vote dan komen janlup:*
***
Atmosfer di meja makan terasa dingin. Belum ada pembicaraan antara Jeffrey dan Jevano setelah malam itu. Mami Meisha menatap wajah kedua anak lelakinya itu satu persatu untuk mengungkap penyebab mereka lebih hening dari biasanya.
"Jeffrey, Jevan, semuanya baik-baik aja 'kan?" Ulik Mami Meisha.
"Baik-baik aja kok," jawab Jeffrey dan Jevan kompak.
Namun kata baik-baik saja itu seperti bertolak belakang dengan kenyataan. Setelah makan malam, mereka meninggalkan meja makan menuju kamar masing-masing.
Ponsel di atas nakas bergetar, sebuah panggilan masuk dari Papi Adito. Jeffrey menghela napas berat sebelum menjawab panggilan tersebut.
"Kenapa, Pih?"
"Ada makalah di sofa apartemen Papi, punya kamu 'kan?"
"Ah, iya, Pih. Besok Jeffrey ambil."
"Papi suruh Pak Yogi antar aja ya? Besok Papi ada kerja dari pagi,"
"Papi harusnya istirahat dulu,"
"Minggu Papi udah harus balik, Jeff, makanya harus diselesaikan secepatnya."
Jeffrey teringat suatu hal yang sepertinya sudah harus ia bahas sekarang. Ia memulai dengan, "Maaf, Pih."
"Jeffrey udah ngomong sama Jevan," lanjutnya.
Terdengar kekehan kecil dari seberang sana, "Iya, Papi tau jawabannya. Udah, ini juga bukan salah kamu."
"Papi balik minggu ini?"
"Iya."
"Jeffrey antar ya?"
"Ke bandara?"
"Jeffrey antar sampai rumah Papi disana,"
"Kamu serius?"
"Serius. Boleh 'kan?"
"Ya, bolehlah. Nanti Papi urus keperluan kamu buat kesana."
"Iya, Pih."
Setidaknya hanya itu yang bisa Jeffrey lakukan agar Papi Adito tidak terlalu kecewa akan ajakannya pada Jevano yang ditolak. Kini, Jeffrey merasa satu bebannya lepas seketika. Sekarang satu lagi masalah yang harus ia selesaikan segera.
Hari terakhir ujian akhir semester menimbulkan perasaan lega sekaligus cemas bagi para mahasiswa. Lega karena mereka akan bebas dari hari kuliah selama dua bulan kedepan dan cemas akan nilai semester nanti.
Koridor lantai satu gedung fakultas pagi ini nampak ramai. Jeffrey melihat dua orang gadis yang nampak tidak asing sedang bercakap di depan tangga menuju lantai dua. Ialah Celine dan Janisha. Tepat sekali, ia harus menemui Janisha sekarang.
Namun disaat ia mendekat ke arah mereka, Janisha nampak buru-buru pergi seperti orang yang sedang sengaja menghindarinya.
"Jan!" Panggil Celine terhadap gadis itu.
"Kalian lagi ribut ya?" Tanya Celine langsung begitu ia sampai di hadapan gadis itu.
Jeffrey menggeleng, "Enggak."
"Cih!" Decih Celine kemudian ikut meninggalkannya.
Jeffrey mengacak rambut frustasi. Ia tidak tau bagaimana menjelaskan pada Janisha disaat gadis itu menghindarinya saat bertemu langsung, bahkan lewat pesan singkat atau panggilan telepon pun ia tidak mendapat respon.
KAMU SEDANG MEMBACA
In My Feeling
ФанфикJanisha Sabira, seorang mahasiswa tahun pertama jurusan ilmu komunikasi. Ketidakmampuannya menunjukkan perasaannya lewat kata, tindakan, bahkan ekspresi membuatnya terkesan dingin yang cenderung jutek. Ia bertemu dengan Jeffrey Adito, seorang kakak...