"Aku trauma dengan kata 'terbiasa', karna kata itu bisa membuat aku nyaman dan bisa membuatmu bosan karna selalu terbiasa denganku"
💂💂💂
Vivi meremas jemari tangannya yang mendadak dingin. Wajahnya sedikit panik sambil terus celangak celinguk mencari seseorang yang katanya hendak menemuinya. Renzi yang duduk di depannya tampak geli melihat wajah panik kekasihnya saat ini.
Memang kebetulan mereka saat ini sedang berada di salah satu kafe di jakarta. Renzi mendapat pesan dari kakaknya jika malam inilah mereka akan berdinner. Namun sampai saat ini sang kakak belum juga datang.
Renzi beruntung bisa membawa Vivi keluar rumah tanpa harus memohon pada kakak Vivi. Biasanya Dito akan selalu mengintrogasinya jika dia ingin mengajak Vivi kelaur rumah. Namun malam ini benar-benar aneh, Dito mengijinkan tanpa banyak tanya terlebih dahulu.
"Vi"
"Hm?" Vivi mengankat wajahnya menatap Renzi. "Kenapa?"
"Aku merasa aneh deh sama kak Dito, kok tumben yah dia gak wawancara aku dulu waktu minta izin keluar?" tanya Renzi mengeluarkan uneg-unegnya. Vivi tersenyum geli. Dia juga heran sebenarnya, namun Dito juga memiliki alasan untuk itu.
"Oh itu karna dia juga memang mau pergi dinner sama pacarnya" jawab Vivi. Renzi manggut-manggut mengerti. "Kenapa emang, bukanya harusnya kamu seneng yah kak Dito gak wawancara kamu dulu?" Vivi mengangkat alisnya sebelah. Renzi mengusap dagunya sendiri lalu tersenyum sambil mengangguk-ngangguk.
"Iya si, tapi heran aja gitu. Pasti sangat hebat bukan wanita yang jadi pacar kak Dito" ujar Renzi. Vivi mengernyit mendengar penuturan Renzi.
"Kenapa bisa?"
"Ya karna dia bisa ngalahin sikap protektif kakak kamu lah" jawab Renzi dengan tawa kecil. Vivi ikut tertawa kecil melihat tawa Renzi.
"Renzi aneh" Renzi semakin tertawa.
"Biar aneh juga tetap ganteng kan?" tanya Renzi menaik turunkan alis tebalnya menggoda Vivi.
"Ih apaansi enggak tuh" tolak Vivi dengan nada bercandanya. Renzi jadi gemas sendiri melihat tingkah lucu sang pacar. Dia mengulurkan tangannya sembari mengusap pipi gadis itu. Vivi sedikit terkejut namun pada akhirnya dia tersenyum juga.
Vivi sadar jika sedang betsama Renzi hatinya akan mengahangat. Perlakuan laki-laki itu selalu bisa membuat Vivi tenang dan nyaman. Tidak aneh kan jika Vivi jatuh cinta pada Renzi. Jika pun takdir memang tak menyatukannya apa boleh jika Vivi sedikit menentangnya (?).
"Vi kok lama yah?" tanya Renzi membuyarkan lamunan Vivi. Vivi ikut memandang sekitar kafe yang lumayan sudah sepi. Jelas sepi karna sekarang jam sudah menujukan pukul 20:30 wib. Berarti mereka disana sudah hampir setengah jam lamanya.
"Kamu emang yakin janjiannya di tempat ini, udah mulai sepi juga nih tempat" ucap Vivi melihat Renzi sekilas. Renzi kembali melihat arlojinya dan mimik wajahnya langsung berubah masam.
"Emang bener di sini kok tempatnya, tapi kok lama banvet yah"
"Gimana donk Ren?" tanya Vivi. Renzi menggeleng tidak tahu harus apa. Tiba-tiba ponsel Renzi bergetar, menandakan ada sebuah panghgilan masuk. Dengan cepat Renzi menekan ikon hijau saat tahu nama kakaknya yang terpampang di layar ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boys VS pembasmi playboy [Compeleted]
Teen Fiction[COMPELETED] *belum di revisi* cover by Revandera Gunawan Prasetyo. writer by Tanty. ________ ini hanya sebuah kisah dimana ketika orang yang kamu benci setengah mati, akhirnya menjadi orang yang kamu cintai setengah mati. berawal dari kejadian-ke...