Sepuluh menit, dan selama itu pula Jaehyun tak berpindah tempat. Lelaki itu membuang napas kasar, sembari menangkup wajah, dan berujung dengan terisak pelan.
Sampai sebegini parahnya, kah? batinnya pilu.
Dirinya sakit melihat Yoongi seperti ini.
Aku benar-benar bodoh ..., rutuknya pada diri sendiri. Jaehyun mengusap kasar air mata yang mengalir membasahi pipinya.
"Appa ...."
Jaehyun menoleh, mendapati Seokjin berdiri dibelakangnya.
"Ada apa Jin-ah?" tanya Jaehyun. Seokjin menatap sendu. Tahu betul apa yang tengah dipikirkan sang Ayah.
Kenapa harus Yoongi lagi?
Kenapa harus Adiknya?
Sekali lagi Seokjin telah melanggar janjinya. Janji pada dirinya sendiri untuk menjaga Yoongi, dan tak membiarkan Yoongi terluka.
"I-itu, apa yang dikatakan Paman Ilwoo tadi, tentang keadaan Yoongi?" tanya Seokjin. Dirinya takut, sungguh. Apalagi melihat sang Ayah datang dengan wajah kusut, dapat dipastikan bahwa yang dikatakan oleh Ilwoo bukanlah hal baik.
Jaehyun menghela napasnya panjang. Berusaha mengurangi sesak di dadanya sebelum berucap, "Buruk ...."
***
19.45
"Jungkook-ah, kau pulang saja dulu." Jungkook menggeleng cepat. Menolak apa yang dikatakan Seokjin. Ia masih ingin di sini, menunggu Yoongi Hyungnya.
"Kook, pulanglah bersama Appa. Lihat bajumu, penuh darah. Istirahatlah, kau pasti lelah. Biar aku yang menjaga Yoongi malam ini," ucap Seokjin. Jungkook menunduk, melihat seragam putihnya yang telah berganti warna menjadi merah kecoklatan di beberapa bagian. Memang benar apa yang dikatakan Seokjin. Tapi ia masih ingin berada di sini.
"Ayo, Jungkookie. Kakakmu benar. Lagipula Seokjin tidak akan bisa menyetir dengan tangan seperti itu. Kita pulang, ya?" Jungkook akhirnya mengangguk pasrah. Ia berdiri lalu berjalan keluar ruangan mengikuti Jaehyun.
Di mana Hoseok?
Kuda itu sudah pulang satu jam yang lalu.
Sepulang Jungkook dan sang Ayah, pintu ruangan di depannya terbuka. Seokjin segera berdiri. Menyambut datangnya Ilwoo dengan gundah.
"Paman ...." Seokjin bergeser. Memberi tempat bagi Jung Ilwoo untuk duduk di sampingnya.
"Tidak pulang, Jin?"
"Seokjin menginap, Paman," ia menjawab. Lelaki itu menghadap pada sang dokter. Menatap dengan binar harap pada maniknya.
"Keadaan Yoongi bagaimana, Paman?" Tanya Seokjin. Ilwoo menunduk dalam.
"Maaf, belum ada kemajuan hingga saat ini."
Seokjin menghela napas lirih. "Tapi Yoongi akan bangun, 'kan, Paman?"
"Samcheon sendiri juga belum tahu. Bangun atau tidak, semua bergantung pada Yoongi. Tapi, Samcheon yakin Yoongi akan bangun." Seokjin mengangguk. Setelahnya, Ilwoo kembali menepuk bahu Seokjin.
"Kalau begitu Samcheon pergi dulu. Hanya kau yang menjaga Yoongi hari ini. Jin-ah?" Sekali lagi Seokjin mengangguk.
"Jangan lewatkan tidur, ya?" Seokjin terkekeh pelan.
"Iya, Paman."
Sepeninggal Ilwoo, Seokjin menghela napas panjang. Dengan bersandar pada kursi, ia memejamkan mata yang terasa panas. Seokjin bergumam, dengan kata 'maaf' yang seakan tak pernah berhenti.
"Maaf, Hyung tidak bisa melindungimu."
"Aku tidak bisa menepati janjiku ...." Ia mendongak, menerawang ruang yang berbatas kaca.
Harus bangun, ya, Yoon? Apa tidak kasihan pada Appa yang menangis sedari tadi? Jungkook juga terus menyalahkan dirinya sendiri. Kau harus bangun, katakan pada mereka agar berhenti menangis.
Bogum Ahjussi sudah ditangkap. Ia tidak akan menakuti, atau bahkan menyakitimu lagi. Jangan takut untuk membuka mata. Hyung ada di sini ....
"Apa sakit sekali, sampai kau menolak untuk bangun?" lirihnya. Air mata menetes dari kedua mata sembabnya.
Seokjin menghapusnya kasar. Tiba-tiba saja terpikir olehnya, setelah Yoongi bangun ... apa Adiknya akan merasa lebih sakit?
Pikirannya melayang, mengingat kembali apa yang dikatakan Ilwoo padanya. Ia tadi berlari ke ruangan Ilwoo setelah Jaehyun menjelaskan apa yang terjadi. Bukannya ia tak percaya pada perkataan Ayahnya, Seokjin hanya ingin memastikan, bahwa itu tidak terjadi.
Tapi kenyataan justru menamparnya dengan keras.
"Ada penggumpalan darah di kepala. Jika dilihat dari lukanya, kemungkinan besar merupakan luka pukulan menggunakan benda tumpul. Operasi bisa saja dilakukan, tapi dengan keadaan Yoongi yang tidak stabil sekarang, persentase keberhasilannya sangat rendah. Terlebih lagi lokasinya berada di batang otak. Yang Paman takutkan, adalah Yoongi tidak bisa bertahan tengah, atau pasca operasi dilakukan. Dengan kemungkinan seperti itu, kami, para dokter tidak berani melakukan operasi tanpa persetujuan keluarga."
Seokjin menunduk dalam. Lelaki itu tertegun. Apa yang ia dengar dari sang Ayah, memang benar adanya.
"Apa efek penggumpalan darah di kepala Yoongi, Paman?"
"Yoongi akan sering merasa pusing, gangguan pada pengelihatan dan bicara, kelumpuhan sementara pada bagian tubuh tertentu ... "
"L-lumpuh?"
"Ya, tapi tidak akan lama. Juga, kau jangan panik jika Yoongi tiba-tiba kejang. Itu hal yang umum. Saat Yoongi kejang, kau harus tetap tenang. Miringkan tubuhnya ke samping untuk berjaga-jaga jika ia muntah. Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut, dan cepat bawa ke rumah sakit jika berlangsung lama, oke?" terang Ilwoo. Seokjin mengangguk kecil.
"Terima kasih, Paman. Seokjin keluar dulu ...."
Seokjin menghapus kasar air mata yang turun. Ia menyandarkan punggung pada sandaran kursi, menarik napas, dan memejamkan mata.
"Selamat malam, Gi-ya ...."
Segera bangun, ya, Yoongi-ah?
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mianhae Yoongi ✔
Fiksi PenggemarDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed " ... semenjak dua tahun lalu, ia bukan lagi Kakakku." "Aku tidak memiliki Kakak! Tidak untuk pembunuh sepertinya!" [18-02-19]- [22-06-19]