31

6.1K 631 58
                                    

"Apa maumu, sialan?!" gertak Seokjin.

"Aku? Kehancuran keluargamu. Bagaimana?" Park Bogum terkekeh. Melodi tawa yang memuakkan bagi Seokjin yang mendengar.

"Keparat!"

"Maaf, tapi cepat atau lambat, keluargamu akan segera hancur, Seokjin-ssi ...."

Telepon dimatikan sepihak oleh Bogum. Seokjin meremas erat ponsel Yoongi. Matanya memerah menahan amarah.

"Keparat itu ...," gerammnya.

"Aku harus memberitahu Appa," ucap Seokjin, ia pergi dengan mata yang berkilat marah, sebelum tangannya dicekal oleh sang Adik.

"Jangan, Hyung ...," lirih Yoongi.

"Kenapa?! Jangan buat semuanya menjadi semakin rumit. Appa perlu tahu semua tentang 'sahabatnya' itu," lanjut Seokjin. Yoongi melepaskan cekalannya pada tangan Seokjin.

"Lalu, jika kita memberi tahu, Appa akan percaya pada kita?" ia balik bertanya.

"Bogum Ahjussi itu sahabat Appa. Jika tidak ada bukti kuat, Appa tidak akan percaya begitu saja pada kita." Seokjin diam. Perkataan Yoongi benar. Ayahnya tidak akan percaya begitu saja pasda mereka. Tanpa, atau bahkan dengan bukti.

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Seokjin.

"Kita harus mengumpulkan bukti terlebih dahulu, Hyung. Baru setelah itu kita beritahu Appa," jawab Yoongi. Seokjin mengangguk membenarkan. Ia meletakkan ponsel Yoongi ke atas nakas. Menghampiri Yoongi dan menepuk bahunya.

"Hyung keluar dulu. Sekarang istirahatlah, jika kau butuh sesuatu panggil saja Hyung atau Kang Ahjumma," ucap Seokjin. Yoongi mengangguk, ia merebahkan tubuhnya di atas kasur. Menutup matanya sampai kantuk membawanya.

***

Kini, Seokjin berada di ruang tengah. Ia sedang asyik menonton film yang diputar dengan remot ia genggam di tangannya.

Ceklek.



Seokjin mengalihkan pandangannya ke pintu utama. 

"Dari mana, Kook?" Tanya Seokjin. Tapi Jungkook tak menjawab. Ia hanya melirik sekilas lalu berlalu tanpa menjawab.

"Jungkook." Seokjin bangkit, menghentikan langkah sang Adik dengan mencekal tangannya.

"Ada apa?" tanya Seokjin.

Jungkook tertawa remeh.

"Pura-pura tidak tahu?" 

"Apa maksudmu?" tanya Seokjin. Ia menatap bingung Jungkook, sampai kedua matanya membulat karena mengingat kejadian ketika mereka bersitegang di sambungan telepon.

"Sialan itu harus diberi pelajaran," Jungkook berujar dingin. Seokjin menatap tak suka.

"Jaga bicaramu, Kook! Yoongi itu kakakmu!" tegas Seokjin. 

"Semenjak kejadian dua tahun yang lalu, dia bukan lagi Kakakku," jawab Jungkook. Ia menghempas cekalan Seokjin dan berlalu, menaiki anak tangga satu persatu. 

"Kau salah paham. Kita semua salah paham! Kau hanya belum tahu kebenarannya, Kook," ucap Seokjin. Jungkook tertawa kecil.

"Kebenaran, katamu? Jangan mencoba melindungi pembunuh itu, Hyung!" teriak Jungkook. Setelahnya ia menaiki anak tangga menuju kamarnya, dan hanya bantingan pintu yang terdengar.

***

Sudah masuk waktu makan malam, tapi hanya Jungkook yang berada di meja makan. Bahkan, ia sudah memakan makanannya sendiri. Malam ini mereka hanya makan bertiga, seharusnya, karena sang kepala keluarga tidak akan pulang. Berkas-berkas di perusahaan menumpuk, mengharuskannya untuk menginap di kantor malam ini.

