43

5.8K 588 46
                                    

"Yoon, bangun ...," ucapnya sembari menepuk pipi Yoongi, dan saat itu pula ia tertegun. 

Yoongi demam ..., batinnya. Apalagi suhu tubuh adiknya ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan suhu normal.

"Yoon ...." Seokjin kembali menepuk pipi Yoongi, kali ini sedikit keras, hingga akhirnya ia memutuskan untuk membawa Yoongi yang basah kuyup ke dalam gendongannya.

"H-hyung ...." Seokjin dapat mendengar ringisan tertahan Yoongi. Ia juga bisa mendengar suara gigi yang bergemelatuk. Adiknya pasti sangat kedinginan. Oleh karenanya, Seokjin memacu langkah agar lebih cepat. Tapi setidaknya Seokjin sedikit lega, setidaknya Adiknya itu tidak sampai kehilangan kesadarannya.

"Dingin ...." Seokjin semakin mengeratkan tubuh Yoongi kedalam pelukannya sementara kakinya berjalan cepat menaiki tangga.

***

Seokjin berjalan keluar kamar Yoongi setelah menggantikan baju Yoongi yang basah. Ia berjalan menuju kamarnya, ingin berganti baju juga. Bajunya ikut basah karena menggendong Yoongi tadi.

Seokjin menuruni tangga, berjalan ke arah dapur untuk menghampiri Kang Ahjumma yang ada di sana.

"Ahjumma, apa ada kain kompres dan obat penurun demam?" tanya Seokjin. Kening Kang Ahjumma mengerut.

"Kain kompresnya ada di dalam lemari kaca. Tuan Muda sakit?" tanya Kang Ahjumma. Seokjin menggeleng cepat.

"Bukan aku, Ahjumma. Yoongi demam," balas Seokjin.

"Bisa minta tolong buatkan bubur untuk Yoongi, Ahjumma?" Kang Ahjumma mengangguk.

"Akan Ahjumma buatkan." Seokjin mengangguk.

"Tapi nanti saja, ya, Ahjumma? Yoongi sedang tidur." Wanita paruh baya itu mengangguk paham. 

"Terima kasih, Ahjumma," tutur Seokjin. Ia membuka lemari atas mengambil selembar kain yang biasa digunakan untuk mengompres dan juga obat penurun demam. Setelahnya, Seokjin mengambil baskom kecil untuk diisi air hangat.

"Seokjin ke atas dulu, Ahjumma," ucapnya, dan segera melesat. 

.

.

.

Seokjin masuk ke kamar Yoongi, menuju ke ranjang di mana Adiknya tengah terlelap dengan wajah pucat. Ia duduk di tepi ranjang, mencelupkan kain yang dibawanya pada sebaskom air, meremasnya lalu menempelkannya di kening Yoongi.

Seokjin memandangi wajah pucat Yoongi. Rasanya sakit tiap kali ia harus melihat Yoongi dengan wajah pucat seperti ini. Padahal, Adiknya itu baru saja pulang dari rumah sakit.

"Jangan buat aku khawatir, nakal," ujarnya. Tangannya terulur untuk mengambil kain yang sudah berganti suhu, lalu mencelupkannya ke dalam air dan kembali meletakkannya di kening Yoongi.

Ia mengusap wajah ketika kantuk mulai menyerang. Tak tahan, Seokjin memutuskan untuk naik dan menyusul tidur.

***

Seokjin dapat menebak bahwa ia tidur selama dua setengah jam, sebab jam kecil di atas nakas menunjukkan pukul sebelas. Ia menoleh, menatap Yoongi yang masih terlelap. Tangannya mengambil kain yang hampir kering di kening sang Adik, dan membasahinya kembali.

Seokjin berdiri, berjalan keluar kamar Yoongi dengan muka bantalnya. Ia mendapati Kang Ahjumma yang tengah menyapu lantai.

"Tuan Muda ... Apa Tuan Muda Yoongi sudah bangun?" tanya Kang Ahjumma. Seokjin menggeleng pelan.

"Belum, Ahjumma. Demamnya juga belum turun sedari tadi," jawab Seokjin. 

"Perlu kita ke rumah sakit, Tuan Muda?" Seokjin menggeleng cepat.

"Tidak perlu, Ahjumma. Yoongi pasti akan segera bangun," ia berucap yakin. 

***

"Eunggh ...."

Itu Yoongi. Ya, akhirnya ia bangun akhirnya setelah tidur hampir enam jam lamanya. Tangannya meraba dahi saat merasa ada sesuatu di sana.

Yoongi merubah posisinya menjadi duduk. Sesekali meringis pelan karena pukulan sang Ayah yang bertempat di perut masih sangat terasa sakitnya. Ia memejamkan mata dengan dahi mengernyit, meresapi pening yang tiba-tiba saja menghantam kepalanya.

"Yoon ... kau baik?" Yoongi membuka mata, mendapati sang Kakak berdiri di ambang pintu dengan raut khawatir.

"Aku baik,Hyung ...," Yoongi melirih, dan Seokjin tidak akan percaya begitu saja. Jelas-jelas ia melihat Yoongi mengernyit menahan sakit.

 Ia mendudukkan dirinya dipinggir ranjang, menidurkan Yoongi ke dalam pangkuannya. Seokjin memijat pelan kepala Yoongi.

"Pusing, ya?" tanya Seokjin. Yoongi bergumam pelan. Memejam menikmati pijatan lembut yang Seokjin berikan.

"Sudah lebih baik?" tanya Seokjin lagi. Yoongi mengangguk. 

"Maaf sudah merepotkan ...," lirihnya. Seokjin terkekeh.

"Siapa yang bilang kau merepotkan?"

"Tunggu di sini sebentar, ya? Hyung akan minta Kang Ahjumma untuk membuatkan bubur," ucap Seokjin dan segera melesat keluar lalu kembali setelah beberapa menit dengan semangkuk bubur dan segelas air di atas nampan.

"Buka mulutmu, Yoon," bujuk Seokjin. Yoongi mengangguk patuh. Membuka mulutnya untuk melahap suapan bubur, walau  berhenti pada suapan keempat.

"Hambar, Hyung." Ia mengerut tidak suka. 

"Jika untukmu tentu saja rasanya hambar. Tapi habiskan, ya?" pintanya. Yoongi susah payah menelan bubur dalam mulutnya. Anak itu mengangguk pelan. Tak ingin merepotkan Kakaknya lagi.

.

.

.

Seokjin tengah asik memandangi pahatan wajah Yoongi yang tengah tidur. Dua puluh menit yang lalu, setelah Yoongi menghabiskan tiga perempat mangkuk bubur dan meminum obat, adiknya itu kembali tidur. Seokjin paham karena itu pasti efek obat yang diminum dan tubuhnya yang pastinya masih lemas.

Lelaki itu menyempatkan untuk mengelus surai sang Adik sebelum keluar dengan nampan berisi mangkuk dan gelas kotor.

Jangan sakit lagi ....

Lirihnya dalam hati.





TBC

Mianhae Yoongi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang