41 | KASMARAN

7.7K 372 5
                                    

Chapter 41: Kasmaran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 41: Kasmaran

"Ih. Nggak mau pulang ke rumah, gue pengen di sini aja. Gue takut di rumah sendirian," mencak Mery. Ia menarik-narik seragam Aldevan. Membuat cowok itu menghela berat.

"Terus lo mau pulang kemana selain ke rumah? Kata dokter lo harus banyak istirahat, Ry. Lo belum pulih penuh," jawab Aldevan. Mery mengerucutkan bibir lalu melepaskan tarikannya dari seragam Aldevan.

Mery mendengus. "Rumah gue kan sepi, gak ada orang, papa pasti pulangnya malam," lirih Mery. "Lagian kita kemana kek, asal jangan pulang ke rumah gue. Males banget dah."

Aldevan menggeleng sambil berdecak beberapa kali, melihat tingkah Mery yang aneh itu. Tapi, mengapa ia harus menghindar dari rumahnya sendiri?

"Kita jalan-jalan aja," saran Mery.

Aldevan mengernyit, lagipula ini sudah sore, sepertinya tidak baik bagi mereka berdua menghabiskan waktu berdua. Entar ada gosip-gosip tidak enak tersebar luas.

"Ini udah sore, Ry."

"Ya nggak papa kan, kita cuma jalan-jalan, nggak sampe nginep ke hotel. Ih boleh ya? Ya ya? lo takut amat sih?" desak Mery lagi, wajahnya berubah melas, menyatukan kedua telapak tangan.

Kalau begini, Aldevan bingung harus berbuat apalagi, toh, jika ia menolak Mery pasti semakin mencak-mencak tidak karuan.

Setelah berpikir, Aldevan akhirnya menganggukan kepala pelan. "Sebentar aja, nggak boleh lama-lama. Lo harus banyak istirahat," final Aldevan.

Senyum puas Mery mengembang begitu sempurna, saking senangnya, ia sampai berlutut dari atas brankar sambil mencubit gemas pipi Aldevan.

"HOREEE, gemesin banget ah pacar gue, pengen gue bawa pulang terus gue mainin. Unch-unch," kata Mery, Aldevan mengernyit sebab kalimat itu terdengar ambigu.

"Mainin?"

"Kenapa?" Mery memicing, ia tertawa menyadari sesuatu. "Pikiran lo mesum ya? Ish, es gue udah gede. Nggak papa, nggak papa, itu wajar. Lo cuman kebanyakan nonton gituan."

Aldevan menjitak kepala Mery. "Sembarangan aja lo," dengus Aldevan.

"Sakit tauuu!"

Aldevan melirik dengan ujung matanya. "Yaudah, cepetan lo ganti baju."

Mery mengangguk antusias, setelah Aldevan keluar ia mengganti baju pasien dengan sweater berwarna biru yang dibawakan Raya beberapa jam lalu. Untuk bawahan, Mery sampai berdecak sebal karena rok hitam sebawah lutut Al gsangat tidak cocok menurutnya.

"Kenapa harus rok cupu ini, sih?" gumam Mery kesal.

Tidak mau membuang waktu, akhirnya ia keluar dengan wajah murung, sesekali merapikan roknya.

"Udah?" tanya Aldevan datar.

"Belum, kayanya gue harus ganti baju lagi deh."

Aldevan berdecak. "Ribet, itu udah bagus."

METAFORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang