Bagian 47: Face ID

7.8K 1.2K 22
                                    

selamat hari minggu

***

"Malam Jeff,"

"Pagi, Pih."

Perbedaan waktu membuat ayah dan anak itu menyapa dengan sapaan yang berbeda.

"Mau kuliah ya?"

"Bimbingan, Pih. Doain ya biar enggak revisi lagi?"

"Offcourse. Oh iya, gimana Jevano?"

"His good. Dia lagi sibuk bimbel buat persiapan tes masuk kuliah tahun depan."

"Kamu enggak coba ngomong biar dia hearing beasiswa di luar negeri. Enggakpapa bukan Amerika."

"Dia selalu bilang enggak mau ninggalin Mami,"

"Well, Papi ngerti. Tapi-"

"Menunda satu tahun enggak masalah 'kan, Pih? Jeffrey yakin dalam proses itu juga Jevano mungkin bisa lebih mengembangkan dirinya di jalur lain selain pendidikan."

"Papi cuma bisa bilang kalau ada apa-apa, kalau Jevano berubah pikiran, kamu hubungi Papi."

"Iya, Pih, tenang aja."

"Jadi kamu udah mau berangkat?"

"Iya."

"Sama Janisha?"

"Kelas dia siang, dia juga enggak bakal mau aku jemput kalau kelas kita beda jadwal. Katanya enggak mau aku bolak-balik."

"She's a good girl," puji Papi Adito.

"Itu susah dapetinnya, Pih."

Papi terkekeh namun juga setuju, "Ya, kamu memang paling bisa."

"Ohiya, Jeff, tawaran Papi enggak hanya berlaku untuk Jevano."

"Maksudnya?"

"Kamu akan lulus S1, apa enggak ada niatan untuk S2 di Amerika?"

Jeffrey terdiam sejenak kemudian berkata, "Jeffrey belum mikirin kesana sih. Waktu itu Jeffrey juga bilang kalau mungkin mau cari pengalaman kerja dulu."

"Di Amerika kamu bisa kuliah sambil part time job. Selain itu, tentu kamu tau keuntungan lulusan luar negeri, right?"

Tidak ingin mengecewakan Papi, Jeffrey pun hanya berkata, "Tapi ini skripsi Jeffrey aja belum di acc dosbing."        

"Buat planing ke depan. Papi emang paling semangat kalau udah ngomongin pendidikan."

"Iya, Pih, nanti Jeffrey pikirin lagi."

"Kalau gitu kamu berangkat kuliah, hati-hati ya."

Sambungan telepon berakhir menyisakan pikiran baru bagi Jeffrey. Ia sangat sulit menolak permintaan orang, apalagi papinya sendiri. Melihat bagaimana sedihnya Papi ketika penawarannya pada Jevano ditolak, rasanya Jeffrey tidak ingin memberikan jawaban yang sama.

Meninggalkan obrolan dengan Papi Adito, Jeffrey melajukan motornya menuju kampus hari ini. Sesuai janji dengan dosen pembimbing yang semoga saja tidak tiba-tiba diundur atau bahkan dibatalkan. Sembari menunggu konfirmasi lanjutan, Jeffrey mengisi perut di kantin fakultas bersama Wira.

"Tapi dosbing lo masih mending sih Prof. Tono. Nah gue, Prof Intan? Cewek anjir, moody-an!" keluh Jeffrey.

"Kata Bang Tian sih Prof. Intan bagus kok, cuma gimana lo aja hadepinnya."

In My FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang