Ceklek.
Pintu mansion terbuka, menampilkan sosok Seokjin yang baru saja pulang dari kuliahnya.
"Pulang, eoh?" Kalimat sarkas ia terima ketika Seokjin melangkah masuk. Lelaki itu menatap sekilas sang Adik.
"Hyung akan ambil beberapa baju untuk menginap di rumah teman," ucap Seokjin. Jungkook terkekeh.
"Pembohong," dengus Jungkook. Seokjin menghentikan langkahnya, menatap Jungkook yang menatapnya dengan wajah datar.
"Dimana sialan itu--"
"Bicara dengan sopan, Jungkook!" potong Seokjin. Jungkook mendengus, tertawa sarkas setelahnya.
"Hyung pikir aku mudah dibodohi? Haha ... kau terlalu meremehkanku," Jungkook berdecih kecil. Ia menatap lurus pada manik Seokjin.
"Apa maksud--"
"Hyung tidak menginap di rumah Jaeho Hyung. Aku menelepon Jaeho Hyung kemarin," ungkap Jungkook. Seokjin meneguk salivanya. Jungkook sudah tahu, setelah ini apa?
"Pasti ada hubungannya dengan sialan itu, 'kan?!" teriak Jungkook. Seokjin diam dengan mata memerah menahan luapan emosi.
Grep.
"Ikut aku." Seokjin mencengkeram erat pergelangan tangan Jungkook, tak peduli kala sang Adik berteriak meminta dilepaskan.
Jungkook sudah keterlaluan, dan Seokjin sudah mencapai batasnya.
"Masuk!" ucap Seokjin dingin. Ia mendorong Jungkook untuk masuk ke dalam mobil.
Tak peduli, ia akan membawa Jungkook ke rumah sakit. Memperlihatkan bagaimana tersiksanya Yoongi selama ini.
"Tidak mau!" bantah Jungkook.
"Masuk, Min Jungkook," Seokjin berujar penuh penekanan, berhasil membuat Jungkook menelan ludah.
"Aku menolak!" Ia mendorong Seokjin kuat lalu pergi dari sana dengan napas menderu.
"Anak itu ...." Seokjin menghela napas untuk meredam emosi, kemudian ia memasuki kursi kemudi, melajukan mobilnya pergi dari sana.
"Menyebalkan. Semua ini pasti karena sialan itu. Lihat saja, aku tidak akan membiarkanmu begitu saja, berengsek," umpat Jungkook. Ia melangkahkan kakinya menaiki tangga. Meninggalkan televisi yang masih menyala.
***
Ceklek.
Pintu ruang rawat terbuka. Hoseok yang ada di dalamnya mengalihkan pandangannya dengan segera.
"Oh, Jin Hyung."
"Sudah lama, Seok?" tanya Seokjin. Hoseok menggeleng.
"Belum juga," jawabnya.
"Kau sudah makan? Ini Hyung belikan makanan tadi," ucap Seokjin. Ia mengeluarkan makanan dari plastik yang dibawanya.
"Aku sudah makan. Tapi jika ditawari juga tidak bisa menolak, hehe ...," jawab Hoseok dengan cengirannya.
"Dasar ...," gerutu Seokjin, sementara tangannya memberikan satu gulung kimbab dan menyodorkannya kepada Hoseok.
"Terima kasih, Hyung." Hoseok menerima kimbab yang dengan cepat masuk ke dalam mulutnya.
"Makan dengan pelan, Seok," ucap Seokjin yang sayangnya tak dihiraukan oleh Hoseok.
Seokjin hanya bisa menggelengkan kepalanya. Ya, mau bagaimana lagi? Hoseok itu jika berhubungan dengan makanan, maka semangatnya akan bertambah berkali-kali lipat. Makanan itu, seperti mengalihkan dunia Hoseok.
.
.
.
20.00
"Kau tidak pulang, Jung? Ini sudah pukul delapan," tanya Seokjin pada Hoseok yang bermain gim di sebelahnya.
"Nanti saja, Hyung. Lagipula aku sendiri di rumah," balasnya.
"Tidak ada tugas sekolah?" tanya Seokjin lagi. Hoseok menggeleng dengan fokus yang masih pada gimnya.
Setengah jam kemudian, Hoseok menyimpan ponselnya.
"Hyung, aku pulang dulu. Eomma sudah mengirim pesan, menyuruhku pulang," ucap Hoseok. Seokjin mengangguk kecil.
"Hati-hati di jalan," nasihat Seokjin. Yang dinasihati mengangguk. Berdiri, lalu berjalan ke arah Yoongi.
"Cepat bangun, hm?" bisiknya di telinga Yoongi. Hoseok tersenyum sendu.
"Aku pulang dulu, Hyung," pamitnya. Seketika, punggung itu menghilang dari bingkai pintu. Seokjin berjalan ke arah Yoongi, menempati kursi di samping ranjang.
"Belum mau bangun, heum?" tanyanya sambil mengamati lekuk wajah Yoongi.
"Apa punggungmu tidak pegal?"
Seokjin terus menggerutu dengan tangan yang mengusap punggung tangan Yoongi.
Pintu ruangan yang dibuka membuat Seokjin menoleh. Ia segera berdiri dan pindah ke sofa, memberi ruang bagi Ilwoo untuk melakukan pemeriksaan.
"Keadaannya sudah lebih baik dari sebelumnya. Hanya tinggal menunggu Yoongi sadar saja," ucap Ilwoo. Seketika senyuman Seokjin tersungging.
"Terima kasih, Paman," ucap Seokjin masih dengan senyum yang terpatri.
Ilwoo mengangguk, menepuk bahu Seokjin lalu pergi dari sana.
"Yoongi akan segera bangun. Kau tenang saja. Ia anak yang kuat," begitu ucap Ilwoo sebelum keluar dari ruangan.
Seokjin mengangguk membenarkan.
Yoongi itu kuat, melebihi dirinya. Adiknya bisa menyembunyikan semua beban yang ditanggungnya. Menyembunyikan semua di balik topeng yang selalu terpampang. Tapi Seokjin tahu, terlepas dari itu semua, Yoongi juga memiliki sisi lemah. Kata-kata tajam dan wajah dingin itu hanyalah alat baginya. Maka, Seokjin berjanji akan selalu melindungi Yoongi. Entah dari siapapun yang akan melukainya.
"Hyung ada di sini. Jika kau membutuhkan sesuatu panggil Hyung, hm ...?"
Mau sampai kapanpun, Hyung akan menunggumu sampai siap membuka mata. Mungkin kau memang terlalu lelah untuk kembali menjalani hari-harimu. Istirahatlah selama yang kau mau, Yoon ... tapi jangan lupakan bahwa kau juga harus bangun, karena Hyung menunggumu untuk kembali membuka mata ....
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mianhae Yoongi ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed " ... semenjak dua tahun lalu, ia bukan lagi Kakakku." "Aku tidak memiliki Kakak! Tidak untuk pembunuh sepertinya!" [18-02-19]- [22-06-19]