51 | BERTAHAN ATAU PERGI?

7K 333 8
                                    

Chapter 51: Bertahan Atau Pergi?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 51: Bertahan Atau Pergi?

Hati tidak seharusnya digunakan untuk balas budi pada orang yang tidak kamu cintai.

•••

"Ry, Ry. Ada berita heboh, lo cepetan keluar. Gue ada berita penting buat lo!" teriak Tasya antusias dari ambang pintu.

Mery yang baru saja membuka lembar pertama bukunya kini menoleh, menatap penuh penasaran. "Apaan sih? Gue lagi belajar, sanaan dah. Hush."

Tasya berdecak tak sabar. Tangannya melambai-lambai. "Ayolah Ry, gue yakin lo nyesel nggak denger ini sekarang. Semrawut atuh, penting, penting, penting. Soal pacar lo, Ry. Aldevan."

Jika tidak mendengar kata Aldevan, Mery tak akan menganggukan kepala dan bergegas menghampiri cewek itu.

"Emang pacar gue kenapa? Muntah-muntah lagi, sakit kepala, dia demam? Luka? Cepetan jawab," cecar Mery, seraya mengguncang tubuh Tasya.

"Lepasin gue dulu, Ry gimana mau ngomong?" kekeh Tasya, kepalanya mendadak pusing akibat guncangan Mery.

Mery lantas menghentikkan guncangannya, sadar akan sikapnya yang membuat Tasya geleng-geleng kepala.

"Tadi lo minta cepetan."

"Iye maksud gue cepetan ke sini."

Mery memutar bola mata malas. "Hedeh. Lanjut ngomong deh, berita apa? Kayaknya penting banget."

"Iyeuh. Penting, nih yo, pasang telinga lo baik-baik, keluarin semua kotorannya," ujar Tasya apa adanya.

Mery pun semakin konyol, ia mau-mau saja mengikuti apa kata Tasya. Mengorek telinganya. "Bersih, eh, au ah, telinga gue emang bersih. Lo bikin basa-basi aja. Cepatan ngomong. Aldevan kenapa?"

Tasya menghela napas panjang membuat Mery semakin gugup menunggu.

"Bukan pacar lo sih yang kenapa-kenapa. Tapi Hana!" Mendengar itu, Mery menjitak kepala Tasya keras.

"Terus apa hubungannya sama pacar gue?!" kesalnya.

Tasya mengelus kepalanya sehabis dijitak Mery. "Gue belum selesai ngomong, oke to the point aja. Pacar lo bopong Hana ke UKS."

"Apa?!"

•••

Tinjuan demi tinjuan Aldevan daratkan pada samsak yang menggantung di langit-langit ruang olahraga. Kesal, sedih, kecewa, marah semuanya bercampur jadi satu hingga dia tidak bisa berkata-kata apalagi.

Ini adalah kebiasaannya, saat kesal terutama. Ia akan memukul apa pun benda yang ada di hadapannya tanpa ampun. Tapi jangan salah dulu, Aldevan bisa saja memukul orang jika ia sedang kalap.

Maka dari itu, samsak di ruang olahraga itu dijadikan korban. Matanya memicing, tinjuannya berlanjut tanpa elakan, serta keringat yang mengucur dari pelipis cowok itu membuat siapa saja yang melihat akan bergidik ngeri.

METAFORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang