Selamat bermalam senin
Besok aku mulai UAS, ada yang samaan? Kalau ada aku doain UASnya lancar!anyway, selamat membaca juga<3
***
Janisha memperhatikan Mama yang mondar-mandir, entahlah mencari alat make up, kebaya, bros, atau aksesoris. Beliau sedang bersiap-siap ke acara pernikahan salah satu sanak keluarga. Keluarga yang mana, Janisha juga kurang tahu. Masalah mengenal anggota keluarga itu bagian Mba Vivi, bukan hanya karena lahir lebih dahulu, tetapi juga Mba Vivi lebih pandai bersikap ramah pada orang.
"Waktu itu ketemu anaknya Om Aji?" tanya Mama sembari menggambar alis yang sejak tadi menjadi masalah karena merasa tidak simetris.
"Oh, yang bawa makanan itu ya?" ingat Janisha, "Ketemu."
"Gimana, ganteng?"
Dengan kernyitan di dahi Janisha menjawab, "Biasa aja."
"Jangan liat gantengnya aja, calon dokter tuh dia."
"Terus kenapa?" sahut Janisha, "Ih, Mama nih, kemarin bilangnya jangan pacaran dulu, abis denger Om Aji malah mau jodoh-jodohin!"
Mama terkekeh singkat, "Iya juga ya?"
"Tapi kalau pacaran sama anaknya Om Aji enggakpapa, 'kan udah kenal keluarganya."
"Enggak mau ah," pungkas Janisha.
Dari ambang pintu muncul Mba Vivi menceletuk, "Udah punya pacar anaknya, Mah."
"Siapa?" Mama memekik heboh.
Janisha langsung menyahut, "Apaan sih"
"Yang sering kesini?" terka Mama.
"Yah, itu Mama tau. Masa gitu aja enggak kebaca?"
"Sebenarnya Mama udah curiga sih,"
"Iya, itu pacar anaknya. Jangan dijodoh-jodohin lagi."
Maksud Mba Vivi memang baik, tetapi entah mengapa Janisha kesal. Mba Vivi menyelamatkannya dari ide perjodohan, namun disaat yang bersamaan mengadukan dirinya yang sudah punya pacar. Padahal konsep memberitahu Mama untuk pertama kalinya bahwa ia sudah memiliki pacar tidak seperti ini.
"Hati-hati aja pacaran. Jangan terlalu diliatin cintanya kamu sama dia. Cowok itu makin tau kita cinta sama dia, makin seenaknya berulah." Tutur Mama berpesan.
"Kalau kata anak jaman sekarang, jangan bucin!" celetuk Mba Vivi.
"Bucin apa?" tanya Mama.
"Budak cinta," jawab Mba Vivi.
Sementara Janisha hanya menyimak pembicaraan mama dan kakaknya itu tanpa respon agar pembahasan cepat selesai. Setelah urusan Mama selesai, keduanya pun akhirnya meninggalkan kamar Janisha. Tinggallah ia sendiri dengan pikiran yang sejak tadi mencoba mengingat apakah ia benar-benar bebas akan tugas hari ini. Kebiasaan mahasiswa, ada banyak tugas bingung, tidak ada tugas lebih bingung lagi. Sebab, "Masa enggak ada tugas sih? Kayak... enggak mungkin enggak sih dalam kehidupan perkuliahan gue ini?"
Kring...
Ponselnya berdering menandakan panggilan masuk. Pada layar tertera 'Kak Jeffrey is calling'. Tanpa pikir panjang, ia pun menjawab panggilan tersebut dengan, "Iya?"
"Lagi sibuk?"
"Enggak, ada apa?"
"Kalau bilang kangen pasti enggak percaya,"
Janisha berdesis, "Apaan sih?"
Jeffrey pun terkekeh sebab sudah bisa menebak reaksi itu, "Tuh 'kan."
KAMU SEDANG MEMBACA
In My Feeling
Fiksi PenggemarJanisha Sabira, seorang mahasiswa tahun pertama jurusan ilmu komunikasi. Ketidakmampuannya menunjukkan perasaannya lewat kata, tindakan, bahkan ekspresi membuatnya terkesan dingin yang cenderung jutek. Ia bertemu dengan Jeffrey Adito, seorang kakak...