Suara langkah kaki yang menuruni tangga tak membuat Jungkook mengalihkan perhatiannya.

Itu Yoongi. Ia duduk disalah satu kursi, mengambil piring, lalu menaruh beberapa makanan dan mulai memakannya. Seokjin yang sudah sampai juga melakukan hal serupa. 

Tak.



Suara alat makan yang beradu dengan meja makan membuat Seokjin dan Yoongi menoleh.

"Jungkook, mau kemana?" tanya Seokjin. Sementara yang ditanya tidak menjawab. Hanya terus melanjutkan langkahnya menuju pintu utama dan menutup pintunya dengan cukup keras.

Malam ini ia ingin menginap dirumah Jimin.

"Hyung, karena aku, ya?" lirih Yoongi. Seokjin menghentikan langkahnya dan buru-buru menggeleng.

"Tidak ... Jungkook hanya belum tahu yang sebenarnya," jawabnya menenangkan. 

.

.

.

"Aku selesai." Yoongi berdiri begitu ia menyelesaikan makan malamnya. Ia berniat menuju kamarnya dan segera tidur.

"Yoongi," panggil Seokjin, yang membuat langkah Yoongi terhenti.

"Ada apa, Hyung?" tanyanya.

"Bisa kekamarku dulu?" tanya Seokjin. Yoongi yang masih kebingungan hanya menganggukkan kepalanya. Ia duduk di salah satu anak tangga, memutuskan untuk menunggu sang Kakak selesai makan.

Seokjin tersenyum melihat wajah bingung Yoongi. Ia meletakkan piring dan alat-alat makan lain yang tadi digunakan ke wastafel dan meninggalkannya begitu saja.

"Ayo," ajaknya. Yoongi mengangguk dan segera berdiri. Mengikuti Kakaknya yang telah berjalan lebih dulu.

Ceklek.



"Masuklah," ucap Seokjin. Yoongi hanya mengikuti apa yang dikatakan Seokjin dengan raut bingung yang tak lepas dari wajahnya.

"Duduklah di kasur," ucap Seokjin, dan sekali lagi Yoongi hanya menurut. Ia duduk di atas kasur dengan kedua mata yang tak lepas mengamati apa yang dilakukan oleh sang Kakak.

Seokjin membuka nakas lalu mengambil sebuah kotak. Ia berjalan ke kasur dimana Yoongi duduk.

"Menghadaplah ke samping, dan lepas kaosmu. Perbannya perlu diganti," Seokjin berujar. Yoongi mengangguk patuh. Ia mengubah posisi duduknya lalu melepas kaosnya. Seokjin dengan cekatan langsung melepas perban yang melilit punggung Yoongi sampai ke dada dengan perban baru. Meringis ngilu kala luka cambukan di punggung Yoongi terlihat dengan jelas oleh kedua matanya.

"Jja, sudah selesai," ucap Seokjin. Yoongi mengangguk lalu memakai kaosnya kembali.

"Terima kasih, Hyung," ucapnya. Seokjin mengangguk, ia membereskan kotak berisi peralatan P3K yang telah digunakan.

"Aku kekamar dulu, Hyung."

"Hm, istirahatlah," balas Seokjin. Ia kembali menyimpan kotak berisi peralatan kessehatan ringan ke dalam laci. Tak lupa membuang perban bekas ke tempat sampah yang ada di kamarnya.

Seokjin keluar kamarnya, melangkahkan kakinya menuju kamar Yoongi.

Ia membuka pintu perlahan, berusaha membuat suara sekecil mungkin, dan berjalan pelan, sementara pemiliknya sudah tertelap.

Lelaki itu melangkahkan kakinya menuju jendela yang masih terbuka. Menutupnya dengan perlahan, tak lupa menutup gordennya. Ia berjalan mendekat pada Yoongi yang sudah tertidur. Seokjin mengelus lembut surai Yoongi yang membuat Adiknya menggeliat pelan. 

Ia menyibak poni sang Adik lalu mengecup dahinya sayang. Setelahnya ia menarik selimut sampai sebatas dada agar Adiknya tak kedinginan.

"Selamat malam, Yoongi-ah ...."






TBC




Mianhae Yoongi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang