Gimana nih ceritanya? Komen dong!
Dan jangan lupa vote juga!!!Dan maaf atas keterlambatan update. Sekarang aku bakal double up, takutnya ntar malem ga sempet lagi😩
Btw, buat yang bingung "kok Janisha udah ngomong aku-kamu ke Jeffrey?"
Alasannya ya karna Jeffrey kating dia. Perhatiin dari awal aja Janisha sebut dirinya 'saya' gitu kan. Lebih ke sopan-santun aja sih. Jangan harap seorang Janisha romantis🙂👍🏻***
Janisha membaringkan badan yang tiap hari rasanya remuk. Rutinitas kuliah saja sudah menyiksanya sedemikian rupa, beruntung ia memiliki kewarasan dengan tidak mengambil UKM. Matanya menatap langit-langit kamar yang ia hiasi dengan stiker benda ruang angkasa yang ketika lampu dimatikan akan bercahaya. Saat sedang melamun seperti ini, biasanya ia memikirkan hal-hal acak di kepalanya. Lalu tiba-tiba pikirannya merembet keseorang cowok yang akhir-akhir ini terus mengganggunya seperti ini.
Tiga tahun lalu ia memang hanya gadis polos cenderung bodoh yang mau menunggu satu cowok yang datang dan pergi semaunya. Dan sekarang, setelah itu semua, setidaknya ia sudah punya kesadaran agar tidak jatuh pada hal yang sama lagi. Kesadaran yang memperingatinya untuk selalu berhati-hati menyambut seorang cowok yang memberinya sikap seperti Jeffrey itu.
"Tapi Jeffrey dan Juna beda enggak sih?"
Pernyataan, "Suka sama gue aja," dari Juna berbeda dengan, "Izin buat suka sama lo, " dari Jeffrey terdengar berbeda namun terdapat persamaan juga. Berbeda subjek, namun sama-sama tidak memberi Janisha celah untuk bertanya atau lebih tepatnya pernyataan mereka tidak meminta jawaban lisan Janisha.
Janisha menghela napas berat. Mengapa ia selalu dihadapkan dengan cowok yang tidak langsung saja bilang, "Jadi pacar gue ya?"
Walau terlalu mainstream, setidaknya memudahkan Janisha menentukan tindakan selanjutnya. Namun, ia malah selalu diberi pernyataan yang hanya membuatnya kebingungan untuk menjawab. Adapun ia telah menjawabnya, lantas apa kelanjutan setelah itulah yang menjadi kebingungan selanjutnya.
Janisha memejamkan mata sejenak dan bayangan Jeffrey bersama Celine di rumah sakit tempo hari menjadi beban pikiran selanjutnya. Kemudian, dengan tanpa pikir panjang, ia meraih ponsel kemudian mencari kontak Arka untuk mengiriminya pesan. Walau setelah pesan pertama ia menjadi bimbang tentang apakah ia benar-benar harus menanyakan ini atau tidak.
Janisha:
Arka
Arka:
What?
Janisha:
Lo latihan basket gak?
Arka:
Ini baru mau berangkat
Janisha:
Oh
Arka:
Kenapa?
Janisha:
Kagak
Yaudah, bye
Arka:
Jeffrey ya?
Janisha:
Bukan.Ia pun meninggalkan ruang obrolan setelah keberanian yang membara beberapa detik lalu lantas padam begitu saja. Ia tetaplah Janisha yang terlalu gengsi mengutarakan apa yang ia rasakan. Janisha tetap memilih menyimpan segala pertanyaannya di dalam kepala. Entahlah kemudian pertanyaan itu akan terjawab atau tetap tidak terjawab hingga menghilang begitu saja bersama dengan waktu.
Besoknya, ia menjalani kehidupan perkuliahan seperti biasanya. Kecuali, tentang sesuatu di ujung lidah yang selalu berontak untuk dilontarkan ketika melihat Arka, Leo, ataupun Nadine.
"Siapa gue harus nanyain itu?" adalah satu-satunya yang bisa menahan dirinya. Sehingga Janisha tetap bungkam.
"Arka, ayo, si Sepuluh udah nungguin," ajak Leo pada Arka.
"Si Sepuluh, wah, kualat lo sama orang tua!" Ucap Nadine namun ikut tertawa juga.
Arka dan Leo berpisah dari ketiga gadis yang kini memutuskan untuk ke kantin. Di kantin, Janisha lebih banyak melamun dari biasanya. Dari luar ia terlihat begitu tenang, namun dalam hatinya terus menggema pertanyaan akan keberadaan cowok bernama Jeffrey. Pertanyaan itulah yang sejak tadi begitu ragu ia tanyakan. Sederhana namun tidak sesedarhana itu bagi Janisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
In My Feeling
FanfictionJanisha Sabira, seorang mahasiswa tahun pertama jurusan ilmu komunikasi. Ketidakmampuannya menunjukkan perasaannya lewat kata, tindakan, bahkan ekspresi membuatnya terkesan dingin yang cenderung jutek. Ia bertemu dengan Jeffrey Adito, seorang kakak...