Bagian 42: Rumah Baru

7K 1.1K 45
                                    

"Rumah itu bukan sekedar bangunan dengan alas dan atap, lebih dari itu, ialah tempat pulang."

***

Jeffrey:
Janisha
Aku ke rumah sakit ya jenguk Papanya Celine

Janisha:
Iya, hati-hati
Salam buat Kak Celine

Jeffrey:
Iya

Setelah izin pada Ibu Negara Kedua, karena yang pertama adalah Mami Meisha, Jeffrey langsung tancap gas ke rumah sakit tempat Om Danuarta di rawat. Kabarnya pagi tadi beliau menjalani kemoterapi untuk yang kesekian kalinya.

Jeffrey mendapati Celine sedang duduk di depan ruang perawatan. Ia menghampiri sahabatnya itu kemudian mengulurkan sebuah coffee latte yang diketahui merupakan minuman yang selalu dipesan Celine ketika ke coffee shop. Celine pun menerimanya sambil bilang, "Makasih."

"Ngomong-ngomong, KKN lo udah beres ya?"

"Udah dong,"

"Selamat bergelut dengan sidang-sidang dan skripsi kalau gitu," Celine lalu terkekeh di akhir kalimatnya.

"Cel, lo juga haruslah," ujar Jeffrey.

"Ya gue KKN dulu,"

"Awas ya KKN tahun depan lo enggak ikut lagi!"

"Iya, bawel lo!"

"Bokap lo tau ini juga pasti bakal lebih bawel dari gue,"

"Iya, Jeff, astaga."

Seorang perawat datang menyela pembicaraan kedua sahabat itu, "Mba Celine? Dokter mau bicara dengan Mba."

Celine pun menemui dokter yang sudah menangani papanya sejak awal itu ditemani dengan Jeffrey. Di belakang dokter ahli yang bernama dr. Yudha itu turut serta beberapa dokter koas. Disaat Celine sedang mendengarkan penjelasan dr. Yudha mengenai kondisi sang papa, dua pasang mata kini sedang beradu dengan tatapan tidak bersahabat.

"Jeff," tegur Celine yang telah menyelesaikan urusannya dengan dr. Yudha, namun Jeffrey masih diam di tempat. Ia pun lantas menarik paksa saja Jeffrey pergi darisini, "Ih, ayo!"

"Jadi gimana kondisi Om Danuarta?"

"Lah, lo enggak denger penjelesan dr. Yudha tadi?" heran Celine.

Jeffrey pun berkilah, "Denger, tapi gue enggak ngerti ah bahasa dokter," walaupun sebenarnya ia memang tidak fokus kesana tadi.

"Intinya kita harus liat kondisi pasca kemo ini dulu, kalau enggak ada kemajuan dokter harus ambil tindakan lobektomi."

"Lobektomi apaan?"

"Operasi pengangkatan sebagian paru-paru."

Nafas Jeffrey rasanya tercekat. Ia sudah tidak bisa membayangkan telah separah apa kanker paru-paru itu telah menggerogoti Om Danuarta. Namun harapan untuk kesembuhan Om Danuarta masih belum sirna. Ia masih sangat berharap Om Danuarta bisa lekas membaik, karena hanya dengan itu Celine bisa memiliki nyawa untuk menjalani kehidupannya lagi.

Setelah cukup lama disini, Jeffrey pamit pulang. Perjalanan dari ruang rawat Om Danuarta ke tempat ia memarkirkan motornya mungkin menjadi lebih menarik karena pertemuannya dengan seseorang di lift rumah sakit. Cowok dengan jas putih khas dokter muda dari lantai tiga memasuki lift yang sama dengannya. Atmosfer lift yang tidak begitu luas menjadi semakin sesak karena ketegangan dari dua cowok yang bahkan tidak saling kenal secara personal. Sampai kemudian pintu lift kembali terbuka dan mereka meninggalkan lift tanpa ada satupun yang bersuara.

In My FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang