akh kecepetan gak sih?
***
Libur semester, menjadi momen yang paling ditunggu seorang Janisha sejak hari pertama kuliah perdana. Ia lebih ingin dilingkupi rasa bosan karena tidak melakukan kegiatan berarti selama libur daripada dikejar tugas kuliah. Akan tetapi, di libur semester kali ini, kesenangannya itu tidak bisa berlangsung lama, sebab pembukaan event basket dimana ia menjadi panitia akan dimulai pekan depan. Jadi, ia akan memanfaatkan libur singkat ini dengan, ya, kegiatan yang tidak begitu bermakna. Sepanjang hari, Janisha hanya selonjoran di kasur, makan, menonton film atau serial, dan segala kegiatan yang hanya melibatkan dirinya sendiri.
Rumah hari ini sepi, tidak ada penghuni selain Janisha. Kedua orang tuanya sedang ke rumah Mba Vivi. Tidak dalam rangka apa-apa, hanya mengunjungi anak, menantu, dan cucu yang jarak rumahnya hanya perlu kurang dari tiga puluh menit untuk sampai. Janisha tentu saja memilih tidak ikut, sebab baginya, sendirian di rumah adalah nikmat Tuhan paling damai.
Tok... tok...
Dan kedatangan tamu saat sendirian di rumah adalah musibah yang paling naas selain mati lampu. Janisha berpikir beberapa kali sebelum akhirnya beranjak dari kasur untuk membuka pintu yang di ketuk seseorang itu. Ia pun membuka pintu rumah dan kini berhadapan dengan seorang cowok yang membuat keningnya mengerut.
"Cari siapa?"
"Tante Airin ada?"
"Lagi pergi. Emang ada perlu apa? Mau saya teleponin?"
"Enggak, enggak, enggak usah," cowok itu mengulurkan sebuah rantangan berukuran sedang, "Cuma mau nganterin ini. Bilang dari Bu Inggit, istrinya Pak Aji."
"Oh, Om Aji..." Janisha mengangguk paham lalu menerima rantangan itu, "Makasih."
"Kamu Janisha?"
"Iya,"
"Oh, oke. Saya pamit ya."
"Oke..."
Janisha menatap punggung cowok yang tidak ia ketahui namanya itu bingung. Hanya memastikan sedang berbicara dengan Janisha lalu pergi, sungguh membingungkan. Namun, Janisha terlalu malas memikirkan sesuatu seperti itu sehingga memilih menutup pintu dan ke dapur untuk memindahkan isi rantangan ini. Beberapa langkahnya menuju dapur diinterupsi dengan suara ketukan pintu lagi.
Tok... tok...
Janisha menghela napas kasar, "Banyak banget tamu!"
Ia meletakkan rantangan tadi di meja ruang tamu lalu kembali menuju pintu dan membukanya. Kali ini, bukan kening yang mengernyit lantaran tamunya orang tidak dikenal, tapi mata yang membulat kaget atas kehadirang orang yang setahunya masih di Amerika. Ya, Jeffrey.
"Hai...," sapa Jeffrey dengan senyum yang dua minggu ini tidak pernah Janisha lihat secara langsung. Selama cowok itu di Amerika, mereka tidak terlalu sering berkomunikasi. Kita ketahui bahwa Janisha bukan seorang chatting people, dalam artian bukan orang yang berkomunikasi dengan baik melalui pesan singkat. Jadi, hanya sesekali bertukar pesan untuk menanyakan kabar atau beberapa kali pula melakukan panggilan video.
"Kak Jeffrey kok enggak bilang kalau pulang hari ini?"
"Sengaja," katanya.
"Jadi tadi sampai jam berapa?"
"Jam satu siang,"
"Enggak istirahat dulu apa?" tanya Janisha mengingat sekarang masih pukul lima sore, terhitung baru beberapa jam setelah cowok itu melakukan penerbangan panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
In My Feeling
FanfictionJanisha Sabira, seorang mahasiswa tahun pertama jurusan ilmu komunikasi. Ketidakmampuannya menunjukkan perasaannya lewat kata, tindakan, bahkan ekspresi membuatnya terkesan dingin yang cenderung jutek. Ia bertemu dengan Jeffrey Adito, seorang kakak...