51. Terbangun

4.5K 930 264
                                        

_______

Ketika gue terbangun, penglihatan gue sempat berbayang bersamaan dengan rasa sakit yang menjalar di kepala terutama bagian samping kanan. Gue mendapati ruangan serba putih dengan tiang infusan di samping kanan. Bau khas rumah sakit menyeruak menusuk indra penciuman.


Wajah yang pertama kali gue lihat adalah Ibu dan Ayah Dastan dengan wajah khawatirnya ketika gue membuka mata. Di sisi kiri ada Daniel, Bobby, June dan Seungwoo yang mengenakan seragam sekolah.


"Kimi" Suara yang memanggil terlepas begitu saja dari mulut Daniel. Ibu menggenggam tangan gue. "Kepala kamu ada yang sakit? Pusing?" Tanyanya pelan.


Gue mengangguk kecil, kemudian tangan ini meraba kepala gue yang ternyata sudah dililit perban. Sialan, gue mengumpat. Kenapa gue jadi nggak seberdaya ini?

Sadar dengan gue yang kebingungan, Bobby menutup mulutnya syok menggunakan tangannya.


"Kimi, elo nggak amnesia kan?"

Pertanyaan Bobby sontak membuat orang-orang disini ikutan panik dan syok, menunggu gue berbicara.


"Gue siapa? Ini siapa?" June dan Seungwoo berebutan bertanya. Gue menghela nafas menutup mata sejenak.

Teringat dorongan kuat yang masih terbayang di dalam kepala gue, dan benturan demi benturan di tubuh dan di kepala.

Aluna orangnya. Gue buru-buru membuka mata, menatap sinar matahari yang merambat masuk menuju jendela. Seingat gue, kemarin gelap, hujan dan petir.

"Hari ini gue lomba debat Inggris" Gue menggumam kecil, terdengar helaan nafas lega sekaligus tatapan iba bersamaan.

Gue mengigit bibir gue pelan. Menengok dua minggu kebelakang ketika otak gue yang lemot ini berusaha mengerti setiap paradigma yang terjadi di masyarakat, masalah sosial, berita demi berita bahkan sampai membaca ensiklopedia.

Dimana ekspresi Guanlin begitu senang ketika gue lolos seleksi tahap kedua. Dan memberi banyak tips dan hadiah sehari sebelumnya.

Entah dimana kertasnya. Gue sendiri gagal mengambil tempat pensil yang tertinggal di kelas.

Senyum sendu terukir. Semuanya sia-sia.


"Sekarang jam berapa?" Tanya gue. Ayah Dastan segera melirik arloji di tangannya. "Jam 9"

Sudah lewat satu jam dimana lomba dilaksanakan. Gue telat dan nggak akan pernah bisa lagi mengikuti lomba di semester depan.

"Maaf ya Mah, Pah. Kimi nggak jadi ikutan lomba. Maaf ya kalian, gue sia-siain semangat yang kalian kasih"


Ibu mengangguk. "Iya nggak apa-apa sayang"

"Nggak ada yang sia-sia Kim, buktinya di sekolah sekarang elo diakui sebagai orang pinter" Seungwoo menyahut.

Gue rasanya mau nangis aja. Kesal, marah, benci, gagal semuanya campur aduk sampai rasanya seluruh ruangan ini pengen gue obrak-abrik. Tangan gue bergerak mengusap wajah kasar ketika air mata menyeruak keluar tanpa disuruh.

Dua Kutub Magnet Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang