13 | TUDUHAN PALSU

11.5K 534 2
                                    

Chapter 13: Tuduhan Palsu

Kali ini Pak Yoshi tidak main-main dengan hukumannya, jika dulu guru berumur 45 tahun itu membiarkan saja murid yang berbuat onar melaksanakan hukumannya atau tidak, sekarang sungguh berbeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kali ini Pak Yoshi tidak main-main dengan hukumannya, jika dulu guru berumur 45 tahun itu membiarkan saja murid yang berbuat onar melaksanakan hukumannya atau tidak, sekarang sungguh berbeda. Tampaknya Pak Yoshi sangat kesal akibat ulah Mery. Seragamnya keciprat teh panas sekaligus buku beliau kotor tertumpah teh itu.

Dan di tepi lapangan inilah Pak Yoshi berada, beliau berkacak pinggang sambil mengamati Mery memungut sampah.

"Cepat Mery, kamu mau saya menunggu berapa lama?! Saya sudah kepanasan," seru pak Yoshi sambil mengipas-ngipaskan tangannya.

Mery menoleh, ia menyelipkan poni ke telinga. "Iya Pak iya. Heh, Bapak kira saya tukang sampah? Lapangan bersih gini dibilang kotor. Situ buta atau picak?"

Pak Yoshi melotot, Mery lagi-lagi membuatnya naik pitam, tapi pak Yoshi berusaha sabar mengelus dada.

"Saya masih bisa mendengar Mery, kamu mau saya tambah hukumannya lagi?"

Mery menggidikan bahu. Enggan menanggapi ucapan pak Yoshi dan memilih memungut daun kering di tanah.

Namun dengan dihukumnya Mery itu adalah surga kecil bagi para murid kelas 11 IPA-1, akhirnya Pak Yoshi tidak masuk kelas, memilih mengawasi Mery atas hukumannya.

Aldevan yang melihat kejaAldevan itu dari dalam kelas hanya tersenyum sinis. Posisi duduknya yang dekat ambang pintu mempermudah melihat situasi luar.

"Cie lo senyum-senyum sendiri," celetuk Arlan, menusuk pipi Aldevan dengan telunjuknya.

"Ngapasih lo? Gue senyum sinis kale." Aldevan berujar sambil menoleh.

Arlan memutar bola matanya jengah. "Yaelah temen gue, bilang aja lo suka sama tuh cewek."

"Bukan tipe gue."

Arlan berdecih. Ia sengaja mendekat Aldevan guna meminjam earphone. "Sok pake tipe segala. Cewek bukan barang, Al . Menurut gue nih ya, yang namanya tipe cewek itu nggak ada."

"Ha ah nggak ada. Karena bagi lo tipe badan cewek yang ada," kekeh Aldevan.

Arlan nyengir. Ia menggaruk tengkuknya yang jelas tidak gatal kemudian menatap ke luar. "Dari pemantauan gue Mery itu cantik, badan bohay, wajah mulus, bibir seksi--"

"Masih pagi, goblok!," potong Aldevan menabok lengan Arlan. Pikiran negatif selalu saja memenuhi otak cowok itu.

"Karena pagi dipanesin dulu, otak kita bukan cuma buat ngitung gaya gravitasi sama hukum newton, makanya lo jadi kehabisan gaya."

Ucapan Arlan itu tidak jelas, membuat Aldevan terkekeh sembari menahan umpatan. Aldevan terdiam, daripada mendengar ocehan Arlan lebih baik ia membuka buku pelajaran.

"Sok buka buku, ngerti aja nggak. Nih ye daripada lo buka halaman yang bikin kepala pusing mending lo ngebet cewek cantik noh." Arlan menggidikan bahunya ke arah luar, tetapi tidak ditanggapi Aldevan apa pun.

METAFORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang