27 | RAPUH

9.5K 442 8
                                    

Chapter 27: Rapuh


Terkadang aku rapuh, menyembunyikan semua beban dengan senyuman manis yang dilihat semua orang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terkadang aku rapuh, menyembunyikan semua beban dengan senyuman manis yang dilihat semua orang. Namun nyatanya, aku lebih menderita jauh dari pemikiran kalian sekarang.

-Mery Thevania-

***

Hal yang menyenangkan bagi Mery jika dapat berkumpul bersama temannya malam ini, Tasya dan Raya senang hati mengiyakan permintaan Mery untuk menginap di rumahnya. Sebab itu saat ini kamar Mery penuh dengan bungkus makanan, Raya seenaknya memakan camilan dan memanfaatkan fasilitas kamar Mery yang tidak lain adalah TV LED. Sementara Tasya, dia terlihat sibuk berkutat dengan macbook Mery.

"Emang bokap lo kemana lagi, Ry, Bukannya baru pulang dari Amerika? enak bener bisa bolak-balik seenaknya kayak setrikaan," tanya Raya. Dia menatap ke arah layar yang menampilkan drama Korea sambil memakan camilan.

Mery memutar bola matanya malas. Bukan hanya itu, dia juga malas memperhatikan ayahnya. "Gue nggak tau, nggak penting banget, apa emang urusannya sama gue?" sahutnya sekenanya.

Raya menggeleng sambil berdecak beberapa kali. "Lo kan anaknya, setidaknya lo tau dong apa kerjaan Bokap lo. Kalo gue jadi lo mah gue bersyukur, dikasih ini itu, kamar segede ini."

Mery yang tadinya menatap dirinya di cermin sambil mengoleskan bedak dingin memutar tubuhnya menghadap Raya. "Nggak usah ceramah kale. Ini rumah gue bukan mesjid, tumbenan banget lo kena angin religius," cibir Mery. "Ada atau enggaknya bokap gue, gue ngerasa nggak ada perubahan sama sekali," ucapnya lalu kembali mengoleskan bedak dingin.

"Wah-wah, bisa durhaka anak macam lo, Ry," timpal Tasya dari atas kasur. Menatap Mery sebentar lalu kembali menatap macbooknya.

"Diem lo, ikut-ikutan gue usir juga lo bedua baru tau rasa," ancam Mery.

"Eh jangan Ry jangan, entar siapa yang kasih makan temen miskin lo ini?" sahut Raya menggeleng cepat. Mengunyah lalu menelan buru-buru makanan dalam mulutnya. "Kita kan sahabat. Sejati kapan pun saat lo kena musibah, kita tetep ada buat lo. Walaupun kita kadang manfaatin lo."

Entah Raya kelewat bego atau tololnya sudah sampai ke DNA, cewek itu masih senang mengatakan hal yang tak sepantasnya. Setelah mendapat pelototan dari Tasya Raya buru-buru menutup mulutnya.

"Em-maksud gue kita saling memanfaatkan dan membantu," ralat Raya. Takut Mery salah mengerti. "Lo bantu kita saat kesusahan dan kelaperan dan kita bantu lo saat lo kesepian, gimana? Sebuah pemanfaatan yang seimbang bukan?"

Mery manggut-manggut saja, tak berniat menggubris ucapan Raya sebab tidak lama kepala cewek itu berhasil kena lemparan bantal dari Tasya. Hanya mereka berdualah dari segelintir manusia di sekolah yang sering menemaninya. Tak heran, jika kelakukan mereka bertiga sama.

METAFORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang