Seokjin berlari. Dengan cekatan, ia menekan tombol di samping kepala ranjang.
Mata berairnya menatap sang Adik yang terbaring lemas.
Hoseok dan Jungkook yang baru sampai ikut mendekat, mengerumuni ranjang Yoongi.
Mereka tak salah lihat, 'kan?
Mata itu terbuka.
Jung Ilwoo datang, dan mereka segera menyingkir. Memberi ruang dengan menjauh menuju sofa, mengabaikan permintaan para perawat yang meminta mereka untuk keluar.
Bohong jika Jungkook tidak senang.
Anak itu senang. Benar-benar senang, hingga tak bisa menyembunyikan senyum lebar di wajah. Namun, sedikit ia merasa menyesal karena tak mematuhi himbauan untuk keluar, hingga ia harus menyaksikan sendiri, bagaimana selang panjang ditarik dari mulut sang Kakak, melewati tenggorokan hingga akhirnya terlepas.
Ia mendesis, merasa ngilu ketika melihat Yoongi mengerang lirih.
"Yoongi-ya, bisa bicara?" Ilwoo bertanya, menatap penuh harap remaja di hadapannya.
Seokjin, Hoseok, juga Jungkook cepat-cepat menoleh. Menatap Yoongi, tak sedetikpun mengalihkan pandangan.
Namun, apa yang keluar dari mulut Yoongi, membuat ketiga remaja itu mematung di tempat.
"Ge--lap."
***
Siang ini, ruang rawat hanya dihuni oleh dua orang. Yoongi yang masih berbaring, juga Jaehyun yang duduk di samping ranjang. Suasana benar-benar canggung. Yoongi yang lebih banyak memejam karena tubuhnya benar-benar lemas, sedangkan Jaehyun tak punya keberanian untuk membuka mulut.
"Maaf ...."
Tak tahan dengan keheningan, Jaehyun lantas membuka suara. Membuat Yoongi menoleh, menatap sang Ayah dengan mata sayu.
"Untuk apa?" Suaranya parau. Benar-benar lirih, membuat Jaehyun merasa sakit karenanya.
"Semuanya. Appa salah padamu selama ini. Appa--Appa minta maaf karena menyakitimu selama ini. Kau seperti ini ... itu karena Appa ...."
Yoongi diam, mendengar semua yang dikatakan Jaehyun. Mata sayunya menatap sang ayah lembut, dengan senyum tipis yang justru membuat Jaehyun merasa buruk.
"Jangan meminta maaf, Appa." Yoongi menarik napas panjang.
Kenapa sesak, bahkan ketika dirinya tak berbicara banyak?
Ceklek.
Keduanya menoleh, pada ambang pintu, di mana seorang perawat datang dengan membawa semangkuk bubur, segelas air, juga beberapa butir obat. Perawat itu meletakkannya di atas nakas lalu pamit keluar dari sana.
Yoongi menatap malas mangkuk bubur itu. Hanya dengan melihat mangkuknya saja sudah terbayang rasa bubur yang hambar.
"Kenapa dilihat seperti itu? Ayo, Appa suap," Jaehyun berujar lembut.
Yoongi menatap ayahnya takut.
"Apa boleh?" lirihnya. Jaehyun tersenyum sendu.
"Tentu saja .... Ayo Appa bantu duduk."
Lelaki itu dengan cepat berdiri, membantu Yoongi yang masih lemas untuk duduk bersandar pada kepala ranjang, tak lupa ia membuka masker oksigen yang menutupi sebagian wajah sang putra.
"Jja, buka mulutmu ...." Di tangannya sudah siap sesendok bubur. Yoongi membuka mulutnya, menerima suapan dari sang Ayah yang terasa canggung.
"Sudah ...," tolak Yoongi saat Jaehyun hendak menyuapkan bubur untuk yang kesekian kalinya.
"Sudah?" Yoongi mengangguk. Jaehyun melihat mangkuk bubur yang tak berkurang banyak.
"Tapi baru beberapa suap, Yoongi-ah .... Makan lagi, ya?" bujuk Jaehyun yang dibalas dengan gelengan kecil.
"Mual, Appa ...."
"A-ah ... baiklah ...." Jaehyun menurut. Ia meletakkan mangkuk di atas nakas dan membantu Yoongi untuk meminum obatnya. Ia tidak akan memaksa jika Yoongi memang tidak bisa, tapi setidaknya sudah ada yang masuk ke perut Yoongi, bukan?
"Mengantuk? Tidurlah," ucapnya lembut saat melihat mata sayu sang putra. Ia memasang kembali masker oksigen, lalu membantu Yoongi mengubah posisinya menjadi berbaring.
"A-appa di sini?" Jaehyun terdiam. Detik selanjutnya Lelaki itu mengangguk. Tersenyum lembut sembari mengusap surai Yoongi yang nampak malu.
"Appa di sini. Tidurlah ...."
Yoongi terlelap dengan cepat, sebab tubuhnya yang masih lemas, juga efek obat yang ia minum.
Mengenai penyakit yang bersarang di kepalanya, Yoongi tahu saat Seokjin bercerita. Anak itu tak menangis, nampak biasa saja seperti tak ada apapun yang terjadi. Lagipula ia bahagia sekarang, karena Ayahnya ada di sampingnya.
Jaehyun membenahi selimut yang dipakai Yoongi hingga sebatas dada. Ia duduk di samping ranjang seperti janjinya untuk menunggu, dengan pandangan yang tak lepas dari wajah pucat sang putra.
***
"Hyung, mau apel?" Jungkook menyodorkan buah tepat di depan hidung Yoongi.
"Kukupas untuk Hyungie," lanjutnya. Anak itu memutuskan sendiri tanpa menunggu jawaban sang Kakak.
"Ini Hyung." Potongan apel yang berada tepat di depan wajah, membuat Yoongi membuka mulutnya, mau tak mau.
"Enak??" tanya Jungkook.
Yoongi tersenyum lalu mengangguk. Mengundang tatapan gemas Jungkook pada kakak keduanya.
"Iya," jawabnya. Tanganya ia gunakan untuk menggaruk hidung yang gatal karena ada nasal kanul yang bertengger.
"Benarkah?" Mata Jungkook membulat tanda ia tertarik.
"Wahh ... ini manis!"Jungkook berseru kagum. Seokjin yang menggelengkan kepalanya.
"Sebenarnya untuk siapa apel itu, Kook-ah?" tanyanya. Jungkook tertawa kikuk. Anak itu kembali memotong apel, yang kali ini ditujukan untuk Yoongi.
"Makan saja, Hyung sudah kenyang." Jungkook mengangkat alis.
"Sudah kenyang?!" Yoongi mengangguk, dan segera setelahnya, si bungsu melahap habis apel, hingga hanya tersisa biji.
"Akh!"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mianhae Yoongi ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed " ... semenjak dua tahun lalu, ia bukan lagi Kakakku." "Aku tidak memiliki Kakak! Tidak untuk pembunuh sepertinya!" [18-02-19]- [22-06-19]