5. Who Are We?

7.8K 960 103
                                    



Gue itu males banget berurusan sama yang namanya Aluna. Apalagi dia itu sensian banget kalau menyangkut masalah Guanlin ataupun tentang gue. Dan masalahnya, dia baru aja nanya semenit yang lalu kalau gue suka sama Guanlin.

Selain ngeselin dia itu ternyata sotoy! Walaupun dugaannya 100% bener sih. Ya tapi coba pikir, males banget gue jujur ke dia kalau gue suka sama Guanlin. Bisa bisa dia akan mengibarkan bendera perang untuk yang ke-999 kalinya pada gue.

Dan sayangnya, setelah insiden Aluna putus sama Guanlin, potensi dia sebagai ketua OSIS semakin bagus, guru guru sekolah semakin menjadikan dia sebagai tolak ukur seorang murid. Dan gue nggak mau ya tiba tiba nyasar ke sarang Dementor karena udah berbuat hal yang tidak baik sama murid kesayangan SMA Pancasila. Misal tiba tiba nampol karena udah emosi banget.

Sekedar informasi, sarang Dementor yang gue maksud itu adalah ruang BP nya Bu Mawar.

"Alasan Lo ember sama Bu Mawar soal hubungan gue sama Guanlin itu, karena Lo suka sama Guanlin! Lo ngaku aja deh!" Hardiknya. Dia menaikkan nada suaranya, mendiri g sedikit pundak gue menggunakan jari-jari nya.

"Wah! Lo punya nyali sebesar apa sampai bisa ngelabrak seorang Kinan Myrea penyelamat angkatan 23?"

Dia tertawa dengan remeh, menatap gue seakan akan gue ini adalah upil yang baru aja dipeperin ke dinding sama sang pemilik. Jijik.

"Orang orang boleh mengatakan Lo dan babu babu Lo itu sebagai penyelamat angkatan 23, tapi bagi gue Lo nggak lebih dari parasit sekolah yang merugikan"

Seakan tersanjung, gue mengangguk ngangguk pelan. Gue berpikir keras bagaimana bisa sifat Guanlin sama Aluna itu sama persis. Mulutnya benar benar seperti sampah yang nggak bisa didaur ulang.

"Loh! Loh! Seandainya iya gue suka sama Guanlin? Terus kenapa? Urusan sama Lo? Toh ini perasaan gue, hati gue, kok Lo repot? Santai aja kali kalau Guanlin doi Lo itu beneran cinta sama Lo, harusnya Lo nggak usah khawatir baby"

"Najis" Aluna mendesis.

Gue menarik nafas pelan. "Kenapa? Lo takut eksistensi Lo itu terhapus?"

Dia tertawa lagi, tangannya bersedekap di dada, gerak geriknya menandakan bahwa dia adalah sosok yang kuat, tidak terpengaruhi, serta percaya diri.

Kalau kalian memperhatikannya dengan baik, sejujurnya gue dan Aluna itu memiliki beberapa kesamaan. Beberapa diantaranya yang paling mencolok adalah perangai kami yang sama.

"Ternyata Lo bisa jadi sampah juga"

Gue menaikkan kedua pundak gue keatas. Lantas sedikit maju kedepan. "Oh jelas, Lo bukan satu satunya sampah disini, masih banyak sampah di luar sana termasuk gue dan teman teman gue yang Lo bilang tadi, bedanya Lo adalah sampah yang benar benar sampah, tidak bisa didaur ulang"





"Masih sakit hati karena masa lalu, eh?"

Sejujurnya gue bukanlah orang yang mudah tersulut emosi. Tapi untuk berhadapan dengan Aluna, emosi gue dengan mudah menguar kepermukaan.

Dengan tenaga yang ada, gue melayangkan sebuah tonjokkan di pipi sebelah kirinya.



_____

"Makanya jadi cewek jangan ganas ganas amat kenapa sih! Buset untuk enggak semaput tuh si Aluna abis Lo tonjok gitu"

Gue menghela nafas panjang, menatap banyak dedaunan yang berserakan di lapangan outdoor. Bobby dengan segala bacotnya, gue melemparkan gagang sapu lidi kearah Bobby dengan kesal. Mengundang tawa teman teman gue yang lain.

Dua Kutub Magnet Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang