54 | KASIH YANG TERLAMBAT

7K 356 7
                                    

Chapter 54: Kasih Yang Terlambat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 54: Kasih Yang Terlambat

Tidak ada yang namanya penyesalan di awal, maka berpikirlah bijak sebelum bertindak.
•••

Aldevan mengernyit ketika sampai depan gerbang rumahnya, terlihat kosong tak berpenghuni seperti rumah Mery. Pintunya tertutup rapat, biasanya selalu terbuka kecuali semua orang sedang pergi keluar.

Matanya menyapu seluruh halaman, dan Aldevan menemukan pak Husni tengah menyiram tanaman.

"Semua orang kemana, Pak? Kok sepi?"

Pak Husni yang berdiri tak jauh dari pagar menoleh. "Semua ke rumah sakit, Den. Ibu, Non Davina, cuman Tuan aja yang gak ikut, katanya sibuk."

"Emang siapa yang sakit, Pak?" tanya Aldevan penasaran.

Pak Husni mengusap dagu, seingatnya...

"Non Hana, kalo gak salah Non Hana, temen, Den waktu kecil itu."

Mata Aldevan membola sesaat, buru-buru dia menaiki motor lalu memasang helm secepatnya. Tak peduli dengan pak Husni yang berteriak kencang dari arah pagar.

"Eh Den, Den Aldevan mau kemana?!"

•••

"Nona Hana, sebentar ya, Dek." Perawat itu mengecek sesuatu di komputernya, selesai, ia menemukan lalu berkata. "Ruang UGD, kamar nomor dua, lantai atas. Adek lurus, lalu belok kiri."

Aldevan mengangguk cepat. "Terima kasih."

Langkah lebarnya menuju tempat sesuai arahan suster tadi, Aldevan mengepalkan tangan, jujur, dia cemas luar biasa. Tidak pernah terpikir olehnya, jika kejaAldevan tadi justru memperburuk keadaan Hana.

Lalu, bagaimana bisa Anggie tidak memberitahunya hal ini?

Apakah mereka memang sudah bosan dengan dirinya? Ia bodoh, Aldevan mengakui, dia telah dibutakan oleh benci dan keegoisan.

Dalam pikirannya sekarang hanyalah Hana, Hana, dan Hana. Sebisa mungkin ia harus meminta maaf sebelum semuanya terlambat.

Sesampainya di sana, Aldevan lantas dikejutkan dengan keberadaan Anggie, Hasna, Davina, Bu Astri, tak terkecuali Arlan yang duduk sambil menautkan kedua jari, cemas.

Mereka saling mendekap, terutama Hasna yang terus menangis dalam pelukan Anggie tanpa henti. Lalu Bu Astri yang berusaha menenangkan Davina agar tidak terlalu larut dalam suasana. Dalam keheningan ini terdengar jelas tangis kekhawatiran menggema.

Aldevan menahan napas, ia mencoba mendekati mereka semua.

"Ma," panggil Aldevan pada Anggie. Sontak mengalihkan perhatian mereka semua. Kompak menoleh, Hasna mengurai pelukannya, Arlan menatapnya tajam, dan Davina yang membuang muka.

METAFORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang