31. DILEMA

3.2K 207 37
                                    

Dilema

Tak semua yang kita inginkan harus kita dapatkan. Karena ada saatnya kita harus menahan, melawan, bahkan mengikhlaskan.

-Noraelzo-

"Kamu cantik kalau pakai jilbab. Mirip Bunda mu." ucap Husein saat melihat Nora kecil yang akan baru masuk sekolah dasar mengenakan seragam merah putihnya dan juga hijab instan berwarna putih. Nora terlihat sangat manis dan cantik.

"Kok Bunda sih yah? Mirip Mama ya, maksud Ayah?" tanya Nora begitu polos.

Nora tersenyum getir mengingat kejadian itu. Bunda yang dimaksud Ayahnya waktu itu mungkin adalah ibu kandungnya, bukanlah Fara seperti yang Nora kira. Air mata Nora lolos tapi ia langsung menyekanya begitu saja.

Bukannya fokus pada pelajaran sekarang, Nora malah sibuk memikirkan hidupnya. Entahlah, ada banyak pertanyaan yang muncul di otaknya setelah kejadian semalam, dimana ia harus mengetahui kenyataan pahit jika ia hanyalah, anak haram?

"Kenapa Mbok Lastri nggak pernah bilang sih, kalau Nora itu sebenarnya bukan anak Mama?" cerca Nora kepada pembantunya, Mbok Lastri, setelah ia tahu semuanya.

"Nyuwun sewu. Maafin Mbok Non, Mbok ndak berani bilang. Karena itu semua bukan hak Mbok Lastri." balasnya sambil tertunduk takut.

"Terus ibu kandung Nora dimana sekarang, Mbok?" suaranya parau. Nora mulai menangis. Tangisannya terdengar sangat pilu.

"Udah Non jangan nangis!" Mbok Lastri menenangkan Nora, "Mbok juga ndak tahu. Terakhir bertemu beliau waktu mengantar Non Nora ke rumah ini untuk yang pertama kalinya. Setelah itu beliau pergi dan ndak pernah kembali lagi."

"Nor, jangan ngelamun! Bu Gendhis liatin lo terus dari tadi. Awas disemprot!" lirih Tisya.

Nora menyadarkan diri dari lamunannya. Nora hanya meringis. Lalu fokus ke Bu Gendhis yang menyampaikan materi hari ini. Guru ter rempong dan ter glamour itu menjelaskan dengan nada centil seperti biasa.

Jam pelajaran akhirnya selesai. Bu Gendhis keluar kelas setelah mengakhiri pembelajarannya.

"Lo lagi ada masalah Nor?" tanya Anabel yang baru saja menghampiri ke tempat duduk Nora. Tisya mengekor di belakang.

"Iya. Lo kenapa sih, Nor? Gue lihat dari tadi lo sering ngelamun." lanjut Tisya.

Nora menggelengkan kepala lalu merapikan buku pelajaran dan memasukkannya ke dalam tas. Setelah itu ia menelungkup kan wajahnya ke atas meja, bersembunyi di balik kedua tangan yang ia lipat sedemikian rupa. Sedangkan Anabel dan Tisya sudah geram karena malah dicueki oleh Nora.

"Nggak usah bohong Nor. Lo anggap kita ini apa sih? Kita itu udah mengenal lo lebih dari, lo mengenal diri lo sendiri. Nggak perlu sungkan, jadi kalau ada masalah lo bisa bagi ke kita." sentak Anabel, membuat Nora semakin merasa bersalah. Tapi bagaimanapun juga, Nora tidak bisa menceritakan keadaannya saat ini. Nora memilih pura-pura tidak dengar saja.

"NORA! LO DISURUH KE LAPANGAN BASKET SEKARANG!" teriak Galih sang ketua kelas dari ambang pintu. Semua pasang mata yang masih berada di kelas langsung tertuju ke arah Nora yang menelungkupkan wajahnya di atas meja.

Nora mengangkat wajahnya yang sedari tadi ia sembunyikan. Matanya masih terlihat sembab bekas menangis semalam juga barusan.

"Ada apa?" tanya Nora penasaran, "siapa yang nyuruh?" suaranya terdengar lemas dan tidak bersemangat sama sekali.

"Nggak tahu, pokoknya lo disuruh ke sana, sekarang." ucap Galih sambil tersenyum lebar setelahnya. Cengar cengir seperti orang sableng.

"Galih, lo mau gue plintir tuh ginjal lo?" ancam Anabel.

NORAELZO [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang