasuke mengambil buku akuntasi miliknya. Melirik Sakura sekilas sebelum fokus pada bukunya.

Sakura menatap Sasuke datar. Oh jadi pria itu sekarang marah karena dirinya berubah? Bukankah Sasuke yang menginginkan ini dari dulu?

"Aku tidak berubah. Aku juga punya cita-cita. Aku mau jadi dokter."Jelas Sakura.

Sasuke sama sekali tidak melirik Sakura saat menyahutnya, "Sakura dulu kau bilang mau mengikuti..."

Sakura tidak suka dengan tuduhan-tuduhan yang dilayangkan Sasuke padanya. Apa salah ia punya cita-cita?

"Dulu, itu dulu. Aku sudah berpikir kalau aku mengikutin kamu terus, Aku bakal jadi Sakura yang begini saja. Sakura yang selalu tergila-gila sama denganmu. Kau mau aku berhenti kan dengan imajinasi gila ini? Aku lagi proses. Aku tidak mau jadi benalu."

"Kau bukan benalu. Kau adalah..."

"Apa Sas? Anak? Teman kecil? Sahabat? Apalagi kali ini..."

"... Aku egois. Aku tidak mau jadi sekedar itu. Tapi itu dulu Sas, sebelum aku menyadari betapa obsessed-nya aku. Aku sadar sekarang, kamu tidak bakal mengubah itu. Then, let me find someone new."

"I don't..."

"Orang yang bukan jadiin aku anak, teman kecil atau sahabat. Please, jangan ganggu keinginanku untuk jadi dokter. Kau bukan satu-satunya masa depanku lagi."

"Aku sama sekali tidak mengerti maksudmu Saku..."

"... Then kalau kau mau jadi dokter, berjuanglah. Aku mendukungmu."

Sakura menatap Sasuke dengan bingung. Kenapa, kenapa pria itu tidak marah atau setidaknya mengeluarkan kata-kata yang akan menyakiti perasaannya?

FALLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang