17 | JANGAN PERGI

10.1K 465 5
                                    

Aldevan membiarkan Mery tidur bersandar di belakangnya kurang lebih sepuluh menit sudah, tangan cewek itu juga melingkar di perutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aldevan membiarkan Mery tidur bersandar di belakangnya kurang lebih sepuluh menit sudah, tangan cewek itu juga melingkar di perutnya. Aldevan ingin protes tapi dia tidak tega, ketika dilepas pun kemungkinan Mery akan oleng dan terjatuh. Kalau seperti itu Aldevan juga nantinya yang susah.

Aldevan terdiam, ia mengedar pandang ketika motornya memasuki kawasan pertigaan, mengingat-ngingat alamat yang diberikan Mery.

Terus aja, ada pertigaan lagi belok kiri. Terus lurus, ada warteg namanya muantep...

Ah, Aldevan mendesah, lupa kalimat seterusnya. Lalu bagaimana? Membangunkan Mery pun Aldevan semakin tidak tega. Berpikir, akhirnya Aldevan mengikuti saja dulu jalur yang ia ingat.

Lalu ketika sampai di warteg bernama muantep, Aldevan bingung harus belok ke arah mana. Hanya ada dua belokan, kiri atau kanan? Tidak mau ambil pusing, Aldevan akhirnya bertanya pada seorang Bapak yang sedang membersihkan motor di depan rumahnya.

"Permisi, Pak?"

Bapak itu menoleh lalu melirik Mery sekilas. "Ada apa ya, Dek?"

Gue nanya gimana ya? batin Aldevan.

Usai menemukan kata yang menurutnya tepat Aldevan bersuara. "Bapak tau rumah warna oren pagar hitam di sini?"

Bapak itu mengernyit beberapa saat lalu membentuk mulutnya seperti huruf O seolah mengetahui sesuatu. "Oh, rumah Mery? Kebetulan Bapak ketua RT. yang di belakang kamu itu Mery kan?" kemudian Bapak itu melirik Mery.

"I-iya, Pak." Aldevan jadi malu sendiri.

Bapak itu tertawa pelan. "Bapak tau kok, bentar ya. Nak, Syifa, cepetan kemari!" Lalu menoleh ke belakang dan memanggil seseorang. Tak lama seorang gadis berumur sepuluh tahunan bersama boneka di tangannya berjalan mendekat.

"Kenapa Yah?"

"Kamu tunjukkin kakak itu dimana rumah kak Mery, mau, kan?"

"Siap, Yah." Lalu menatap Aldevan, "Kakak ikutin aku, bentar aku ambil sepeda dulu."

Gadis itu mengambil sepedanya yang terparkir di halaman rumah. Sementara Aldevan menyalakan mesin motornya. Keningnya mengerut dalam, dia menatap anak itu sesaat lalu menoleh pada Mery. Dia bingung, apa hubungan Mery dengan gadis itu?

"Ayo, Kak," pinta gadis itu ketika sudah menaiki sepedanya.

Aldevan pun menggangguk, dia mengikuti saja dengan pasrah jalan yang ditempuh gadis itu. Meski sekarang banyak pertanyaan memenuhi otak Aldevan, dia tetap diam sampai gadis itu bersuara lagi.

"Kakak pacarnya ya?" tanya gadis itu, Aldevan sengaja memelankan motornya agar sejajar dengan gadis itu.

Aldevan menggeleng. "Bukan."

Gadis itu terkekeh. "Cie kakak malu-malu, jangan bohong kak."

"Tau apa lo?"

Gadis itu tersenyum. "Aku tau kak Mery, dia sering main ke rumah aku. Aku juga sering main di rumahnya, hampir tiap sore malahan. Dari kak Mery SMP kami udah sering main bareng."

METAFORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang