40

6.5K 633 135
                                    

Sekarang, ruangan itu hanya ditempati oleh tiga manusia. Ilwoo sudah meninggalkan mereka sejak tadi, memberikan waktu agar ketiga remaja itu bisa saling berbincang.

"Masih ada yang sakit?" tanya Seokjin. Yoongi membalas dengan anggukan pelan. Jujur saja, kepalanya sangat pusing sekarang.

Seokjin mengangguk paham. Seakan mengerti apa yang dirasakan sang Adik, ia mengulurkan tangan untuk mengelus lembut surai hitam Yoongi.

"Pusing, ya?" tanyanya. Sekali lagi Yoongi hanya mengangguk untuk menjawab. Bukannya tidak mau berbicara, tapi lidahnya terasa sangat kelu. Tenggorokannya sakit. Perih.

"Istirahatlah, Yoon ...," ucap Hoseok. Yoongi mengalihkan pandangannya pada sang sahabat yang tengah tersenyum hangat, membuat dirinya terhanyut dalam senyuman itu, hingga mau tak mau, bibirnya membentuk lengkungan senyum, walau terasa sangat kaku.

"H-hyung, bagaima ... na Jung--"

"Jungkook baik-baik saja. Jangan khawatir," potong Seokjin. Yoongi menghembuskan napas lega. Ya ... setidaknya Jungkook baik-baik saja.

Memotong ucapan orang lain itu bukan Seokjin sekali. Tapi hatinya terasa sakit setiap mendengar suara parau Yoongi di balik masker oksigen yang dipakai.

"Hyung, haus ...."

Seokjin langsung saja mengambilk sebotol air yang tersedia di atas nakas. Ia membantu Yoongi duduk, melepas masker oksigen, membantu Yoongi untuk minum dengan sedotan, lalu memasang masker oksigen kembali setelah Yoongi selesai minum.

"Sudah?" tanya Seokjin. Yoongi mengangguk. Kerongkongannya terasa lebih lega sekarang.

Drrtt ... Drrtt ....



Yoongi dan Seokjin mengalihkan pandangannya kearah ponsel yang berbunyi. Hoseok yang menyadari bahwa ponsel miliknya berbunyi segera mengambilnya.

2 messages from Eomma

| Seokie, kau dirumah sakit?

| Bagaimana keadaan Yoongi?

Jarinya mengetik cepat balasan yang ditujukan untuk sang Ibu.

Yoongi sudah sadar, Eomma. |


| Benarkah? Eomma akan kesana.

Setelahnya Hoseok mematikan ponsel, dan melemparnya ke sofa, yang untungnya mendarat dengan selamat.

"Hei! Jika sudah tidak mau, berikan saja ponselnya padaku! Tidak punya hati sekali, dilempar-lempar begitu!" seru Seokjin.

"Tenang saja, Hyung. Aku ini sudah profesional," balas Hoseok bangga. Ia menepuk-nepuk dadanya dengan wajah angkuh.

"Terserah," ucap Seokjin. Ia menatap malas pada Hoseok yang masih menyombongkan dirinya dengan rasa bangga yang overdosis.

Sementara itu, senyum tipis nampak di wajah Yoongi kala melihat pertengkaran akibat hal kecil itu.

Tok ... tok ...


Ceklek.



Pintu yang dibuka berhasil mengalihkan perhatian ketiganya.

"Oh, Bibi?"

"Annyeong, Seokjin-ah, Yoongi ...," sapa Nyonya Jung.

"Wah, Eomma. Anak sendiri tidak disapa," Hoseok mendengus.

Ternyata Hoseok merajuk, hm? Lelaki itu memalingkan wajahnya, menghindari kontak mata dengan Ibunya.

"Biarkan saja," kata Nyonya Jung. Ia beralih menghampiri Yoongi yang duduk di atas ranjang.

Hoseok menatap tidak percaya. Ibunya ... kenapa tega sekali?

"Yoongi-ah, masih ada yang sakit?" tanya Nyonya Jung lembut sambil meletakkan buah-buahan yang sengaja ia beli di atas nakas.

Yoongi membuka mulutnya, hendak menjawab pertanyaan Nyonya Jung sebelum Seokjin menyahut.

"Katanya masih pusing, Bibi," sahut Seokjin. Yoongi mengerucutkan bibirnya lucu.

Kenapa Kakaknya itu seperti melarangnya berbicara, sih? Jahat sekali.

Seokjin yang melihat Yoongi mengerucutkan bibirnya hanya bisa tersenyum tipis. Hoseok juga sepertinya sudah melupakan aksi merajuknya. Buktinya ia ikut tertawa kecil saat melihat Yoongi yang tengah kesal.

"Sudah-sudah. Yoongi, istirahatlah lagi," ucap Nyonya Jung sambil mengelus pelan rambut Yoongi. Anak itu hanya mengangguk pelan. Mau bicarapun, terhalang oleh masker oksigen.

"Eomma sudah mau pulang?" tanya Hoseok saat melihat sang Ibu beranjak dari tempatnya.

"Iya, Eomma harus ke restoran. Kau di sini temani Yoongi, ya?" Hoseok mengangguk patuh.

"Hati-hati di jalan, Eomma," ucap Hoseok dengan senyuman lebarnya. Setelahnya hanya mereka bertiga yang ada di ruangan itu.

Ceklek.



Pintu itu terbuka menampakkan Ilwoo dan seorang perawat yang masuk dengan nampan berisi bubur, air putih, juga beberapa butir obat.

"Paman, bagaimana Yoongi makan nanti?" tanya Seokjin sambil menatap semangkuk bubur di atas nakas. Ilwoo berbalik.

"Lepas saja masker oksigennya, setelah selesai makan pasang lagi," jelas Ilwoo. Seokjin mengangguk paham.

"Ya sudah, Samcheon pergi dulu," pamit Ilwoo. Seokjin mengangguk. Setelahnya, ia mendekat pada Yoongi, mengambil tempat pada sisa ranjang.

"Hyung lepas, ya?" tanyanya, merujuk pada masker oksigen yang dipakai sang Adik. Yoongi mengangguk kecil. Tidak menolak sama sekali saat Seokjin melepas masker oksigen itu perlahan.

"Sekarang buka mulutmu, Yoon ...," ujar Seokjin. Dalam pegangannya telah siap sesendok bubur. Sementara Yoongi menggeleng dengan mulut yang ia tutup rapat-rapat.

"Kenapa?" 

"Hambar," jawab Yoongi. Seokjin menghela napas. Akan sulit membujuk Yoongi juga sudah seperti ini. Adiknya itu keras kepala.

"Walaupun kau memakan makanan yang enak sekarang ini pun, akan tetap hambar bagimu," celetuk Hoseok. Seokjin mengangguk membenarkan.

"Buka mulutmu, Yoon ...."

"Gi-ya, makan sedikit saja, hm?" bujuk Seokjin. Yoongi menggeleng, masih kukuh pada pendiriannya.

"Astaga, dia kumat lagi, Hyung," dengus Hoseok. Yoongi menatap malas, Seokjin bertanya,

"Apa? Kenapa?" tanya Seokjin bingung. 

"Jangan kira ini kali pertamanya kucing itu menolak makan," ucap Hoseok, dan Seokjin mulai paham apa maksud Hoseok sekarang.

"Kalau begini harus dipaksa," lanjut Hoseok. Ia menghampiri Yoongi yang menatapnya tajam.

"Tidak mau ...," lirih Yoongi yang tanpa sadar merengek. Hoseok menghela napas. Mendadak kehilangan niat untuk memaksa.

"Makan sedikit saja ... Aku tidak mau melihatmu drop lagi," lirihnya mengundang simpati. Yoongi menunduk. Merasa menyesal karena telah merepotkan Hoseok dan Kakaknya.

"Sedikit saja ...," ia melirih. Seokjin tersenyum penuh kemenangan.

"Tidak apa. Ayo, buka mulutmu."





TBC

Mianhae Yoongi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang