27

6.5K 658 47
                                    

"Eunggh.." Yoongi membuka matanya, tangan kanannya terasa berat. Ia menoleh ke kanan, ternyata Seokjin tertidur di lengannya.

Tak ingin mengganggu tidur Seokjin, jadilah Yoongi hanya diam sambil memandangi langit-langit, sesekali melirik Seokjin yang terlelap.

Jam berapa sekarang?

Ia melihat ke setiap dinding yang membingkai ruangan. Mendengus kesal saat tak menemukan jam yang bertengger di dinding.

"Jin Hyung berangkat jam berapa?" ia berujar lirih.

"Hoseok sudah berangkat, ya?" Gumamnya lagi.

"Eunggh ...." lenguhan terdengar dari samping kanan Yoongi. Ia mengalihkan perhatiannya pada Seokjin yang sedang meregangkan badan dengan mata tertutup.

"Oh, Yoongi sudah bangun?" tanya Seokjin. Yoongi mengangguk kecil.

"Dari tadi?" tanya Seokjin lagi.

"Baru saja, Hyung."

Mendengar panggilan kakak dari Yoongi membuat rasa bersalah timbul dihati Seokjin. Tak dipungkiri, rasa hangat menyebar di hatinya. Bersamaan dengan rasa bersalah karena perbuatannya tadi.

"Maaf untuk yang tadi. Benar yang kau katakan, Yoon .... Bogum Ahjussi bukan orang baik. Dan maaf, aku tak bermaksud membuatmu--"

"Tidak apa, Hyung," potong Yoongi dengan senyum tipis yang ia sunggingkan di balik masker oksigennya.

"Ini jam berapa? Apa Hyung tidak berangkat kuliah?" tanya Yoongi.

Seokjin yang mendengar pertanyaan Yoongi dengan cepat langsung melihat jam di tangan kirinya.

Hembusan napas lega terdengar. Masih pukul sembilan pagi, dan Seokjin masih memiliki waktu dua jam sebelum berangkat kuliah.

"Masih pukul sembilan, Hyung berangkat pukul sebelas nanti," jawabnya. 

"Appa tidak mencari?" tanya Yoongi. Seokjin menggeleng.

"Tidak usah dipikirkan," ucap Seokjin sembari tertawa kecil. Tangannya membelai lembut rambut Yoongi, membuat yang lebih muda terkejut.

"Hyung keluar sebantar, membeli makanan," ucap Jin. 

"Kalau ada apa-apa tekan tombol merah itu," ucap Seokjin, menunjuk tombol merah di samping kepala ranjang.

Yoongi mengangguk patuh.

"Ne, Hyung," jawabnya.

"Hyung tidak akan lama," ucap Seokjin dengan kepala yang menyembul dari pintu. Setelahnya pintu tertutup dan Yoongi tak tahu apa yang harus dilakukan. Tidak ada yang menarik disini. Ponselnya juga tidak ada di sini, yang kemungkinan besar dibawa oleh Kakaknya.

Ceklek.


"Pagi, Yoongi-ya," sapa Ilwoo. Yoongi membalas dengan senyum tipisnya. Ilwoo berjalan ke arahnya.

"Kemana Seokjin?" tanya Ilwoo.

"Jin Hyung keluar untuk membeli makanan," jawab Yoongi. Ilwoo mengangguk. Tangannya dengan terampil mengecek infus yang telah berkurang separuh.

"Apa dadamu masih sakit?"

"Sudah tidak, Samcheon," jawab Yoongi. Ilwoo beralih ke kepala Yoongi.

"Jahitannya sudah mulai kering. Beberapa hari kemarin Hoseok bilang padaku kalau kau keramas. Apa itu benar, hm?" tanyanya menginterogasi.

"Ne," jawab Yoongi jujur.

"Anak nakal." Yoongi tertawa kecil.

"Samcheon, apa ini tidak bisa dilepas?" tanya Yoongi. Ia menunjuk ke masker oksigen yang dipakainya.

"Untuk sekarang itu belum boleh dilepas Yoongi-ya." Jawab Ilwoo.

"Tapi bagaimana aku makan nanti?" Ilwoo menunjuk infus yang tergantung di tiang. Yoongi mendengus.

"Itu tidak nyaman, Samcheon," ucapnya, menatap pada Ilwoo dengan tatapan memohon, membuat si dokter tersenyum kikuk.

"Samcheon ganti dengan nasal canula saja. Bagaimana?" usul Ilwoo. Yoongi mengangguk, setidaknya ia bisa bebas berbicara.

"Lebih baik?" tanya Ilwoo. Yoongi mengangguk.

"Kalau begitu Paman pergi dulu," pamit Ilwoo.

"Ne, Samcheon.

Dan Yoongi lagi-lagi sendirian. 

Ceklek.



Pintu ruangan itu kembali terbuka. Seokjin masuk dengan kantung plastik di tangan kanannya.

"Kenapa masker oksigennya diganti?" tanya Seokjin. Seingatnya sebelum ia meninggalkan Yoongi, Adiknya itu masih memakai masker oksigen.

"Aku yang minta, kata Ilwoo Samcheon juga tidak apa-apa," balas Yoongi.

Seokjin mengangguk. Ia mengambil satu porsi jajangmyeon yang ia beli. Membuka tutupnya, dan memakannya.

"Yoon, kau mau?" tawar Seokjin. Dan ketika Yoongi menatap dengan mata berbinar, lelaki itu berucap, "Tapi aku hanya beli satu porsi," yang tentu saja membuat Yoongi mendengus kesal.

"Setelah keluar, kubelikan untukmu, bagaimana?" kikuknya. Menggaruk pipi, menatap Yoongi yang memutar matanya malas.

Kalau hanya beli satu porsi, kenapa harus menawari, sih?







TBC


Mianhae Yoongi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang