62

6.5K 668 299
                                    

Sudah tiga hari setelah Yoongi bangun, dan kini ia menatap malas seluruh benda di ruang rawatnya.

Anak itu mendengus. 

Semua ini terasa monoton. Tidak ada yang menarik.

Juga, hanya ada ia dan Ayahnya sekarang. Yoongi benar-benar bosan. 

Ayahnya memang menunggu, tapi sibuk dengan pekerjaan. Lalu, ponselnya yang seharusnya berada di sini untuk menjadi satu-satunya hiburan, justru menghilang entah ke mana.

Seingat Yoongi, ia sama sekali belum memegang benda itu sejak ia bangun.

Dengusan yang entah sudah keberapa kali keluar terdengar lagi. Rasanya, Yoongi ingin cepat-cepat pulang, dan bermalasan di kasur kesayangannya seharian penuh.

Ah ... ia bahkan lupa bagaimana rasanya tidur sambil memeluk guling.

Lagi, helaan napas bosan keluar. Anak itu berdecak kecil. Tidak ada yang bisa ia lakukan di ruangan ini. Benar-benar tidak ada kecuali menunggu dan tidur.

Jaehyun di sana terkekeh pelan. "Bosan?" ia bertanya, dan dapat ia lihat Yoongi yang mengarahkan tatapan penuh harap padanya.

Anak itu mengangguk, membenarkan perkataan Ayahnya.

"Kita ke taman, bagaimana?" Dan, Jaehyun dapat melihat mata berbinar itu. Sepertinya, putranya ini benar-benar ingin keluar.

"Sebentar, Appa tanyakan Jung Euisa dulu," lanjut Jaehyun. Ia memindahkan laptop yang sedari tadi berada di pangkuannya ke atas sofa. Lelaki itu berdiri, keluar meninggalkan Yoongi yang menatap kepergiannya dengan tatapan penuh harap.

Tak lama setelahnya, Jaehyun datang dengan membawa kursi roda.

"Kita keluar tapi, pakai ini, ya?" ujar Jaehyun sambil menepuk kursi roda yang ia bawa.

Susah payah Yoongi mengangguk. Ada sedikit gengsi untuk memakai benda yang dibawa oleh Ayahnya. 

Tapi, bagaimana? Ia benar-benar ingin keluar dari ruangan ini--

"Arraseo ...."

--berakhir dengan ia yang menyahut pelan. Menurut.

Yah, walau harus memakai kursi roda, setidaknya ia bisa keluar, 'kan?

.

.

.

Yoongi memandang ke seluruh penjuru taman. Sangat hijau, dan Yoongi menyukainya. Senyum terbit di bibir pucatnya, kala melihat kupu-kupu terbang ke arahnya.

Kupu-kupu itu bebas, dan ia iri. Yoongi ingin berjalan, bukan duduk di kursi roda seperti ini. Tapi Yoongi tahu, sekarang ini tubuhnya tidak bisa diajak berkompromi.

Jaehyun tersenyum tipis kala melihat Yoongi tersenyum. Ia mengikuti arah pandangan Yoongi yang ternyata mengarah pada kupu-kupu berwarna kuning.

"Kupu-kupu? Kenapa?" tanya Jaehyun. Ia penasaran, kenapa kupu-kupu itu lebih menyita perhatian Yoongi, dari pada sekumpulan bunga di sekeliling taman.

"Kupu-kupu bisa terbang, Appa," Yoongi menjawab. Anak itu tak mengubah pandangan dari kupu-kupu yang menjadi objek fokusnya. Matanya jeli mengikuti kemanapun kupu-kupu itu terbang.

"Lalu?"

"Aku juga ingin terbang, hehe ...." Kekehannya terdengar. Anak itu kini mengalihkan pandangannya pada sang Ayah yang justru tersenyum sendu.

"Ada apa?" tanyanya. Jaehyun cepat-cepat menggeleng. Lelaki itu tersenyum tipis.

"Tidak ada, ayo kita kembali," ajak Jaehyun yang membuahkan protes dari sang putra.

"Yoongi masih ingin berada di sini, Appa. Di dalam membosankan."

Jaehyun terkekeh kecil. Ia menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

"Sudah pukul sembilan kurang sepuluh menit. Itu artinya Jung Euisa akan datang ke ruanganmu sepuluh menit lagi, bukan?"

Yoongi terdiam. Apa yang dikatakan Ayahnya benar. 

Ia mengangguk setengah hati.

"Kalau begitu, kita kembali?" tawar Jaehyun, dan kali ini Yoongi mengangguk terpaksa. 

Jaehyun berdiri. Ia mendorong kursi roda yang diduduki Yoongi, membawanya masuk kembali ke dalam rumah sakit.

Keduanya diam di sepanjang jalan menuju ruang rawat. Yoongi sibuk mengamati orang-orang yang berlalu-lalang, sementara Jaehyun sibuk dengan pemikirannya. Ia masih mengingat dengan jelas perkataan sang putra yang membuatnya tertegun.

"Aku juga ingin terbang ... " 

Kalimat itu mampu membuat Jaehyun tidak tenang. Jantungnya serasa dipompa lebih cepat saat Yoongi berucap. Entah mengapa, tapi prasangka negatif, juga hal-hal yang tidak Jaehyun inginkan justru berkeliaran dalam pikirannya.

"Appa!" Langkahnya berhenti. Jaehyun menoleh, mendapati Seokjin yang berjalan mendekat.

"Hyung, kuliahmu sudah selesai?" tanya Yoongi. Si sulung terkekeh. Ia mengusak gemas surai yang lebih muda.

"Aku pulang, lagi pula jam kosong," jawabnya. Ia menatap sang Ayah. "Appa tidak pergi bekerja?" 

"Rencananya Appa akan berangkat jika kau sudah datang." Seokjin tersenyum.

"Kalau begitu, Appa berangkat saja. Pasti pekerjaan di kantor sudah menumpuk, haha ...,"  ujarnya dengan tawa.

Jaehyun mengangguk membenarkan. Pekerjaan di kantor memang sudah menumpuk sekian banyaknya.

Lelaki itu mengusak lembut rambut si tengah, sebelum pergi terlebih dulu menuju ruang rawat untuk mengambil tas juga laptop, dan berangkat bekerja.

***

"Hyung tahu? Tadi malam, Eomma datang ke mimpiku," tutur Yoongi. 

Seokjin mengarahkan pandangannya pada Yoongi tanpa menghentikan laju kursi roda.

"Benarkah?"

"Iya! Eomma sangaaat cantik, Hyung!"

Yoongi yang bercerita dengan semangat, membuat Seokjin mau tak mau memasang telinga untuk menjadi pendengar yang baik. Jarang-jarang juga Yoongi mau bercerita panjang lebar seperti ini.

Tatapan si sulung menyendu. Sebenarnya ia juga rindu. Seokjin juga ingin bertemu Ibunya--walau hanya dalam mimpi.

Ia tersenyum mendengar antusiasme Yoongi bercerita, sampai satu kalimat membuatnya tertegun, hingga berhenti di depan pintu ruang rawat.

" ... Eomma juga mengajakku ikut bersamanya, Hyung!"







TBC

Mianhae Yoongi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang