45 | LETTER PROMISE

7.3K 369 6
                                    

Chapter 45: Letter Promise

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 45: Letter Promise

Sisi baik dari setiap orang berbeda, maka lihatlah dari sudut pandang yang kamu sadari, walau ada yang berusaha menutupi kebaikannya.
•••

"Tinggalin semua kebiasaan buruk lo."

Jawaban Aldevan membuat Mery mengerucutkan bibir, jika ditanyakan soal kebiasaan ia memang sulit merubahnya. Dari dulu, kebiasaan buruk Mery bagai bayangan yang mengikuti kemana pun ia pergi.

Jangankan merubah, hal sepele seperti mengancing dua seragam atasnya saja ia sering lupa.

"Merubah gimana sih maksud lo? Dari sananya gue emang ditakdirin kayak gini. Enggak ah gak mau, gue nggak terima," rengek Mery. Melipat tangan di bawah dada.

Aldevan memutar bola matanya malas, menarik satu tangan Mery dan menyentuhkannya ke dadanya. "Ya sudah, terserah lo. Jadi hadiahnya juga nggak jadi."

Mery menatap Aldevan terkejut. "Eh, masa gitu?"

Aldevan menatap Mery pongah. "Supaya adil, lo nggak terima, gue juga nggak terima ciuman pertama gue lo ambil percuma. Lagian, apa susahnya lo berubah demi gue, demi masa depan lo sendiri," kata Aldevan.

"Artinya lo bakal nikah sama gue?" tanya Mery antusias.

Aldevan menyentil dahi cewek itu. "Ngarep. Maksudnya supaya lo itu nggak nyusahin mulu."

Bahu Mery merosot, berpikir sebentar, dalam hati yang terdalam ia bisa membenarkan ucapan Aldevan. Seharusnya ia mengerti jika dirinya begitu mencintai cowok itu. Tetapi ia ragu apakah Aldevan juga mencintainya?

"Eng ..." Mery memicing, dia menatap Aldevan yang mendengus geli. "Yeuy, syarat lain kek."

"Gak ada. Kebanyakan mikir deh lo, syarat gue itu mudah, lo cuma harus jadi anak pintar, gak teladan juga nggak papa. yang penting, jangan sampai gue ngeliat lo keluar masuk ruang BK lagi."

Mery mendengus sebal. "Em ... yaudah deh, gue terima permintaan lo."

"Bukan permintaan, tapi syarat," koreksi Aldevan.

Mery manggut paham. "Jadi, ini bukan permintaan keempat lo?" tanya Mery, tatapannya mengikuti ke arah Aldevan berjalan, nakas kecil di sisi ruangan UKS.

Aldevan mendelik cewek itu, tangannya sibuk mencari sesuatu dalam laci. "Hm. Lo jangan senang dulu, belum tentu permintaan gue cuman sampai di situ."

"Oh."

Menemukan apa yang ia cari, Aldevan berbalik dengan selembar kertas dan satu buah pulpen di tangannya. Namun baru saja membalik badan, Aldevan berjengit kaget mendapati Mery yang menampilkan senyum.

"Buset."

Mery terkekeh geli. "Udah baikan ya pacar? Gue ke kelas dulu ya, bye--"

Belum sempat Mery melangkah, Aldevan menahan lengannya, membuat cewek itu menatapnya.

METAFORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang