Daniel melihat kembali jahitan yang ada di perut bagian kanannya sambil meringis pelan. Dokter baru saja berlalu dari kamarnya dan sempat bilang kalau lukanya tidak terlalu dalam, jadi ia tidak perlu terlalu khawatir.
"Lukanya gak bakal bikin luntur kegantengan gue kan?" Daniel bicara dengan songongnya yang membuat Minhyun tak tahan ingin menggeplak kepala pria itu.
Daniel tertawa, sebentar, karena wajahnya kembali terlihat meringis menahan sakit di luka jahitannya.
Kali ini Minhyun yang balik menertawakan Daniel, seolah puas melihat temannya itu kesakitan. Kurang ajar emang.
"Lo beneran gak mau dirawat inap aja, Niel?" Minhyun kemudian menanyai, melihat Daniel yang hendak beranjak turun dari pembaringan.
"Gak usahlah. Lagian lukanya gak parah-parah amat kok. Dan gue juga gak mau sampai bikin Sejeong khawatir"
Baru saja namanya disebut, sang pemilik nama sudah nongol di depan pintu kamar Daniel, bersama Jihoon yang memgekor di belakangnya.
"Jihoon," Daniel melotot pada Jihoon.
"Maaf, hyung. Aku keceplosan," nada Jihoon takut-takut karna tau dia salah.
Daniel menghela napasnya. Tadinya ia ingin menyembunyikannya dulu dari Sejeong karna tidak mau istrinya itu khawatir. Tapi ya sudahlah. Lagipula ia memang ingin cepat-cepat melihat wajahnya cantik istrinya saat ini.
Daniel kemudian mengisyaratkan Minhyun untuk meninggalkan mereka berdua. Minhyun pun segera berlalu dari sana sambil menyeret langkah Jihoon untuk ikut dengannya.
Pintu kamar sudah tertutup kembali, namun Sejeong masih berdiri di belakang pintu tanpa bergerak demi mendekat pada Daniel.
Daniel jadi gemas. Ia bisa melihat istrinya itu sedang menahan diri untuk tidak menangis. Dan sepertinya ia juga tau apa yang sedang dipikirkan istrinya.
"Yang," panggil Daniel lembut.
"Sini deh, aku pengen dipeluk kamu"
Di sana mata Sejeong sudah berkaca-kaca. Ia mendekat perlahan namun hanya beberapa langkah.
"Deketan lagi, Sayangku," gemas Daniel.
Sejeong mendekat lagi, lalu berhenti lagi. Daniel jadi pengen nindih istrinya saat itu juga saking gemasnya.
"Aww," Daniel pura-pura meringis kesakitan sambil memegangi perutnya.
"Hubby!" Secepat kilat Sejeong menghampiri Daniel dengan tangis yang tidak bisa lagi dibendungnya.
"Hubby, gak pa-pa? Hiks. Gimana ini? Sakit banget ya, by? Hiks. Maaf ya, by.." Sejeong bicara sesegukan.
Daniel tidak menyahut. Ia malah mencium bibir Sejeong sebentar lalu cengengesan kecil.
"Hubby, jangan ketawa. Aku takut.."
"Takut kehilangan aku?" goda Daniel.
"Hubby!" protes Sejeong karna Daniel terus mengajaknya bercanda. Padahal ia sudah ketakutan setengah mati.
Saat tadi Jihoon tidak sengaja bilang kalau Daniel-nya ditusuk oleh orang yang tidak di kenal, ia merasa dunianya baru saja runtuh. Emang se-lebay itu. Karna apa yang ditakutkannya belakangan ini benar kejadian.
Daniel langsung membawa Sejeong ke pelukannya, membiarkan istrinya itu kembali melanjutkan tangisannya di sana. Setelah tangis Sejeong mereda, Daniel mengangkat wajah istrinya itu agar melihatnya. Tangannya pun bergerak pelan menyapu jejak air mata di wajah istrinya itu.
"Udah jangan nangis. Aku gak pa-pa, Yang," Daniel berucap lembut.
"Maaf ya, by"
Lagi-lagi istrinya mengatakan kalimat itu. Daniel sebenarnya tidak suka mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Husband
Fanfiction[sequel My Handsome Producer] "Kamu itu seperti es krim, dingin tapi manis" 18+