42 | PUTUSKAN DIA

7.6K 375 0
                                    

Chapter 42: Putuskan Dia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 42: Putuskan Dia

Kamu kembali bukan berarti perasaanku akan tetap sama, meski hati ini sulit mengakui jika kamu adalah masa lalu yang pernah singgah dalam suka duka.
•••

"Berapa kali bunda katakan sayang, bunda pasti buat Aldevan kembali suka sama kamu, tinggal tunggu waktunya yang tepat saja," ujar Hasna--bundanya Hana, yang mencoba memperingatkan lagi pada Hana agar tidak mempertaruhkan kesehatannya hanya demi Aldevan.

Cewek itu terlihat menangis sesegukan, sambil memijat kakinya yang membengkak akibat terjatuh sore tadi.

"Sekarang kamu lihat lutut kamu, sampai lecet begini, mama takut berdampak pada penyakit kamu, apa sebaiknya sekarang kita ke dokter?" tanya Hasna khawatir.

Hana menggeleng. "Nggak usah, Ma, cuman lecet sedikit. Beberapa hari lagi juga sembuh."

Hasna menghembuskan napas berat, ia menatap putrinya nanar dan mengusap turun rambut Hana. "Sedikit apanya? Ini parah Hana, ayo kita ke dokter."

Hana menggeleng lagi, sesaat ia tersenyum menatap Hasna. Sungguh, meski sakit di lukanya masih terasa, ia harus tetap kuat.

"Ma, Hana nggak selemah itu sampai harus ke dokter, Hana masih bisa menahan."

"Tapi mama nggak sanggup liat kamu gini terus, kamu sakit, kamu mengharapkan sesuatu yang rasanya mustahil," kata Hasna, membuat Hana reflek menatapnya.

"Maksud Mama apa?"

Buru-buru Hasna mengalihkan pandangan, ia hampir saja keceplosan titik terdalam kata hatinya. Bahwa, jika putrinya mengharapkan Aldevan lagi itu rasanya sia-sia.

Padahal masih banyak cowok lain yang pantas untuk Hana. Namun tidak, ia akan berusaha bagaimana pun caranya agar Hana menghabiskan waktu setidaknya sedikit bersama Aldevan.

"Gapapa, sekarang kita ke dokter ya."

"Ma. Hana--"

"Kamu jangan membantah lagi Hana, ini demi kesehatan kamu!" bentak mamanya.

Sesaat kemudian Hana tidak berani lagi bersuara, ia hanya bergerak mengikuti kemauan mamanya.

•••

"Besok jemput lagi ya pacar ganteng, kalo boleh kita jalan-jalan lagi kayak tadi. Asik banget, pergi ke taman, ke toko bunga, makan eskrim," ucap Mery pada Aldevan, cowok itu baru saja menghentikan motornya di depan rumah Mery. "Makasih ya bunganya."

Sesaat Aldevan tersenyum lalu melepas helm, merapikan rambutnya yang acakan, tapi hanya bergumam sebagai jawaban.

"Kok gitu sih? Nggak ikhlas ya?" tanya Mery, setelah turun dari motor Aldevan.

Aldevan lantas menggeleng. "Ikhlas kok. Besok jangan keluar rumah sebelum gue sampe."

Mery mengernyit. "Lah, kenapa? Lo mau masuk dulu?"

METAFORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang