Chapter 39: Pelaku dan Pelukan
Entah kenapa hati ini mengkhawatirkan kamu, padahal perasaanku tidak lebih dari angin yang berlalu
•••"Rambut gue sakit, gue dijambak, mata gue ditutup pake kain, tangan gue diiket, kaki gue juga. Saat itu, gue merasa kayak mumi yang siap dilempar ke dalam peti," kata Mery. Ia menunduk ketakutan. "Gue ingat tubuh gue juga diiket, setelah itu gue nggak bisa gerak, boro-boro mau ngelawan."
Mery bersuara serak, setelah Aldevan menanyakan kronologi kejaAldevan sebelum dia dilempar ke kolam, mata cewek itu berkaca-kaca, tangannya meremas selimut berwarna putih. Wajahnya pucat serta bibirnya gemetar.
Untuk kedua kalinya, Aldevan melihat Mery menitikkan air mata, selepas pertanyaannya beberapa hari lalu di perpustakaan.
"Lagi, apa yang lo ingat?"
Meski berat, Aldevan tetap bersikukuh melanjutkan pertanyaannya. Karena selagi ia bisa, tidak ada kecuali untuk mengurungkan perintah Bu Astri.
"Setelah itu ... gue diseret sampai ke kolam, selagi gue diseret gue denger mereka ngobrolin sesuatu. Gue denger nama lo dan gue disebut beberapa kali, tapi gue nggak bisa nyimpulin perbincangan mereka karena setelah itu telinga gue ditutup juga." Mery menahan air matanya jatuh, ia enggan menatap Aldevan, memilih menatap ke arah lain. "Intinya, gue takut lah. Gue takut itu terjadi lagi, gue lemah saat itu."
Aldevan mengangguk paham, dari situ ia menyimpulkan kejahatan ini memang sengaja direncanakan. Jelas, semua properti dalam kejahatan itu sudah disiapkan. Secara kondisi dan waktu saja, begitu tepat, ketika Mery sendiri.
"Apa lo pernah ngasih tau orang lain lo nggak bisa berenang?"
Mery menggeleng, ia menyeka sudut matanya yang berair. "Seingat gue nggak pernah."
"Dengan sahabat lo sekali pun?"
"Iya, Raya dan Tasya nggak tau gue nggak bisa berenang. Gue simpan hal itu sendiri, dan sekarang cuman lo yang tau," jawabnya selirih mungkin. Tapi tetap terdengar serius.
Aldevan menaikkan satu alisnya. "Kenapa suara lo pelan amat?"
"Gue rasanya pengen nangis kenceng kalo buka mulut, lo nggak pekaan amat sih?!" Mery mencebik kesal. Ia memukul dada Aldevan pelan.
Aldevan tidak memberontak, dia malah membiarkan Mery memukulnya berulang kali. Membiarkan cewek itu meluapkan semua kekesalannya.
"Lebih kenceng lagi, Ry. Pukul gue. Sekeras mungkin, sekuat tenaga lo," ujar Aldevan, Mery menghentikkan pukulannya di udara.
"Lo-"
Aldevan mendapati mata Mery berkaca-keca. "Iya. Lo luapin semua rasa kesal lo sekarang, jangan berhenti, terus pukul gue, Mery. Cepetan, jangan tahan emosi lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
METAFORA
Teen Fiction[PROSES REVISI] "Pertama, lo harus jadi cupu selama yang gue mau!" Apa jadinya jika seorang badgirl, tukang rusuh dan pembuat onar di SMA Bakti Buana mendadak mengubah cupu penampilannya? Ya, Mery Thevania harus merasakan itu saat pertama kali bert...