Jangan lupa vote dan komen🤗
Find me on twitter @hello_fuzyMaaf ya, partnya pendek karna aku gamau ceritanya jadi dipaksain gituuu. Tapi tiap part pendek bakal double update kok!
***
Sebuah rumah di kawasan perumahan yang tidak besar dan juga tidak kecil, pas untuk dihuni oleh tiga orang; Jeffrey, Jevano, dan Mami Meisha. Rumah yang dua tahun belakangan menjadi tempat ketiganya bernaung setelah badai yang membekukan hangat rumah mereka dahulu. Dua tahun lalu kedua orang tua Jeffrey resmi berpisah setelah bertahun-tahun lamanya Jeffrey harus menutup telinganya dan telinga Jevano, adiknya, dari pertengkaran yang hampir terjadi setiap hari antara kedua orang tuanya. Bukan pertengkaran yang saling memaki memang, namun di antara keduanya sudah benar-benar sudah beku. Terasa seperti saling menyapa hanya sebagai formalitas di depan Jeffrey dan Jevano saja.
Tiga bulan setelah perpisahan itu, mereka mendapat kabar bahwa Sang Papi sudah menikah dan akan pindah ke Amerika, lebih tepatnya negara bagian Connecticut.
Seminggu sebelum Papi Adito berangkat ke Amerika, beliau berniat menemui kedua anaknya, namun hanya Jeffrey yang datang. Jevano hingga kini tidak pernah mau membahas perihal Papinya itu, bahkan tidak mau tau. Jeffrey sendiri punya pemikiran lain yang bukan berarti membenarkan apa yang telah Papi lakukan. Menurutnya, apa yang terjadi memang sudah jalannya seperti itu. Kita tidak bisa mengutuk takdir. Marah pun tidak akan bisa membawa Papi kembali ke rumah dan memulihkan semuanya seperti sedia kala.
Sampai akhirnya rumah yang menyimpan banyak kenangan masa kecil dan kenangan ketika keluarga mereka baik-baik saja itu harus dijual atas keputusan bersama. Mereka pindah ke sebuah rumah yang lebih dekat dengan rumah Oma, orang tua Mami Meisha. Jevano harus pindah sekolah dan itu cukup berat baginya.
Hingga kini, dua tahun sudah berlalu dan mereka mampu melanjutkan dan menjalankan kehidupan mereka dengan baik. Lagipula, kehidupan memang harus terus berlanjut bukan?
Hari minggu sore, tidak ada kegiatan bagi seorang Jeffrey. Kesibukan di hidupnya memang hanya tentang kuliah dan basket. Sementara sekarang hari minggu sehingga tidak ada perkuliahan dan tidak ada jadwal latihan basket maupun ajakan untuk sekedar bermain saja. Ia mengerti bahwa teman-teman yang lain juga memiliki kesibukan, terlebih Doni dan Ten yang masih terus memperjuangkan tanda acc dari dosen pembimbing mereka, atau mungkin Tian yang saat ini mulai sibuk bekerja. Anggota basket memang bukan hanya mereka, namun circle Jeffrey, ya, orang-orang itu: Tian, Doni, Ten, Wira, Arka, dan Leo.
Mami Meisha menghampiri Jeffrey yang sedang selonjoran di sofa ruang tengah sambil menonton siaran olahraga. Beliau berkata, "Jeff, anterin Mami ke mini market boleh?" Mami
"Boleh Mih, bentar Jeffrey ambil hoodie dulu."
Jeffey dan Mami Meisha pun berangkat menuju mini market terdekat untuk membeli bahan masakan. Akhir-akhir ini setelah mengambil pensiun dini dari pekerjaannya, Mami Meisha sedang giat-giatnya mencoba resep dari internet, meski banyak kali gagal ia akan terus mencoba hingga berhasil. Mami Meisha dahulu adalah wanita karir, sehingga aktivitas memasak masakan rumah benar-benar jarang ia lakukan. Satu-satunya menu andalan dikala ia sempat untuk memasak adalah pasta.
Sesampainya di mini market terdekat dari rumah itu, Jeffrey menunggu di parkiran dengan pesan, "Kalau udah di kasir telepon Jeffrey."
Cowok itu menunggu di atas mobil sambil memainkan game ponsel yang sudah cukup jarang ia jamah karena sibuk dengan urusan kampus. Jeffrey sebenarnya tidak terlalu kecanduan game ponsel, ia hanya memainkannya jika berkumpul bersama teman atau sedang tidak melakukan apa-apa.
Jam menunjukkan pukul 17.45, langit sedang berwarna orange, cantik sekali. Jeffrey meletakkan ponselnya setelah merasa cukup dengan game-nya. Ia pun berniat untuk turun dan menyusul Mami walau belum di telepon. Namun, pergerakannya itu diinterupsi oleh seorang gadis yang baru saja keluar dari pintu mini market dengan kantong belanjanya.
Jeffrey memperhatikan kemana langkah gadis itu dari dalam mobil. Gadis itu menghampiri seorang anak kecil penjual kue keliling yang sedang duduk mengemper di sudut parkiran. Gadis itu kemudian berjongkok untuk menyejajarkan dirinya dengan Si Anak tersebut sambil terlihat sedikit berdialog. Ia kemudian mengulurkan entah uang pecahan berapa lalu beranjak tanpa membawa apa-apa dari anak itu. Artinya ia tidak sedang membeli kue dagangan anak itu, melainkan hanya memberi anak tersebut uang.
Gadis itu adalah Janisha. Ulasan senyum yang tercipta dari bibir Jeffrey saat ini merupakan respon spontan atas apa yang ia saksikan, terjadi begitu saja.
Gadis itu kemudian pergi dengan berjalan kaki ke arah berlawanan dengan rumah arah Jeffrey. Artinya, rumah Janisha tidak jauh dari sini.
Benar bahwa sejak awal Janisha sudah menarik perhatian seorang Jeffrey. Namun arti kata menarik itu sangat luas. Dan Jeffrey tidak ingin gegabah menyimpulkan perasaannya sendiri. Ibarat dalam peperangan, magasinnya harus penuh sehingga ia tidak akan kehabisan peluru di tengah perang supaya ia tidak kalah dan mati. Atau jika perumpamaan itu terlalu sulit, sederhananya, Jeffrey tidak akan maju sebelum memastikan perasaannya karena tidak ingin menyakiti jika pada akhirnya ia tidak benar-benar sepenuh hati.
Ia pernah salah mengartikan rasa ingin melindungi Celine itu sebagai cinta. Saat itu ia tidak bisa membedakan perasaan sayang sebagai sahabat dan mencintai Celine. Karena itu segalanya sempat menjadi kusut.
Untuk itu, selama enam bulan sejak pertama kali Janisha menarik perhatiannya, ia masih diam. Diam untuk menjadi arti dari kata 'menarik' itu lebih pasti.
Dan sekarang ia bertanya pada hatinya, "Tempat mana yang berhasil diduduki Janisha di hatinya?"
Terdengar rumit dan terlalu teoritis, namun itulah Jeffrey.
-tbc-
Ayo kawan, lihat sisi rumit Jeffrey yang sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
In My Feeling
Fiksi PenggemarJanisha Sabira, seorang mahasiswa tahun pertama jurusan ilmu komunikasi. Ketidakmampuannya menunjukkan perasaannya lewat kata, tindakan, bahkan ekspresi membuatnya terkesan dingin yang cenderung jutek. Ia bertemu dengan Jeffrey Adito, seorang kakak...