28 | MENGHINDAR

9K 426 19
                                    

Chapter 28: Menghindar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 28: Menghindar


Antara kamu dan dia, hati mana yang harus aku jaga?

•••

"Lo udah nyiapin semuanya, Al ? besok kak Bima minta kita ngumpul sebelum pukul tujuh, menurut gue harus selesai malam ini juga," tanya Kevin. Memutar tubuh menghadap Aldevan.

Aldevan menggeleng, malam ini sungguh melelahkan baginya, bukan uring-uringan di kasur dia justru sibuk mempersiapkan pertunjukan eskul besok. Bukan hanya mereka, para anggota OSIS lain juga sibuk mempersiapkan panggung dan sarana lainnya di lapangan sana.

Arlan memijit pelipisnya, ia menaruh kardus berisi stick drum ke atas meja. "Menurut gue kita nggak bisa selesain malam ini juga, ada banyak barang terus properti eskul yang belum siap, gue udah capek banget, udah dua jam kita di sini. Mana nggak ada makanan lagi."

Benar sekali, Kevin bahkan belum makan mulai siang tadi hingga perutnya yang keroncongan membuat Arlan tertawa renyah.

"Haha, cacing lo minta dikasih makan," kata Arlan. "Gimana, Al ? Lo mau di sini sampai kapan?"

Aldevan menghela berat, ia tak tau mau sampai kapan di sini, meski ototnya terasa begitu letih dia tetap memutuskan menyelesaikan semuanya malam ini juga. Aldevan itu tipe cowok pekerja keras, baginya tugas ini sepele jika dikerjakan sepenuh hati.

"Ini tanggung jawab, lo harus selesaikan dengan baik. Andai gue punya sepuluh tangan gue akan selesaikan semuanya sendiri dalam sepuluh menit," tutur Aldevan. Dia menatap Arlan dan Kevin bergantian.

Arlan mendengus kuat-kuat.

"Masalahnya gue laper, Al . Gua pasti mati dibiarin kelaperan kayak gini, antara busung lapar atau mati karena kelaperan, gue milih busung lapar."

"Lo mau nyamain kewajiban ini dengan neraka?"

Arlan menggeleng. "Bukan gitu, saat lo kerja lo perlu makan bukan, kita yang nyiapin pertunjukkan buat esok aja nggak dapat makanan."

"Ini bukan seminar, pihak OSIS mana mau ngasih lo makan tiga piring," kekeh Aldevan.

"Lo mah enak dibawain bekal sama nyokap, macam anak mami aja," sahut Arlan tak mau kalah.

Aldevan melotot tajam. "Sialan! Gue bukan anak mami. Nyokap gue maksa!"

Kevin mengetuk meja dengan pulpen, membuat keduanya diam. "Udah-udah. Lo bedua pasti tau, permintaan kak Bima itu adalah perintah, jadi gue nggak nyaman kalo nolak. Menyeramkan. Aura misterius milik ketos itu bikin gue merinding. Ah, gini aja. Lo mau sampai kapan di sini, Al ?" tanyanya, mengulang pertanyaan Arlan.

"Sampai semuanya selesai," sahut Aldevan final membuat Arlan melongo.

"Buset dah, mau kurus dalam sehari lo?" Arlan melirik sekilas jam tangannya setelah berbaring sembarang di lantai keramik. "Jam tujuh lewat empat puluh lima menit, bentar lagi jam delapan. Lo yakin? Mau malem banget dah."

METAFORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang