"Apa pusing lagi?" Seokjin bertanya pada Yoongi yang ada di sampingnya. Mereka ada di mobil, dalam perjalanan pulang, omong-omong. Empat hari setelah sadar, anak itu meminta untuk dipulangkan, begitu merasa dirinya sudah pulih. Awalnya tentu ada perdebatan karena Seokjin membantah, tapi sayangnya ia harus kalah dengan kucing no jutsu milik Yoongi.
"Hanya mengantuk," jawab Yoongi.
"Tidur saja dulu. Nanti Hyung bangunkan jika sudah sampai," ucap Seokjin. Yoongi mengangguk lalu memejamkan matanya.
.
.
.
"Yoon, bangun ... Kita sudah sampai." Seokjin mengguncang pelan bahu Yoongi. Tidak tega sebenarnya, karena Adiknya itu masih terlihat lelah juga mengantuk.
"Eum ...," Yoongi bergumam lalu membuka matanya.
"Sudah sampai, Hyung?" tanyanya. Seokjin mengangguk.
"Sudah. Masuk dulu sana. Barang-barangnya biar Hyung yang bawa," ujar Seokjin. Yoongi mengangguk, ia keluar dari mobil itu dan berjalan memasuki mansion di depannya. Tangannya terulur untuk membuka pintu yang tidak terkunci.
Ceklek.
"Pulang, ya?" Yoongi menoleh ke arah suara. Ia melihat sang Ayah yang beranjak dari sofa untuk menghampirinya.
"Kenapa harus pulang?"
"A-aku ... "
Yoongi terdiam, ia tidak punya jawabannya. Bagaimana ia berkata bahwa selama ini ia ada di rumah sakit? Apakah Ayahnya akan percaya begitu saja?
"Aku sama sekali tidak mengharapkan kepulanganmu," Jaehyun berucap tajam.
Plak!
Satu tamparan keras bersarang di pipi Yoongi hingga anak itu hampir limbung ke kanan. Ia tertegun. Tak berani bahkan hanya untuk sekadar mendongak.
"Lebih baik jika kau tidak ada, bukan?" tanya Jaehyun dengan seringainya. Ia mencengkeram erat pergelangan tangan Yoongi dan menariknya keluar dari pintu belakang, memasuki sebuah ruangan.
Byurr ...
Byurr ...
"A-appa ...." lirih Yoongi.
"Jangan panggil aku seperti itu, sialan!" bentak Jaehyun. Ia mencengkam tengkuk Yoongi dan membenamkan kepala anak itu ke dalam bak penuh air.
"Hmmph ...." Yoongi berusaha lepaskan cengkaman sang Ayah pada tengkuk dengan tenaga yang tak seberapa. Ia merintih, melirih ampun yang sama sekali tak disahut.
Jaehyun menarik rambut Yoongi, memaksa sang anak menatap dirinya. Tampaklah jelas wajah memerah Yoongi dengan mata sayu, juga napas yang terengah. Ia membenturkan kepala Yoongi pada tembok keramik, membuat anak itu meringis karena sakit.
"Mau lagi?" tawar Jaehyun. Yoongi menggeleng cepat.
"H--hahh ... T-tidak ...," lirihnya. Jaehyun mendesis.
"Bicara dengan jelas!" bentaknya. Ia menguatkan tarikan pada rambut Yoongi, membuat anak itu meringis.
"Ugh--S-sakit, Appa ...."
Jaehyun menyunggingkan senyum "Ahh, sayang sekali ... Bagaimana kalau kita ulangi sekali lagi, hm?"
.
.
.
"Ahh, aku senang sekali," ucap Jaehyun dengan senyuman puas tertera di wajahnya. Ia melihat ke arah Yoongi yang basah kuyup. Anak itu masih mencoba mengatur napasnya.
Ia berjongkok, menyamakan tinggi dengan Yoongi yang bersandar pada dinding. Mencengkeram dagu Yoongi, sementara anak itu tengah mempertahankan kesadarannya yang timbul-tenggelam.
"Sepertinya cukup untuk hari ini," ucap Jaehyun puas. Menyempatkan untuk memukul tepat di perut sebelum keluar, dan mengunci pintu dari luar.
"Akh--"
"Sakit ...," lirih Yoongi. Tangan bergetarnya ia gunakan untuk memegang perut yang terasa nyeri. Pukulan ayahnya bersarang di sana, dan ia yakin akan tercipta memar nanti.
"Argh ...." kepalanya benar-benar sakit. Rasanya pusing sekali. Ia melihat sekelilingnya dengan mata berat.
Ia bahkan tidak yakin akan bisa keluar dari sini. Hanya satu orang yang bisa ia harapkan sekarang ...
"J-jin Hyung ...," lirihnya sebelum memejam.***
"Appa, lihat Yoongi?" Seokjin bertanya pada Jaehyun. Pasalnya ia baru saja keluar dari kamar Yoongi, dan pemiliknya tidak ada di sana.
"Sialan itu? Aku tidak tahu," jawab Jaehyun enteng dan segera berlalu dari sana.
Seokjin menghela napasnya kala Ayahnya masih saja sama. Tapi ia sedikit curiga karena baju Jaehyun terlihat basah.
Seokjin memasuki satu persatu ruangan di mansion itu, tapi ia belum juga menemukan Yoongi. Motor adiknya pun masih terparkir di garasi.
Yoongi tidak mungkin keluar tanpa motor, 'kan?
"Kau di mana, Yoon?" gumamnya cemas.
"Gudang!" Seokjin berseru. Ia berlari menuju gudang belakang, melewati para maid begitu saja. Entah apa yang membuat ia berpikir bahwa Yoongi ada di gudang.
"Yoon?" Seokjin membuka pintu gudang itu. Ia masuk, menelisik seluruh penjuru gudang tapi Yoongi tidak ada disana.
"Di mana lagi?" tanyanya pada diri sendiri. Kedua matanya terhenti pada kamar mandi lama di samping gudang.
Kamar mandi ini sudah rusak, 'kan? Lalu, kenapa lantai luarnya basah? batinnya curiga. Seokjin berjalan mendekat.
"Dikunci," gumamnya kala gagal membuka pintu itu.
Seokjin tertegun. Yoongi tidak ada, baju Ayahnya basah, dan kamar mandi ini dikunci.
Apa mungkin ...?
Khawatir menjalari Seokjin sekarang. Setahunya, Ayahnya itu tidak akan main-main dengan perbuatannya.
"Yoongi, kau di dalam?!" teriaknya sembari menggedor pintu di depannya.
Tidak ada sahutan yang berhasil membuat Seokjin semakin panik.
Bagaimana kalau Yoongi memang ada di dalam?
Seokjin mundur tiga langkah, lalu berlari menerjang pintu didepannya. Jika tidak bisa dibuka, maka ia akan mendobrak.
Brakk!
Dobrakan pertama gagal, Seokjin mundur untuk mencoba kembali. Pintu didepannya ini masih cukup kuat ternyata.
Ia kembali mengambil ancang-ancang untuk mendobrak. Hingga pada dobrakan ketiga, terdengar engsel pintu yang berdecit.
Brak!
"Yoon?!"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mianhae Yoongi ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed " ... semenjak dua tahun lalu, ia bukan lagi Kakakku." "Aku tidak memiliki Kakak! Tidak untuk pembunuh sepertinya!" [18-02-19]- [22-06-19]