Chapter 38: Permintaan Ketiga
Aku sendiri masih sulit mengakui perasaanku saat ini, bahkan ketika semesta meminta, agar aku melupakan semuanya.
-Mery Thevania-
•••Selang puluhan menit sudah, Aldevan menopang dagunya dengan tangan. Sambil menunggu kabar dari dokter tentang keadaan Mery, yang sedang dirawat di ruang ICU.
Jam berdetak pada dinding koridor memecah kesunyian, Aldevan memijit pelipisnya berkali-kali, kepalanya terasa berdenyut saat memikirkan siapa pelaku itu.
Mungkinkah Hana? Tapi bagaimana ia tahu jika Mery tidak bisa berenang?
Memilih memikirkan itu nanti, Aldevan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Suara langkah kaki terdengar mendekat, Aldevan melirik ke samping dan mendapati Raya bersama Bu Astri berjalan mendekat.
"Gimana, udah ada kabar?" tanya Raya cemas. Aldevan menggeleng cepat.
"Belum."
Raya menghembuskan napas berat. "Gue takut Mery kenapa-kenapa." Lalu menjatuhkan pantatnya pada kursi samping Aldevan. "Lo nggak cemas gitu?" tanya Raya, menatap Aldevan.
"Apa dari muka gue lo nggak bisa simpulin sesuatu?" tanyanya datar. Raya langsung nyengir.
"Nggak usah cemas, Mery cuma tenggelam dan kehabisan napas, dokter cuma perlu ngecek saluran pernapasannya, mungkin Mery terlalu banyak meminum air kolam," ujar Bu Astri menenangkan, menyentuh bahu Aldevan. "Ibu belum bisa menghubungi orang tua Mery, takutnya terjadi kesalahpahaman apalagi pelakunya belum ditemukan. Apa kamu bisa membantu Ibu Aldevan? Setelah Mery sadar, kamu tanyakan sama Mery ciri-ciri pelakunya secara perlahan. Bisa?"
Aldevan mengganguk, toh, memang hal itu yang ia tunggu-tunggu. Aldevan harus mengetahui siapa pelakunya, agar tidak ada lagi bahaya untuk Mery.
"Bukan Mery saja, Ibu juga perlu menanyakan seluruh murid. Pasti di antara mereka adalah pelakunya, Bu, Ibu harus minta kesaksian dari Sarah. Ibu nggak boleh diem aja."
"Ibu ngerti Aldevan. Intinya kamu harus tenang, Ibu pasti menemukan pelakunya," sahut Bu Astri. Lalu menatap Raya dan Aldevan bergantian. "Sekarang ibu tinggal dulu, masih ada yang harus diselesaikan terutama masalah Mery. Kalian nggak papa, kan di sini berdua?"
Raya mengangguk, sementara Aldevan mengacak rambutnya yang masih basah, frustasi.
"Nggak papa, Bu," jawab Raya.
Bu Astri pun mengangguk paham, dia bergegas meninggalkan koridor dengan langkah terburu-buru dan menghilang di balik pertigaan.
Sekarang hanya ada Raya dan Aldevan, mereka sama-sama Diam selama beberapa saat, sampai akhirnya Raya memecah keheningan.
"Lo yakin nggak tau pelakunya?" tanya Raya.
Aldevan lantas meneggakkan punggung dan menatap cewek itu dalam. "Pertanyaan lo terlalu retorik, gue nggak setega itu nyembunyiin pelakunya dari pacar gue sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
METAFORA
Teen Fiction[PROSES REVISI] "Pertama, lo harus jadi cupu selama yang gue mau!" Apa jadinya jika seorang badgirl, tukang rusuh dan pembuat onar di SMA Bakti Buana mendadak mengubah cupu penampilannya? Ya, Mery Thevania harus merasakan itu saat pertama kali bert...