siap sama endingnya?
pembaca Our Season yang dapat spoiler endingnya jangan senang dulu karna ending bisa saja dirombak habis-habisan😘***
"Bisa nggak sesekali kamu yang berkabar duluan?"
"Bisa nggak buat khawatir?"
Kalimat itu masih mengiang di telinga Janisha. Bahkan nada suara dan tatapan dingin Jeffrey hari itu masih begitu jelas terekam dalam ingatannya. Dan setiap kali semua itu berbersit kembali, setiap itu pulanya rasa sesak menghampirinya. Ia bukan tidak percaya seseorang bisa berkata dan bertindak seperti itu terhadapnya, ia hanya tidak percaya jika itu Jeffrey. Apalagi ia tidak merasa melakukan kesalahan, dan memang tidak. Beberapa hari terakhir benar bahwa komunikasi di antara mereka tidak berjalan begitu baik. Jeffrey sering hilang kabar dan Janisha pun mencoba mengerti untuk tidak mencari karena biasanya alasan cowok itu menghilang sebab ada urusan. Janisha mencoba mengerti bahwa mereka bukan anak remaja yang berpacaran dan harus selalu berdua, ia mengerti bahwa seiring pertambahan usia ada banyak urusan dan pekerjaan yang lebih penting dari rindu.
Ia juga paham bahwa biasanya Jeffrey bersikap lebih emosional sudah pasti karena ada masalah. Masalahnya, sikapnya itu malah menambah masalah baru antara dirinya dan orang lain. Jika terus memaklumi, maka artinya Janisha harus selalu terkena imbas dari masalah yang sumbernya saja kadang tidak berkaitan dengannya.
Akan tetapi, buah dari dirinya yang mencoba untuk paham dan mengerti itu malah membuat masalah baru.
"Tell me if you need something."
Ucapannya dan pelukan hangatnya hari itu nyatanya tidak merubah hari sekarang, karena Jeffrey tidak pernah mau cerita masalah yang ia hadapi. Okelah, jika memang Jeffrey tidak mau cerita karena tidak semua hal memang harus dibagi, maka seharusnya tidak usah menunjukkan apalagi melampiaskan suasana hati yang buruk pada orang lain.
"Kok lo naik ojek online lagi sih?" tanya Nadine yang merasa heran lantaran hampir seminggu ini ia tidak melihat lagi pemandangan Janisha dan Jeffrey pulang bersama, malah pemandangan yang tahun lalu setiap hari ia lihat saat sahabatnya itu masih jomblo.
"Kenapa emangnya?" jawab Janisha.
"Sewot banget, buset." Sahut Arka yang tentunya selalu bersama Nadine.
"Gue duluan ya?"
"Eh woi, nanti malam mau nonton basket nggak? Lo tau Bang Jeffrey main 'kan? Jarang-jarang tuh."
"Enggak tau," jawab Janisha sebelum melengos naik ke ojek online pesanannya.
"Dih?"
Sebenarnya ia sempat membaca pesan Jeffrey yang mengatakan tentang dirinya yang akan main basket di hari Kamis, yang mana itu adalah hari ini, namun hanya terbaca sekilas dari pusat pemberitahuan bersama dengan deretan pesan yang didominasi dengan kata maaf. Bukan pesan minta maaf apalagi ajakan nonton basket yang ia harapkan, melainkan Jeffrey datang dan menjelaskan semuanya.
Jadi, sepanjang malam ini Janisha hanya akan menonton series romantis berharap kisah cintanya berjalan semulus itu. Bukan sebentar-sebentar ribut dengan akar masalah yang sama, komunikasi. Namun ternyata niat menonton itu terkubur bersama dengan matanya yang perlahan lelap karena jalan cerita yang tidak masuk akal, terlalu bahagia, terlalu fiksi. Hanya mengejek kekusutan hatinya.
Pukul 7 pagi, seperti biasa alarmnya berdering nyaring tepat dibawah telinga meski ponselnya dalam mode senyap. Dan seperti biasa pula ia akan bangun sambil, "Sialan!" mengutuk alarm yang selalu berbunyi disaat ia sedang lelap-lelapnya.
Ia membuka ponsel yang dari layar kuncinya menampilkan begitu banyak notifikasi. Dari Arka, Nadine, dan Leo. Matanya terbelalak saat membaca pesan mereka yang pada intinya menginfokan bahwa semalam Jeffrey cidera saat bermain basket.
KAMU SEDANG MEMBACA
In My Feeling
FanfictionJanisha Sabira, seorang mahasiswa tahun pertama jurusan ilmu komunikasi. Ketidakmampuannya menunjukkan perasaannya lewat kata, tindakan, bahkan ekspresi membuatnya terkesan dingin yang cenderung jutek. Ia bertemu dengan Jeffrey Adito, seorang kakak...