Perasaan Elzo
Gue mau dia benci sama gue, hingga suatu saat nanti benci itu berubah jadi cinta.
-Noraelzo-
"Zo!"
Panggilan Kenan membuat Elzo bangun dari pembaringannya.
Elzo menatap temannya itu yang baru masuk ke dalam kamarnya yang bernuansa biru ini. Pintu kamar Elzo tidak pernah dikunci, alhasil siapapun bisa keluar masuk ke kamarnya dengan begitu mudah.
"Kenapa?" tanya Elzo setelahnya.
Kenan duduk di dekat Elzo. "Gue mau ngomong."
Elzo melihat ke arah Kenan. Dari beberapa teman dekatnya, Kenan lah yang paling tau tentang kehidupan Elzo, tapi kenapa Kenan masih saja seperti ini. "Ngomong apaan? Kalau nggak penting nggak usah aja deh. Gue capek, mau tidur."
"Penting! Ini penting." kekeh Kenan.
"Ini udah jam sembilan lebih. Bisa-bisanya lo masuk ke rumah. Jangan-jangan lo masuk lewat jendela?" selidik Elzo.
"Lo kira gue mau maling?"
Kenan memang tidak bisa diajak bercanda. Dia terlalu serius.
Elzo berfikir paling Bundanya yang membukakan pintu untuk Kenan. Wajar saja lah mereka sudah seperti keluarga selama ini.
"Cepetan mau ngomong apa!? Sebelum gua usir." ketus Elzo.
Kenan menatap Elzo sendu. Membuat yang ditatap bingung. "Kenapa, sih?"
"Kemana Elzo yang dulu?" cetus Kenan yang membuat Elzo termenung.
"Gue kangen Lo yang cerewet, yang perhatian sama temen, yang selalu senyum dalam keadaan apapun, yang selalu nguatin temen, yang selalu ngingetin temen buat beribadah, yang selalu ramah ke siapapun dan dimanapun. Gue kangen Lo yang dulu."
"Lo beda. Sekarang pun sama temen cuek banget. Apalagi sama Catra. Makin acuh dan nggak perduli sama sekali."
Elzo tersenyum kecut, lalu membuang muka.
"Jujur, Bukan ini yang gue harapkan dari lo Zo." Kenan menatap Elzo penuh harap.
"Kenapa harus berubah? Berubah nggak akan nyelesain masalah."
Kenan makin berkicau membuat Elzo mengeluarkan suara.
"To the point aja mau ngomong apa."
Kenan benci sifat keras kepalanya Elzo. Kenan berdecak malas.
"Lo nggak capek apa bersifat kaya orang bodoh selama ini di depan dia? Seolah-olah nggak kenal, padahal dari awal selalu memperhatikan? Memang dengan lo diem begini dia bisa tau?"
Elzo termakan suasana, ubun-ubunnya pun serasa mendidih saat tahu jalan omongan Kenan.
Elzo berdiri. Lalu mengoceh tanpa henti.
"Lha terus gue harus gimana? Teriak-teriak di samping telinga dia buat jelasin apa yang ada di otak dan fikiran gua gitu? Itu semua malah bikin gue makin kaya orang bodoh." Elzo menatap Kenan nyalang. Suaranya meninggi.
"Seenggaknya jangan mainin dia kayak gini lah! Mikir dong, dia juga punya hati kali. Kalau dengan cara lo yang begini, dia bisa makin benci sama lo. Dan bukannya makin deket, lo malah makin jauh sama dia!"
Suasana memanas.
Kenan ikut termakan suasana. Elzo menatap manik mata Kenan, begitupun sebaliknya. Ada raut kesedihan yang bisa Kenan dapat dari Elzo.
"Gue mau dia benci sama gue, hingga suatu saat nanti benci itu berubah jadi cinta. Itu kan, yang sering terjadi di film ataupun cerita?"
Kenan tertawa pelan.
"Dan sayangnya lo nggak ada di film ataupun cerita! Ini kehidupan nyata. Dan lo harus sadar itu!"
"Iya gue sadar! Sadar kalau gue ini bukan siapa-siapa. Gue bilang ke dia sampai mulut gue berbusa pun nggak akan ada gunanya! Dia udah suka sama orang lain."
Suara Elzo melirih.
"Lha terus lo mau biarin dia gitu aja? Biarin dia mengharap ke orang yang salah kaya gini? Biarin dia sama orang lain?" tanya Kenan marah.
"Dia bahagia. Dan kalau bahagianya dia memang orang itu kenapa enggak?"
Mereka semua diam. Bingung dengan fikirannya masing-masing.
Yang terdengar saat ini hanya suara jarum jam.
"Jadi, sampai kapan lo mau kaya gini terus?" tanya Kenan yang sudah capek berdebat dengan Elzo.
"Gue nggak tahu. Gue ngikutin alur aja." jawab Elzo cepat.
BODOH. Satu kata yang mendiskripsikan Elzo saat ini.
Kenan diam sambil menatap langit-langit kamar Elzo. Kenan heran, kenapa bisa bertemu dan berteman dengan manusia sesadis Elzo.
"Lo nggak mau berjuang?" tanya Kenan untuk yang terakhir kalinya.
"Enggak." jawab Elzo mantap, "gue nggak bisa ngapa-ngapain untuk saat ini. Jadi, biar yang di atas aja yang bertindak. Nunggu keajaiban aja."
Pernyataan yang tidak bermutu. Kalau diri sendiri nggak mau usaha ya sama saja nggak berguna. Dasar Elzo.
"Terserah lo. Gue capek." ketus Kenan, "dan jangan sampai lo menyesali semuanya di akhir. Karena semuanya nggak akan bisa diputar lagi nantinya."
Kenan ingin beranjak. Tapi suara Elzo menghentikannya.
"Gue mau kasih tau lo sesuatu." ucap Elzo yang membuat Kenan menoleh ke arahnya.
"Dia masih sama Nan. Masih takut sama jarum suntik."
Elzo mengucapkan kalimat itu dengan senyum yang mengembang di bibirnya.
-Noraelzo-
A/N : Sebelumnya, maafkan jika up-nya tidak sesuai jadwal hehhe. Waktu up cerita juga cuma seuprit lagi. Part ini khusus buat bang Elzo ya. Huh... mulai masuk ke inti nih, jadi tunggu terus kelanjutannya!
Vote & Comment jangan lupa readers fillah! Syukron! Terima kasih!
Salam,
iinstnrm
KAMU SEDANG MEMBACA
NORAELZO [ END ]
Novela Juvenil[ FOLLOW SEBELUM BACA ] ---- "Lo udah cari masalah, sama gue. Gue nggak akan lepasin lo segampang itu." kata Elzo, "sekarang, ikut gue ke lapangan!" "Mau ngapain?" tanya Nora kaget karena perintah Elzo barusan. Pasti ada yang tidak beres. "Jadi babu...