Suka enggak sih sama revisian ini?🥺
Follow me on twt: @hello_fuzy
***
Janisha sedang dalam perjalanannya menuju kelas pertama untuk hari ini. Berjalan dengan santai seperti ini adalah suatu hal yang langka, sebab biasanya ia harus terburu-buru bahkan sampai harus berlari karena selalu datang nyaris terlambat.
Namun, sepertinya memang kalimat mengawali hari dengan baik tidak pernah berlaku bagi seorang Janisha.
"Nah, ini gue dapat satu, sisanya gampanglah!" Ujar Nadine membuat semua orang yang sedang berdiri di depan pintu kelas ini menatapnya entah berarti apa.
"Woi, apaan?" Ia pun bertanya dengan sedikit ngegas.
"Yaudah sih ikut aja, banyak cogan kok!"
Janisha makin bingung, "Dih, enggak mau gue!"
Nadine berujar, "Sekali-kali dong jadi malaikat gue?"
Janisha hanya menghela napas sambil menggeleng tidak percaya atas tingkah sahabatnya itu. Pastinya ia tahu bahwa ia sedang dijebak. Oleh karena itu, ia pun meninggalkan Nadine beserta cowok-cowok yang ia ketahui merupakan kakak tingkatnya. Perkara akan dicap tidak sopan adalah urusan belakangan.
Kelas selesai setelah dua jam kemudian. Hal yang sejak tadi sudah ditunggu oleh seorang Janisha yang ingin menuntut penjelasan dari Nadine atas insiden tadi.
"Gue tuh cuma ngajak lo ikut kepanitiaan,"
"Cuma? Cuma lo bilang? Rapat buat ikut himpunan aja gue kabur mulu," ucap Janisha, "Gue sibuk ah!
"Emang lo sibuk apaan?" Arka dari kursi belakang mereka menceletuk.
"Ada banyak kesibukan yang bisa gue lakukan daripada ikut kepanitiaan," jawab Janisha lagi.
"Yaudah sih ikut aja, sekalian jadi ajang cari jodoh. Daripada lo jomblo mulu?" Nadine dengan segala hasutannya.
"Jaga perkataan Anda!" Protes Janisha.
Kemudian, pada akhirnya Janisha menurut saja pada Nadine. Selain sebagai bentuk solidaritas, juga karena ia terlalu malas berdebat dan memperpanjang masalah. Lebih baik memikirkan cara untuk kabur saat rapat penetapan panitia nanti.
Janisha, Nadine, Sarah, dan Marissa kini sedang dalam perjalanan keluar dari gedung departemen setelah menyelesaikan kelas terakhir hari ini. Dalam perjalanan itu, Marissa bertanya pada Nadine, "Enggak pulang sama Arka?"
"Arka lagi basket," jawab Nadine.
"Sebenernya lo gimana sih sama Arka?" Sarah ikut bertanya masih menyangkut soal Arka, namun kini berbeda konteks.
"Ya gitu-gitu aja,"
"Orang butuh kejelasan kali. Gini ya, lo tau Arka pasti mau hal yang lebih dari kalian, tapi ketika lo emang enggak siap let him find another happinessmonyong!" Kata-kata indah Janisha diakhirnya dengan tidak baik setelah Marissa meletakkan jari telunjuknya tepat di mulut gadis itu sebagai bentuk apresiasinya.
Marissa berkata pada Janisha, "Cakep banget, kayak udah berpengalaman gitu."
"Ye, pelatih emang nggak perlu ikutan main!" Janisha membela diri.
"Gini deh," Janisha kembali ke Nadine, "Lo enggak mau 'kan Arka hilang dari lo? Lo enggak akan pernah rela Arka sama cewek lain? Then, kasih dia kejelasan, jangan malah lo selalu bilang enggak mau pacaran di depan dia."
"Iya deh iya!"
"Ibu, udah punya pacar, Bu?" Marissa masih saja mencibir Janisha.
"Berhubung waktu sudah menunjukkan sore hari, jadi besok aja deh, takut kemaleman."
Begitulah Janisha yang selalu punya jawaban tiap kali ditanya soal kapan ia punya pacar.
Sejujurnya, untuk Janisha, jika ditanya apa tidak mau punya pacar? Jawabnya mau-mau saja. Tetapi jika memang tidak ada juga tidak apa. Lagipula tidak punya pacar tidak akan mengubah jatah kehidupannya di bumi bukan?
Empat orang gadis tengah berjalan menyusuri koridor setelah kelas terakhir untuk hari ini. Selanjutnya mereka hanya akan pulang ke rumah masing-masing karena mereka tidak lebih dari mahasiswi kupu-kupu. Kecuali Nadine yang harusnya ikut latihan perdana sebagai anggota baru UKM basket, tapi malah lebih memilih kabur karena dari awal ia tidak ingin ikut UKM. Satu-satunya hal yang membuatnya ikut selain karena tidak enak pada Ten, kenalannya saat aktif basket di SMA, yang secara khusus merekrutnya . Namun pada akhirnya niat Nadine memang tidak pernah bulat untuk mengikuti segala kegiatan UKM basket tersebut.
Hasil dari Nadine yang kabur dari kegiatan basket hari ini adalah ia harus kucing-kucingan untuk berkeliaran di kampus, takut bertemu senior basketnya.
"Nadine?" Seruan itu menghentikan langkah Nadine tiba-tiba seperti orang yang terciduk mencuri aset negara. Sama halnya dengan Janisha, Sarah dan Marissa yang ikutan kaget karena mereka ikut mencoba melindungi Nadine.
"Eh, Kak Jeffrey?" Sahut Nadine mencoba untuk tenang berhubung cowok yang berdiri di depannya ini adalah salah satu senior basket.
"Enggak ikut latihan anggota baru?" Jeffrey bertanya yang dijawab Nadine hanya dengan cengengesan yang sebetulnya sedang mencari alasan.
Belum dijawab oleh Nadine, Jeffrey kembali melanjutkan kalimatnya, "Jangan bilang-bilang ya kita ketemu disini? Gue juga bolos sih."
"Oh iya Kak, siap!" Sahut Nadine lega.
"Kalo gitu gue duluan ya?" Pamit cowok itu kemudian berlalu meninggalkan Nadine yang harusnya bersyukur karena ia hanya bertemu Jeffrey yang merupakan salah satu senior spesies langka karena sikapnya santai kayak di pantai.
Selepas kepergian Jeffrey, Marissa kemudian berkata, "Anak basket kok bening-bening ya?"
"Namun bukan untuk dimiliki," sahut Janisha membuat ekspektasi Marissa terjun bebas.
"Kalau Tuhan berkata iya?" Sanggah Nadine atas pernyataan Janisha lagi.
"Yaudah jadian deh lo sono," ujar Janisha memang tidak suka berdebat.
"Lagian cari pacar enggak usah cakep-cakep banget, yang ganteng mah nyakitin doang." Lanjutnya berbagai pengalaman.
"Ye, enggak semua cowok kayak si Ju" tanggapan Sarah dipatahkan sebelum ia menyelesaikan kalimatnya.
"Mulutnya enggak pernah sekolah nih!" Potong Janisha segera.
Masa lalu yang tidak baik baginya bukan suatuhal yang membuatnya trauma, melainkan pelajaran berharga yang perlu menjadi sebuah pertimbangan untuk melangkah di masa depan. Ia hanya tidak mau jatuh ke dalam lubang yang sama dan menjadikan ia menjadi Janisha yang penuh drama lagi. Jadi ia hanya akan menjalani kehidupannya dengan realistis, salah satunya tidak menaruh ekspektasi tinggi pada orang lain.
***
Update every Saturday night
KAMU SEDANG MEMBACA
In My Feeling
FanfictionJanisha Sabira, seorang mahasiswa tahun pertama jurusan ilmu komunikasi. Ketidakmampuannya menunjukkan perasaannya lewat kata, tindakan, bahkan ekspresi membuatnya terkesan dingin yang cenderung jutek. Ia bertemu dengan Jeffrey Adito, seorang kakak...