17. Uwu

6K 897 224
                                        


***

Gue terbangun di bantu oleh Kak Hilda. Gue meringis ketika melihat kamera Guanlin rusak karena tertimpa tubuh gue, Guanlin sendiri berdiri dan menepuk-nepuk celananya yang kotor.

Pertandingan dihentikan sebentar, Daniel menghampiri gue dengan wajah panik.

"Lo nggak apa apa? Ada yang luka nggak?"

"Enggak, tapi--" Ucapan gue belum selesai ketika Daniel mendorong bahu Zacky dengan kesal.

"Lo bisa nggak sih main sportif?! Nggak usah kasar kasar, kalo dia kehantam bola tadi gimana?! Gue hajar lo!"

Gue melirik Zacky yang terdiam menatap gue. Wajahnya tanpa ekpresi kemudian menyahut dingin ucapan Daniel.

"Gue nggak sengaja bangsat"


Suasana memanas, bukan hanya Daniel yang terpancing namun anak basket yang lain kesal. Nyaris berantem kalau tidak dihentikan oleh supporter.

Gue hilang fokus, suasana semakin ramai, tubuh gue tedorong kesana kemari. Hingga seseorang menarik tangan gue menjauh dari tempat kejadian, dan membawa gue ke halaman belakang sekolah yang tidak terlalu ramai.



"Temen temen lo barbar banget sih"



Guanlin mendudukkan dirinya di bangku, kemudian mengotak atik kameranya yang nampaknya patah dibagian tertentu dan nggak bisa dinyalakan.

Gue ikutan nimbrung, memerhatikan tangannya yang bergerak kesana kemari. Gue merasa bersalah, ditambah gue nggak seberani itu meminta nyokap untuk menggantikan kamera yang rusak karena gue.

"Lin, rusak ya?" Ucap gue pelan.

Kamera yang Guanlin pegang sekitar 12 juta. Walaupun nyokap gue kerja, gue nggak yakin kami akan semudah itu mengeluarkan uang cash sebesar itu. Gue bukan yang dulu lagi. Dan gue nggak mau membuat nyokap khawatir dan pusing tujuh keliling.

Guanlin hanya terdiam kemudian menaruh kamera nya di sisi kanan dimana ia duduk.

Gue rasanya pengen nangis aja. Tangan gue bergerak memegang kamera tersebut, mencoba menyalakannya. Walaupun gue sadar, benda kayak gitu sensitif banget sama guncangan, dan gue yakin nggak akan bisa nyala.

"Maaf Lin"


Gue mengusap wajah gue frustasi. "Gue ganti ya, tapi nanti, gue nyicil bisa nggak?"

Guanlin menghela nafas dan menatap gue. "Lo masih mikirin kamera disaat kepala lo hampir terhantam bola sekenceng itu?"


"Hah?"


Dia berdecak kesal. "Susah sih ngomong sama orang bolot kayak lo, lo nggak usah mikirin kamera, gue bisa beli lagi"

Gue diam. Kemudian menarik tangan gue dari kamera tersebut. "Tapi kan ini harganya belasan juta Lin"

"Gue masih punya satu lagi dirumah" Ujarnya.

Dia menarik tangan gue dan menunjukkan sikut gue yang lecet lecet karena insiden lapangan tadi.

"Makanya gue suka nyuruh anak-anak kalau almamater sekolah itu dipake bukan buat pajangan, biar kalo jatoh almamaternya bisa ngelindungin tangan, ngeyel banget sih"

Dua Kutub Magnet Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang