Yoongi dengan gelagapan bangun dari tidur, kala ia merasa air mengguyur tubuhnya. Kedua matanya terbuka cepat, menatap pada Jungkook yang tersenyum sinis dengan sebuah ember yang kosong di tangannya.
"Cih, pemalas," umpat Jungkook dan beranjak, meninggalkan Yoongi dalam keadaan basah kuyup atas perbuatannya.
"Sshh ...." Yoongi memijit pelipisnya saat pening menghantam kepalanya. Ia melirik jam diatas nakas, dan Yoongi segera turun dari ranjang. Hampir saja terjatuh jika ia tidak bisa menjaga keseimbangan. Suhu tubuhnya masih tinggi sejak kemarin, ditambah dengan guyuran air pagi ini yang membuat kepala Yoongi semakin pusing.
Ia menggulung selimut dan seprai yang basah itu, lalu membawanya ke bawah untuk dicuci.
Memang bukan pertama kalinya Yoongi menerima perlakuan seperti ini dari Jungkook. Sudah sering Jungkook membangunkannya dengan mengguyurnya menggunakan air. Tapi Yoongi hanya diam. Ia yakin semua akan berubah suatu saat nanti.
"Tuan Muda Yoongi, bukankah seprai dan selimutnya baru saja diganti?" tutur Kang Ahjumma. Yoongi mengangguk membenarkan.
"Iya, Ahjumma. Aku tidak sengaja menumpahkan air," bohong Yoongi diakhiri dengan kekehan kecil.
Kang Ahjumma mengangguk, memutuskan untuk menelan bulat-bulat kebohongan yang Yoongi buat. Karena jelas-jelas ia melihat Jungkook membawa seember air ke lantai atas tadi.
"Masukkan saja saja ke keranjang pakaian, Tuan Muda. Akan Ahjumma cuci nanti", ujarnya. Yoongi mengangguk, ia memasukkan selimut dan seprai basah itu ke keranjang pakaian kotor, lalu naik ke kamarnya.
***
"Yoongi? Kau akan berangkat?!" heboh Seokjin saat melihat Yoongi turun dengan setelan seragam rapi.
"Iya, Hyung. Sudah lama sekali aku tidak berangkat sekolah," jawab Yoongi.
"Tapi bagaimana? Bukankah kau masih sakit?" ujar Seokjin khawatir.
"Jangan khawatir," jawab Yoongi meyakinkan.
"Cih, drama macam apa ini?!" teriak Jungkook. Anak itu membanting sendoknya, lalu pergi dari ruang makan tanpa menghabiskan sarapannya terlebih dahulu.
"Jungkook, makananmu belum habis!" seru Seokjin.
"Sialan itu membuat nafsu makanku hilang."
BLAM!
Pintu besar itu dibanting dengan keras, membuat Seokjin berjengit kaget, dan Yoongi terpaku di tempatnya.
"Sudah, jangan dipikirkan. Kemarilah, ayo kita sarapan," ajak Seokjin. Melempar senyum tipis yang dibalas dengan anggukan pelan.
.
.
.
"Yoon, hari ini Hyung yang akan mengantar," ucap Seokjin. Yoongi menggeleng cepat.
"Tidak perlu, aku akan berangkat sendiri. Hyung bisa terlambat jika mengantarku nanti," tolak Yoongi.
"Tidak ada alasan. Hari ini aku akan mengantarmu." tegas Seokjin. Mana mungkin ia membiarkan Yoongi berangkat sendiri dengan kondisi tubuh yang belum sepenuhnya pulih. Bahkan wajahnya masih terlihat pucat, dan Seokjin yakin Adiknya ini masih demam.
"Tapi Hyu--"
"Kau belum sehat betul, Yoon. Jangan membantah." Ucapannya lembut tapi tegas, dan Yoongi terpaksa menurut, ia menganggukkan kepalanya pelan.
***
"Telepon Hyung jika sudah pulang nanti. Akan Hyung jemput," ucap Seokjin.
"Ahh, Hyung ... aku bisa naik bus nanti," tolak Yoongi.
"Jangan menolak. Hyung yang akan menjemputmu nanti," ucap Seokjin tegas, dan Yoongi hanya bisa menurut jika Seokjin sudah seperti ini.
"Arraseo ...," balasnya pelan. Tak ada gunanya bagi Yoongi untuk mendebat apa yang dikatakan Seokjin, karena ia pasti akan kalah. Kakaknya itu memang kepala batu.
"Jja, sudah sampai." Yoongi mendongak, dan seger membuka sabuk pengaman yang embelit tubuhnya.
"Jangan lupa, aku yang akan menjemput. Telepon Hyung jika ada apa-apa," Seokjin memeringati, dibalas dengan anggukan kecil, juga simbok 'ok' dari sang Adik.
.
.
.
Brak!
"Ada apa?" Itu Hoseok yang bertanya. Pasalnya, Yoongi tiba-tiba masuk, membanting tasnya lalu menenggelamkan kepalanya dalam lipatan tangan di atas meja.
"Kau baik?" Hoseok kembali mengajukan tanya. Ia menepuk bahu Yoongi, dan tersentak kecil kala hangat terasa di telapak tangannya.
"Kau demam? Kenapa harus berangkat hari ini? Ayo kuantar ke ruang kesehatan!" seru Hoseok. Pemuda Jung itu sama sekali tidak menyangka kalau Yoongi akan berangkat hari ini.
Ia kira, Yoongi akan beristirahat dirumah selama dua atau tiga hari. Namun, rupanya prediksinya salah.
"Berisik! Aku hanya ingin tidur sebentar, bangunkan aku jika Kang Ssaem datang nanti" pinta Yoongi. Hoseok terdiam. Lelaki itu hanya bisa mengangguk mengiyakan.
.
.
.
"--gi!!"
"--Yoongi!"
"Min Yoongi!!"
Yoongi segera membuka matanya kala mendengar seseorang memanggil namanya. Ia melihat ke depan, Kang Ssaem sedang berdiri menatap tajam padanya.
"Keluar!! Lari kelilingi lapangan lima kali karena kau tidur di kelas!" titah Kang Ssaem.
Hoseok tertegun. "Tapi, Ssaem, Yoongi sed--"
"Kau tidak bisa membelanya, Jung Hoseok! Ini adalah peraturan yang harus dipatuhi tanpa kecuali."
Jung Hoseok bungkam, kala guru yang sayangnya killer berumur hampir setengah abad itu berteriak padanya. Ia menatap khawatir pada Yoongi.
Apa Kang Ssaem tidak bisa memberi keringanan?
"Maafkan saya, Ssaem ...." Ia menunduk. Sama sekali tak mengalihkan pandang hingga Yoongi keluar dari kelas. Ia menggigit bibir khawatir.
"Jung Hoseok! Tolong fokus ke depan!" Ia tersentak. Mau tak mau, Hoseok harus memperhatikan bagaimana Kang Ssaem menjelaskan materi yang bahkan sama sekali tak bisa masuk ke otaknya.
Pemuda Jung itu menatap malas ke arah papan tulis sambil sesekali memainkan pulpennya. Ia bosan sekali. Ilmu yang disampaikan hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri, hingga sebuah suara dapat mengalihkan perhatian Hoseok.
"Yoongi-ya! Berhentilah, eoh?!"
Yoongi ....
Jantung Hoseok berdegup kencang karena khawatir. Ia menoleh cepat ke lapangan melalui jendela kelas. Dilihatnya Yoongi yang benar-benar kelelahan tetap memacu langkah untuk berlari.
Dan entah di putaran ke berapa, Hoseok melihat tubuh itu limbung ke depan.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Mianhae Yoongi ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Brothership - Completed " ... semenjak dua tahun lalu, ia bukan lagi Kakakku." "Aku tidak memiliki Kakak! Tidak untuk pembunuh sepertinya!" [18-02-19]- [22-06-19]