Chapter 34: Pelampiasan
Tak peduli siapa kamu, apa kelebihan dan kekuranganmu, yang penting kamu sudah menjadi pemilik hatiku.
•••"Kenapa lo tiba-tiba bawa gue menjauh? Gue masih mau ngobrol sama Hana," tanya Mery. Berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Aldevan.
Jika semua pasang mata justru terpaku pada teater yang mulai diiringi musik di panggung sana, tidak bagi Aldevan, cowok itu malah membawa Mery menuruni tangga.
"Lo kenal Hana?" tanya Aldevan to the point.
"Baru tadi, lo kenal? Mukanya kayak nggak suka amat gitu."
Aldevan menghela berat, jangan lupa jika tangan mereka masih menggenggam erat, mengundang teriakan histeris para siswi ketika mereka lewat.
Njass dah, pamer bet tuh adek kelas
Alah, kutil cicak. Gue juga bisa.
Aduh abang ganteng pamer kemesraan.
Iya tuh, gak tau apa adek lagi jomblo.
Umpatan itu terdengar jelas sepanjang lorong yang mereka lewati, dari rooftop sampai kaki mereka memijak anak tangga terakhir, suara itu masih menusuk pendengaran mereka namun Aldevan enggan mempedulikannya.
Oke, kembali ke topik. Aldevan hanya takut nantinya Hana menebar aura pengkhianatan dalam diri Mery.
Aldevan mengajak Mery pergi ke sisi lapangan, mengalihkan perhatian siswi dari lantai atas sampai bawah. Semua mata menuju ke satu titik, tempat Mery dan Aldevan berada. Mereka seolah melenyapkan pertunjukkan tari di panggung sana.
"Kok bawa gue ke sini? Panas tau, kan lebih adem di atas tadi. Lo mau pacar lo yang cantik ini jadi item? Ogah banget!" kekeh Mery, ia mengipaskan tangannya.
Sama, Aldevan tetap diam. Cowok itu justru menyerahkan kameranya pada Mery. Cewek itu mengerjap sekali, membiarkan kameranya mengudara.
"Apaan?"
"Cepetan ambil," kata Aldevan. "Gue mau lo belajar motret pake ini, nggak ada bantahan. Pokoknya lo harus bisa."
Mery melongo beberapa saat, ia sama sekali tidak berniat belajar hal semacam ini. Khususnya kamera, yang jarang sekali dipegang tangannya.
"Males ah, lo aja sana. Mending gue ngecat kuku," sahutnya sekenanya.
Aldevan melengos, ia tetap memaksa Mery sampai cewek itu mau. Tangannya dengan paksa memberikan kamera itu untuk Mery.
Mery mengernyit dalam lalu mengerucutkan bibirnya, melirik sekilas kamera itu dengan malas lalu menatap Aldevan. "Gue bilang gue males pacar ganteng, lo tuli atau apasih?!" ketus Mery.
Aldevan terkekeh, bukannya menyahut ia justru berdiri di belakang Mery, dari belakang tangannya bergerak cepat mengangkat kamera yang masih di tangan cewek itu. Tinggi Mery yang hanya sedadanya membuat Aldevan tidak perlu susah payah berjinjit dan memutar lensa.
KAMU SEDANG MEMBACA
METAFORA
Teen Fiction[PROSES REVISI] "Pertama, lo harus jadi cupu selama yang gue mau!" Apa jadinya jika seorang badgirl, tukang rusuh dan pembuat onar di SMA Bakti Buana mendadak mengubah cupu penampilannya? Ya, Mery Thevania harus merasakan itu saat pertama kali bert...