19. Sosok Misterius

599 36 1
                                    

Masalah kemarin ditutupi rapat-rapat oleh Alfan dan Aldifa. Hari ini juga, Alfan menyuruh Aldifa untuk tidak masuk sekolah. Ia meminta Aldifa agar lebih tenang dulu. Dan jika orang rumah menanyakan kenapa Aldifa tidak sekolah, Aldifa akan menjawab tidak enak badan.

"Kak Alfan, sekedar info nih, Aldifa nggak sekolah gara-gara nggak enak badan," kata Kalea pada Alfan yang tidak sengaja berpapasan di koridor lantai satu.

Alfan tersenyum ramah, "Makasih infonya,"

Kalea mengacungkan jempolnya sambil nyengir kuda, lalu melambaikan tangan saat Alfan beranjak dari tempat mereka mengobrol tadi.

Alfan membuka lokernya untuk mengambil beberapa buku yang ada di sana. Dahinya mengernyit saat menemukan sebuah kertas di dalam lokernya.

Lo nyari gara-gara sama gue. Datang ke belakang gudang tua di daerah selatan. Sendirian. Atau Aldifa tersayang lo harus jadi milik gue sepenuhnya.

"Sial!" umpatan Alfan untuk pertama kalinya. Ia benar-benar geram dengan sosok yang mengiriminya surat ini. Siapa lagi kalau bukan Eza.

Alfan mengambil ponselnya, lalu menelepon Aldifa. Belum sampai deringan ketiga Aldifa sudah mengangkat teleponnya.

"Halo,"

"Jangan pergi kemana-mana,"

"Maksudnya?"

"Eza nggak terima kejadian kemarin. Gue minta lo jangan pergi kemana-mana."

"I-iya, tapi gue takut. Di rumah nggak ada siapa-siapa. Baru tadi nyokap bokap pamit pergi keluar kota."

"Gue ke rumah lo sekarang!"

"Jangan, lo sekolah aja. Lagian Eza juga pasti sekolah dan satpam nggak akan ngizinin murid keluar sebelum waktunya."

Alfan diam untuk beberapa detik. Ia menguras otaknya untuk berpikir cara melindungi Aldifa dari si berengsek Eza.

"Fan?"

"Oke."

Panggilan terputus. Alfan berlari kecil menuju gerbang sekolah. Satu-satunya cara yang terlintas hanya bicara empat mata dengan satpam sekolah. Alfan meyakinkan satpam yang bernama Pak Oji itu agar tidak membukakan gerbang untuk siapapun. Dan kalau bisa mengunci semua tempat yang bisa menjadi sasaran anak bolos sekolah.

Setelah Pak Oji mengangguk dan menyanggupi, Alfan baru bisa bernapas lega. Semoga cara ini berhasil. Dengan penyakitnya yang membahayakan dirinya, Alfan hanya bisa melakukan hal sekecil ini. Ketakutan akan ancaman Eza disurat tadi semoga tidak terjadi.

***

"Maaf, nomor yang anda tuju ti—"

Alfan menggeram kesal. Ini adalah panggilan kesepuluhnya untuk Aldifa. Semua pesan yang terkirim pun tidak ada yang dibalas. Ia mulai khawatir. Tak peduli dengan citranya di sekolah sebagai murid teladan, Alfan akan pergi sekarang juga, saat jam istirahat kedua.

Setelah berhasil, bicara baik-baik dengan Pak Oji. Alfan diperbolehkan pergi dengan syarat pukul satu siang Alfan sudah kembali ke sekolah. Dengan waktunya yang tinggal setengah jam, Alfan mengendarai motornya menuju rumah Aldifa dengan kecepatan penuh.

Sampai di sana, Alfan menyimpan helmnya asal lalu mendekati gerbang rumah Aldifa. Gerbang itu terkunci. Alfan semakin khawatir, apalagi tidak ada satpam yang berjaga.

"Al!"

"Aldifa! Buka gerbangnya!"

"Aldif—"

Triple Al [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang