Jangan lupa vote dan komen🤗
Find me on twitter @hello_fuzyCeritanya agak rancu sama Our Season dikarenakan Author lupa sama story line sendiri. Maaf guys, nanti Our Season revisi juga deh. Abis revisi semua cerita idup gue harus direvisi juga.
***
Latihan basket tim putra fakultas FISIP itu berjalan lancar-lancar saja, pada mulanya. Namun suasana berubah saat terjadi insiden Tian jatuh menimpa Arka saat hendak menangkap bola menyebabkan Arka mengalami cidera pada pergelangan tangan kirinya. Padahal keesokan harinya mereka ada jadwal pertandingan basket.
Hal itu tentu saja membuat Nadine tentu saja meradang. Ia terus menyerocos antara kesal pada Arka yang tidak hati-hati dan juga cemas pada pacarnya itu.
"Yaudah sih, udah kejadian," ucap Sarah menegahi.
"Gue bilangin sih tukang urut aja," usul Janisha yang sedari tadi meringis ngeri melihat lengan tangan kiri Arka yang meskipun sudah dibalut perban, namun bengkaknya masih terlihat.
"Udah gue bilangin Jan, tapi enggak mau dengerin gue!" Omel Nadine.
"Bukan enggak mau dengerin, iya nanti, semalam juga udah ke dokter."
"Dokter ngobatin keseleo gimana sih?" Marissa bertanya.
"Ke ahli fisiologi lah," Sarah menjawab.
"Oh, ada?"
"Ya ada!"
Tidak lama Leo datang langsung menemui Arka, "Tangan lo gimana, bisa?"
"Kemungkinan gue bisa main kecil sih, Eo."
"Belum lagi lawan kalian pasti jadiin tangan Arka sasaran," timpal Nadine.
"Kita ke Ten dulu aja," ajak Leo.
Pertandingan dilaksanakan pukul 2 siang dengan tanpa informasi yang jelas Arka akan ikut atau tidak. Untuk menemani Nadine, ketiga sahabatnya itu setuju untuk ikut menonton pertandingan basket yang dilangsungkan di Senayan.
"Seger juga ya nonton basket," ujar Marissa yang kini mereka duduk di tribun penonton.
"Mending nonton futsal deh gue," sebagai alasan Sarah tidak ingin ikut. Adapun alasan Sarah lebih memilih menonton futsal yaitu karena pacarnya, Narendra, merupakan anak futsal.
Sedangkan Janisha hanya celingak-celinguk melihat keadaan sekitar sambil berdecak, "Banyak banget manusia."
Plak!
"Aduh, sakit gila!" Protes Janisha saat bahunya main digeplak saja oleh Marissa yang duduk pada kursi di belakangnya.
"Koh Wira ganteng banget!"
"Koh Wira, Koh Wira, akrab lo?" Janisha mencibir, "Lagian lo mau perih cintaku?"
Perih cintaku yang dimaskud disini adalah cinta beda agama.
"Nyanyiin, Sar," suruh Marissa.
"Gue enggak bisa nyanyi," sahut Sarah.
"Ya, nyanyi aja, bukan kontes nyanyi ini."
"Ah, enggak mau!"
"Ye, sama Si Naren aja mau voice note nyanyi," ungkap Janisha.
"Lo kok tau?"
"Naren 'kan aduan orangnya. Apa-apa lapor ke gue. Bukan apa-apa, gue 'kan juga jadinya pengen punya pacar!"
Marisa sontak tertawa atas cerocosan Janisha itu, "Tinggal pilih, Jan. Mumpung lagi banyak cowok nih, biar ntar malem ada yang lo kirimin voice note nyanyi."
"Gue pengennya dinyanyiin,"
"Yaudah kita tes satu-satu, kalau doi bisa nyanyi kita angkut."
"Lo kata ini take me out Indonesia?"
Tidak lama kemudian pertandingan pun di mulai, betapa histerisnya Nadine saat melihat Arka ikut masuk ke lapangan dengan jersey basketnya yang berarti ia akan ikut bertanding. Janisha pun harus merelakan tangannya diremas oleh Nadine sepanjang pertandingan dan yang lain berusaha mengingatkan Nadine bahwa penonton disini bukan hanya mereka.
Pertandingan berlangsung benar-benar menegangkan. Seperti perkiraan Nadine, Arka akan menjadi sasaran kelemahan jika ikut bertanding. Tangannya yang dibalut gips terus-terusan diserang. Padahal belakangan ini permainan Arka terus meningkat. Namun, posisinya sebagai shooting guard handal tidak bisa berjalan maksimal. Arka pun lebih banyak duduk di kursi cadangan yang tidak bisa dipungkiri ia cukup kecewa setelah latihan beberapa bulan yang ia jalani.
Namun cideranya Arka tidak menghalangi kemenangan tim. Mereka unggul tipis dengan selisih enam poin dari tim lawan.
Setelah pertandingan, Nadine langsung menghampiri Arka. Melanjutkan omelannya karena Arka terlalu memaksakan diri dalam pertandingan tadi.
"Udah kali," ucap Janisha menengahi.
"Udah menang juga," timpal Marissa.
Sementara itu, "Kita pulang yuk?" adalah ajakan Sarah yang sejak awal tidak ada semangat untuk menonton pertandingan basket.
"Gue pulang sama Arka deh, kalian duluan aja."
"Yaudah,"
"Jagain Arka?" Janisha memperingati.
"Kebalik, kocak!"
"Tapi posisis Arka lebih bahaya dari Nadine," ujar Janisha lagi.
"Oh iya, bener!" Imbuh Marissa setuju.
Nadine berdesis kesal, "Kalian ini temen gue atau temen Arka sih?"
"Ya, dua-duanya."
Kepergian ketiga gadis itu menarik perhatian Jeffrey yang sedang membereskan barangnya.
Menyadari hal tersebut, Ten datang untuk menggoda sahabatnya itu. Ia berkata, "Itu junior yang lo gebet 'kan?"
Jeffrey hanya menjawab dengan kekehan singkat.
"Ah kelamaan lo, gue yang gebet juga lama-lama."
Jeffrey melirik Ten membuat cowok itu lanjut berkata, "Iya deh ampun, bisa enggak dikasih makan lagi gue sama Mami."
"Enggak semua jawabannya bisa ketemu kalau cuma dipikirin dalam kepala doang, enggak ada action-nya."
Percakapan itu sampai ke telinga Nadine yang posisinya dekat dengan mereka. Nadine sendiri sudah tau bahwa Jeffrey sering bertanya mengenai Janisha padanya saat mereka latihan bersama atau laporan dari Arka. Akan tetapi, Nadine tidak ingin bertindak lebih dari sekedar tau karena Jeffrey juga tidak menunjukkan usaha apa-apa. Ia tidak ingin temannya jatuh pada orang yang tidak serius.
"Iya nggak, Dine?" Ten yang menyadari kuping Nadine turut mendengarkan percakapan ia dan Jeffrey.
"Hah? Iy... iya Kak," sahut Nadine kemudian ngacir pergi ke teman-temannya.
Jeffrey spontan menoyor bahu Ten karena hal tersebut. Cowok sendiri sudah jarang membahas perihal seperti ini, ditambah ada orang lain yang mendengarnya, bonus orang yang mendengar itu adalah sahabat orang yang dibicarakan.
"Ya biarin aja kali, biar dia kasih tau Janisha. Lo tinggal gas aja."
"Enggak gitu, anjir."
"Ah, konsep lo terlalu rumit, kelamaan. Kalaupun bukan gue yang maju, akan ada cowok lain yang bakal duluin lo, Jeff."
"Makanya lo enggak usah mikirin konsep gue apalagi mau duluin gue," ucap Jeffrey.
"Ye, itu perumpamaan, anjir!"
-tbc-
Update every Saturday and Sunday
KAMU SEDANG MEMBACA
In My Feeling
Fiksi PenggemarJanisha Sabira, seorang mahasiswa tahun pertama jurusan ilmu komunikasi. Ketidakmampuannya menunjukkan perasaannya lewat kata, tindakan, bahkan ekspresi membuatnya terkesan dingin yang cenderung jutek. Ia bertemu dengan Jeffrey Adito, seorang kakak...