Bagian 8: Kenalan

11.7K 1.8K 57
                                    

Jangan lupa vote dan komen🤗
Find me on twitter @hello_fuzy

Anyway aku mau tanya, kalian lebih suka roomchat ala au (yang screenshootan iMessage) itu atau yang biasa aja (nyatu sama narasi/versi sebelum revisi)? Jawab yaaaaa

***

Kelas pagi bagi seorang Janisha adalah ujian paling berat dalam masa perkuliahan. Putri Tidur itu akan merasa tersiksa ketika harus bangun pagi. Belum lagi jarak rumah dan kampus yang memakan waktu perjalanan nyaris empat puluh menit membuatnya harus bergegas lebih cepat daripada teman-teman yang tinggal atau ngekos di daerah dekat kampus. Jangan tanya kenapa Janisha tidak memilih ngekos seperti teman-teman lain, karena jelas ia juga sangat ingin, namun kedua orang tuanya tidak kunjung mengizinkan. Satu semester berlalu dengan Janisha yang setiap hari memasang wajah lusuh setiap baru pulang tidak juga meluluhkan hati Mama dan Papanya.

"Anak Mama-Papa tinggal kamu sendiri lho, kalau kamu pergi sepi dong rumah?" adalah alasan pertama yang dapat dijawab Janisha dengan, "Janisha nginep di kos pas capek atau pulang malam doang kok, sisanya di rumah."

Kemudian alasan kedua muncul, "Kamu di rumah aja males banget, nanti makannya gimana?"

"Hari gini ada makanan online, Janisha juga bisa masak dikit-dikit."

Lalu akan ada alasan selanjutnya lagi, "Kalau kamu sakit gimana?"

Dan akhirnya, "Udah ah, pokoknya enggak usah ngekos, enggakpapa berat diongkos perjalanan yang penting aman."

Selalu saja seperti itu sehingga kini Janisha lelah berdebat untuk meyakinkan. Jadi untuk sekarang menikmati perjalanan ke kampus ia anggap sebagai bagian dari proses perjuangan untuk jadi orang yang terdidik—ciat.

Ia sampai di lingkungan kampus sekitar jam 9 pagi. Jam segini kampus sudah dipenuhi oleh mahasiswa. Bahkan ada kelas yang dimulai pukul 7 pagi.

Parkiran ramai juga menjadi salah satu perusak hari Janisha. Tubuhnya seketika terasa mengecil di antara orang-orang asing itu. Percayalah, walau wajahnya judes, dalam hatinya selalu takut jika dikelilingi banyak orang yang tidak ia kenal.

Matanya menangkap seorang cowok yang tempo hari mengiriminya pesan. Ya, Jeffrey dan teman-temannya sedang berkumpul di parkiran motor yang menjadi akses Janisha untuk menuju gedung fakultas.

Entah mengapa, ia menjadi begitu gelisah. Buku di tangannya berulang kali ia pindahkan ke tangan kanan dan kiri, mencari posisi yang tidak canggung.

"Jangan liat gue, jangan liat gue!" Rapal Janisha dalam hati sambil mencoba untuk terlihat biasa saja. Seolah ia hanya berjalan dan menatap lurus pada tujuannya.

"Pagi Janisha, " suara yang menyebutkan namanya itu membuat ia spontan menoleh tepat pada sekumpulan cowok tadi. Dan entah mengapa juga ia harus langsung menatap ke arah Jeffrey, padahal yang menyapanya itu bukanlah cowok itu, melainkan Leo.

Jeffrey ikut menyapa, "Hai!" tidak lupa dengan senyum berbonuskan dua bolongan kecil di kedua pipinya.

"Hm? Hai...," balas Janisha benar-benar canggung.

"Kelas jam berapa, Jan?" Tanya Leo sebagai tersangka utama yang membuatnya terjebak dalam keadaan ini.

"Sekarang!" Ucap Janisha ketus pada Leo yang telah menjebaknya di sini. Ia kemudian melanjutkan langkahnya tanpa sepatah katapun. Detik berikutnya ia baru merasa cemas karena pergi tanpa pamit pada senior-senior yang juga ada di situ.

Selain kesal pada Leo, ia juga geram pada Jeffrey yang harus memberinya senyuman seperti itu. Walau tidak berpengalaman dengan urusan percintaan, sungguh ia sudah hafal tipe-tipe lelaki. Dan tipe seperti Jeffrey itu adalah tipe tenang namun menjebak. Sehingga sudah jelas bahwa ia tidak boleh lengah atas sikap ramah seperti itu.

In My FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang