Yoongi terbangun di pagi harinya dengan perut keroncongan. Ia melewatkan makan malam.
05.00
Pukul lima tepat.
Yoongi mengusap wajahnya dengan satu tangan dan berjalan menuju kamar mandi dengan langkah berat. Ia masih mengantuk, tapi apa daya perutnya tak bisa diajak berkerja sama.
Yoongi telah selesai mandi, ia telah berseragam rapi. Tangannya ia ulurkan untuk mengambil benda pipih berwarna hitam di atas nakas. Ia menghidupkannya, dahinya mengernyit ketika ponsel tak kunjung menyala. Yoongi memutuskan untuk mengecas handphonenya dan akan ia ambil saat akan berangkat nanti.
.
.
.
Yoongi berjalan menuruni anak tangga, senyumnya mengembang kala harum masakan tercium oleh hidungnya. Yoongi segera menuju meja makan, mendudukkan dirinya di salah satu kursi dan diam menunggu makanan siap disajikan.
"Oh, Yoongi sudah bangun. Tunggu sebentar, ne, makanannya akan segera siap," ucap Kang Ahjumma. Yoongi menganggukkan kepalanya dengan senyuman manis, sontak membuat kang Ahjumma ikut tersenyum.
Gemas sekali ... Yoongi tersenyum sampai gigi-gigi kecil nan rapinya terlihat, dan matanya membentuk bulan sabit.
Tap, tap ....
Suara langkah kaki terdengar menuruni tangga, Kang Ahjumma, Yoongi, dan beberapa maid di dapur spontan membalikkan badan, guna melihat pemilik langkah kaki.
"Selamat pagi, Tuan," ucap Kang Ahjumma sambil membungkuk hormat, diikuti para maid yang ada disana. Tuan Min tersenyum tipis untuk membalas sapaan.
Kedua kaki jenjangnya ia langkahkan menuju meja makan, mengambil majalah bisnis untuk dibaca selagi menunggu makanan. Hening melanda mereka berdua, hanya ada suara dari alat-alat dapur yang saling beradu. Tuan Min sedang fokus dengan majalah di tangannya , sedangkan Yoongi hanya diam sambil meremas erat tangannya.
Entah mengapa, tapi ia merasa gugup didepan ayahnya sendiri. Rasanya ia ingin cepat-cepat berangkat ke sekolah tapi masih ada ayahnya disini.
"Annyeong, Appa," ucap seorang remaja bermata bulat. Ia, Min Jungkook menyapa Ayahnya sembari tersenyum, memperlihatkan kedua gigi kelincinya yang menyembul lucu.
Tuan Min meletakkan majalah yang ia baca ke atas meja makan, ia mengulas senyumnya. Tampak berbeda, sangat berbeda dengan saat ia berhadapan dengan Yoongi.
"Jungkookie, dimana Kakakmu?" tanya Tuan Min.
"Jin Hyung baru selesai mandi, saat aku pergi ke kamarnya tadi Appa, sebentar lagi pasti akan datang," jawab Jungkook sambil mendudukkan dirinya di salah satu kursi.
Tak lama suara langkah kaki terdengar kembali. Dimana Seokjin yang sedang menuruni anak tangga sambil menenteng tasnya di salah satu bahu.
"Selamat pagi, Appa," sapa Jin setelah mendudukkan dirinya di kursi depan Jungkook.
"Pagi Jin-ah, bagaimana kuliahmu?" tanya Tuan Min.
"Kuliah baik-baik saja Appa, hanya saja ada banyak sekali tugas akhir-akhir ini." Jelasnya, mengeluh frustasi kala mengingat banyaknya tugas yang harus dikerjakan bahkan sampai harus begadang.
"Sekolahmu, Jungkookie?"
"Wah ... pelajarannya terasa sangat sulit. Appa, bahkan kepalaku sampai mau pecah rasanya. Apalagi latihan ujian, soalnya benar-benar sulit," adu Jungkook dengan nada frustasi.
"Haha ... itu biasa Jungkook, lagipula sebentar lagi kau akan ada ujian kelulusan," ucap Jin. Sementara Jungkook hanya mengangguk pasrah. Lagipula memang benar sebentar lagi akan ada ujian kelulusan.
"Silakan makanannya, Tuan," ucap seorang Maid. Satu persatu makanan ditata di atas meja makan, wangi masakan itu dapat membuat perut bergemuruh seketika.
Para maid yang tadi memasak mulai meninggalkan dapur setelah membereskan pekerjaannya.
Keluarga Min itu makan diliputi keheningan, karena memang Tuan Min lah yang membuat aturan untuk tidak berbicara saat makan. Yoongi ingat jelas itu. Sang Ayah selalu mengingatkannya akan peraturan tersebut ketika dirinya bercanda dengan Seokjin saat sedang makan ... dulu.
"Hyung, ada nasi dipipimu hahaha!"
"Yak! Diam!"
"Hyung, kau itu sudah bisa makan sendiri atau belum? Kenapa pipimu penuh saus?"
"Aissh, anak ini. Jangan mengejek!"
"Sstt, Yoongi-ya, Jin-ah. Jangan berbicara saat makan."
Memori itu masih tersimpan jelas di kepala Yoongi. Tentang bagaimana hangatnya keluarganya dulu, ayahnya yang selalu bertanya bagaimana sekolahnya, dan ayahnya yang imbang memberi perhatian pada ketiga anaknya. Namun, kini berbeda.
Ayahnya selalu bersikap acuh padanya, keluarganya tidak sehangat dulu, dan dirinya yang tidak lagi dianggap ada.
"Aish, Yoongi, kau itu sudah besar. Jangan manja," ucapnya dalam hati, untuk menghibur diri.
"Aku selesai." Yoongi berdiri, membungkuk sopan kepada Ayahnya setelah menghabiskan setengah porsi makanan, Yoongi pergi ke kamarnya untuk mengambil ponsel yang ia cas tadi. Setelahnya ia pergi keluar untuk segera berangkat ke sekolah.
Keluarganya hanya acuh tak menanggapi, mereka tidak melirik Yoongi sedikitpun dan tetap melanjutkan acara makannya.
***
Yoongi memarkirkan motornya di parkiran sekolah. Ia melepas helm dan berjalan santai menuju kelas.
Masih pukul enam kurang lima menit. Masih ada waktu tiga puluh lima menit sebelum bel masuk berbunyi.
Yoongi berbelok memasuki kelasnya, kakinya ia langkahkan ke salah satu kursi dan meletakkan tasnya di sana. Tangan kanannya merogoh saku celana untuk mengambil ponsel.
Yoongi menyalakan ponselnya.
XXX
| Kita mulai?
Kening Yoongi berkerut saat membaca pesan dari nomor yang tidak diketahui itu. Terhitung sudah dua pesan dari nomor yang tidak diketahui telah masuk ke kotak pesannya, dan semua pesan itu terasa sangat ambigu.
"Kita mulai? Apa maksudnya?"
Drrttt ....
Handphonenya bergetar, menandakan ada pesan yang masuk.
XXX
| Sudah siap, Min Yoongi?
Dan kini Yoongi tahu bahwa pesan-pesan dari nomor yang tanpa nama itu, benar-benar tertuju untuknya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mianhae Yoongi ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed " ... semenjak dua tahun lalu, ia bukan lagi Kakakku." "Aku tidak memiliki Kakak! Tidak untuk pembunuh sepertinya!" [18-02-19]- [22-06-19]