Bagian 28: Satu kemajuan

9.3K 1.5K 233
                                    

Maaf banget semalem gak update. Bukan karna malam mingguan bareng pacar, tapi malam mingguan di kampus👍🏻
Abis gegayaan jadi anak hima sih mwak😩
Tapi seru sih..., apalagi memandang teduhnya wajah senior gans wkwk
Ayo semuanya dukung author menemukan Jeffreynya🤲🏻

dah curlcolnya.
Vote dan komen jangan lupak!

***

Perpustakaan kampus, rasanya sudah bosan untuk menjelaskan bahwa tempat ini bukanlah tempat yang akan dikunjungi Janisha hanya karena iseng seperti anak-anak pintar yang sedang mengisi perpustakaan siang ini. Ia mengedarkan pandangan mencoba mencari meja kosong untuk ia duduki karena rata-rata diisi oleh mahasiswa 'serius'. Selain karena ia merasa tidak cocok untuk berada di antara mereka, ia juga terlalu takut jika ada yang mengajaknya berbicara.

Matanya berhenti pada sebuah meja di sudut perpustakaan. Meja yang sebenarnya tidak kosong, melainkan diisi oleh seorang cowok yang menelungkupkan wajahnya di meja yang beralaskan tasnya.

"Enggakpapalah, orangnya tidur ini."

Lagipula cowok itu duduk membelakangi kursinya. Terlihat lelap sehingga tidak akan terbangun setidaknya hingga Janisha menyelesaikan pekerjaannya.

Ia berjalan menuju meja tersebut, membuka laptop, dan mulai mengerjakan tugas yang harus di kumpul pada kelas setelah ini. Bekerja dikejar tenggat waktu memang lebih terasa menantang. Jawaban yang tempo hari terasa amat sulit tiba-tiba menjadi sangat mudah lantaran kepepet.

Beberapa menit kemudian, "Yuhu, selesai juga. Janisha gitu!" gumamnya percaya diri.

Namun, suara yang ia rasa tidak akan didengar oleh orang lain itu nyatanya membuat cowok yang duduk di meja yang sama dengannya itu terkekeh kecil melihat tingkahnya.

Janisha sontak menoleh kaget karena cowok itu ternyata adalah Jeffrey. Sudah lelah menghindari pertemuan dengannya, tetapi pada akhirnya ialah yang mendatangi Jeffrey.

Jeffrey terkekeh kecil lagi. Tidak bisa membaca pikiran dan perasaannya, bukan berarti ia tidak tahu saat Janisha sedang salah tingkah. Sikap gadis itu yang terlalu keras untuk mencoba terlihat biasa saja hanya membuat semuanya semakin jelas.

Janisha membereskan barang-barangnya untuk segera meninggalkan perpustakaan dan Jeffrey karena tak kuasa lagi menahan malu karena tingkah kekanak-kanakannya tadi.

"Janisha," ucap Jeffrey sambil menarik tangan kiri Janisha lembut untuk menghentikan aktivitasnya.

Tanpa jawaban, Jeffrey lanjut bertanya, "Bisa minta waktunya sebentar?"

Dan, perkataan Jeffrey akan selalu bisa menghipnotis Janisha untuk menurut. Gadis itu kembali duduk, tidak lupa menatap tangan Jeffrey yang masih setia melingkar di tangannya.

Jeffrey menyadari itu, "Maaf," lalu melepaskan tangannya.

Jeffrey tertawa kecil lagi sebelum melanjutkan ucapannya dengan, "Dengerin gue sebentar."

Janisha tidak menjawab, melainkan hanya menunggu cowok itu melakukan apa yang ia ingin lakukan. Dan, langsung saja pada niat awal Jeffrey, "Kamu mungkin udah tau sedikit tentang keluargaku, tentang kedua orang tuaku yang udah pisah, tepatnya dua tahun lalu. Sebabnya banyak, tapi puncaknya adalah Papi melakukan kesalahan yang menyakitkan Mami, aku, dan Jevano. Saat itu rasanya duniaku hancur. Liat Mami nangis dan Jevano yang sangat dekat sama Papi sekecewa itu. Walau Mami bilang aku harus tetap baik sama Papi, tapi yang namanya perasaan kecewa dan marah itu enggak bisa diatur."

Janisha mendengarkan penuturan cowok itu dengan perasaan campur aduk. Cerita yang tergolong sangat privasi itu tentu hanya diperdengarkan pada orang yang telah dipercaya. Jadi, apakah kini Jeffrey mempercayainya?

In My FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang