43 | REVOLUSI LANGKA

7.6K 379 8
                                    

Chapter 43: Revolusi Langka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 43: Revolusi Langka

Sekarang aku mengakui jika rasa ini adalah cinta, dalam selang waktu yang kita habiskan, dalam rasa yang kita tumpahkan, semesta, bolehkah aku meneriakkan pada dunia, bahwa aku mencintainya?
-Mery Thevania-
•••


Tiga orang cewek sedang berkumpul di salah satu ruangan berac lengkap dengan beberapa fasilitas lainnya. Ada wifi, TV LED, kulkas, AC, bahkan luasnya hampir sama dengan ruang tamu. Dimana lagi kalau bukan di kamar Mery, kamar yang penuh makanan serta fasilitas mewah yang membuat siapa saja betah berlama di sana.

Tasya sibuk berkutat menyelesaikan tugas di macbooknya, sesekali memijat pelipis, faktor dari banyaknya tugas yang diberikan Pak Yoshi. Memusingkan kepala.

"Ah sialan." Kini Tasya sudah muak pada tugasnya. Ia menutup macbook, meluruskan kaki, sebelum akhirnya menguap dan merebahkan tubuh pada kasur king size Mery.

"Kesel banget Sya, why?" tanya Raya, tangannya sibuk mengepang rambut Mery.

Tasya menoleh setelah mendengus. "Biasa, tugas pak kumis, nyuruh-nyuruh gue bikin soal matematika."

Raya terbahak puas. "Kesian deh lo, untung gue sama Mery di rumah sakit waktu itu, jadi kita ada alasan ngehindarin tugas. Iya kan, Ry?"

Raya menyenggol lengan Mery namun cewek itu tetap diam, sontak mengundang kerutan dalam di kening kedua sahabatnya.

"Kenapa tuh anak?" tanya Tasya.

"Kesambet setan paling," jawab Raya ngawur.

"Coba lo tarik kepangnya."

Raya pun mengangguki saja lalu menarik satu kepang Mery yang sudah jadi. Mery lantas mengaduh.

"Aww, sakit bego, sialan banget sih lo!"

Tasya mendesis. "Slow bitch, kita heran aja kenapa lo ngelamun tadi. Mikirin pacar?" tanya Tasya berjalan mendekat.

Mery menatap pantulan dirinya pada cermin kemudian tersenyum. "Ho oh, gue nyesel gue nggak sadar saat dia ngasih napas buatan."

Tasya menggeleng sambil berdecak beberapa kali, sementara Raya kembali fokus mengepang rambut Mery seraya mendengar obrolan mereka.

"Ceilah nih anak, tinggal lo minta ulangin napa susah sih?" saran Tasya. Berbisik. "Gini aja, lo bilang lo mau ciuman pertama dari dia, gimana?"

Mery menaikkan kedua alisnya. "Gak ah, gue dikira murahan entar," sungutnya.

"Hedeh. Lo kan pacarnya, lo pasti punya hak minta gituan. Atau lo ngode kek."

"Pura-pura sesak napas aja, Ry. Jadi lo nggak usah ngomong lo mau itu." Kali ini Raya bersuara.

Tasya menoyor kepala Raya. "Ogeb nih anak, itu malah ketahuan. Ikutin saran gue aja, Ry. Jujur lebih baik, siapa tau di kasih tanpa syarat."

METAFORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang