25 | MANTAN BERKEDOK SAHABAT

10K 468 2
                                    

Chapter 25: Mantan Berkedok Sahabat

Mungkin, bagi Hana masa lalunya dengan Aldevan itu sesuatu yang sulit dilupa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mungkin, bagi Hana masa lalunya dengan Aldevan itu sesuatu yang sulit dilupa. Buktinya, buku album berisi foto kenangan mereka tertata rapi pada rak khusus samping kasur Hana.

Dia meraba tiap lembar halaman album itu, foto masa kecil mereka begitu rapi bahkan tak ada yang usang sedikit pun, masih seperti baru saja dicetak.

"Gue kangen lo yang dulu, Aldevan." Hana mendekap album itu, tersirat rasa penyelasan mendalam yang ia pendam karena pernah meninggalkan Aldevan dulu. "Gue sekarang ngerti kenapa lo marah, lo pasti kesel gue tinggalin mendadak gitu." Setetes air mata Hana berhasil jatuh. Rasa sesak timbul di dadanya. "Tapi gue bisa apa, gue kepepet banget waktu itu, gue nggak bisa ngomong panjang lebar sama lo. Ayah bilang kalau gue nggak bisa lama-lama di Indonesia."

Masih, kehangatan yang pernah ia rasakan dulu rasanya sulit untuk kembali. Hana hampir saja memukul lengannya sendiri. Meskipun Aldevan berada di hadapannya tetap sulit memastikan Aldevan kembali padanya lagi.

Mungkin saja, ada hati lain yang harus cowok itu jaga selama dirinya tidak ada.

"Sekarang pun gue nggak tau, lo lagi seneng sama siapa, lo lagi bahagia siapa, atau lo lagi ngebahagian siapa gue nggak tau. Intinya, gue hanya mau lo kembali sayang sama gue ... Aldevan," ucap Hana sambil menangis sesegukan. Dia kembali menatap foto itu sendu, lagi, air matanya jatuh membasahi foto itu.

"Tapi gue harus berusaha, ya, gue berusaha, gue harus kuat perjuangin cinta lo lagi."

Hana mengusap air matanya karena pintu mendadak terbuka, buru-buru dia menyimpan album itu di bawah bantal. Mengontrol diri dan napasnya yang masih tidak normal.

"Hana." Itu suara bundanya yang menyembulkan kepala di balik pintu.

"Iya Ma." Hana menoleh. "Ada apa?"

Bundanya berjalan mendekat dan duduk di samping Hana, mengusap turun rambut putrinya.

"Hari ini jadi mau ke rumah Aldevan?" tanya bundanya.

Hana mengangguk, lagipula dia sangat menunggu-nunggu hal itu sejak tadi. Berkunjung ke rumah Aldevan, bermain bersama, tertawa ceria seolah beban di pundaknya lenyap begitu saja.

Namun, apakah itu mungkin terjadi?

"Hana kangen Aldevan, Ma. Kangen main sama dia," kata Hana lesu. "Hana rasanya pengen banget kembali ke masa lalu, main petak umpet sama Aldevan, main ayunan tiap sore. Main sepeda bareng. Semuanya bareng-bareng, Hana juga masih ingat Hana pernah makan satu piring sama Aldevan dulu," tutur Hana, dia menahan air matanya jatuh.

Bundanya merapatkan bibir, dia mengerti permasalahan yang dihadapi putrinya sekarang. Jauh berbeda jika dulu mereka memperebutkan mainan, dewasa ini mungkin mereka sudah mengenal hati.

"Bunda tau sayang, sebab itu bunda minta ayah pulangin kamu ke Indonesia," ucap bundanya menenangkan. "Bunda sering liat kamu buka album masa kecil kamu sambil nangis. Kamu kira bunda nggak tau? Selama di London, bunda sering intipin kamu," katanya. Memang benar, dia sering mendapati Hana membuka tiap lembar album itu sambil menangis. Sejak itu, bundanya mengerti jika Hana merindukan teman masa kecilnya.

METAFORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang