"Aldifa pulang!"
Teriak Aldifa saat memasuki rumah. Ia duduk di sofa lalu melepaskan sepatu yang melekat di kakinya. Setelah itu melangkah menuju dapur untuk menemui Bintang.
"Wih, tumben Mama bikin kue. Ada acara apa emangnya?" tanya Aldifa.
Bintang yang sibuk mengaduk adonan membalas pertanyaan Aldifa tanpa menoleh. "Pengin aja,"
Aldifa mangut-mangut, sebuah ide muncul di kepalanya. Sebenarnya lebih tepat dikatakan jahilan sih. Karena sekarang Aldifa ingin menggoda Mamanya.
"Eum, jangan-jangan Aldifa mau punya adek nih, Ma," kata Aldifa pura-pura curiga.
"Ngomong apaan sih kamu?" Bintang terkekeh, Aldifa ikut terkekeh karena berhasil menggoda Mamanya.
"Habis Mama aneh, nggak ada acara apa-apa bikin kue. Ujung-ujungnya Mama cuma bikin aja terus yang makan kuenya Aldifa sama Papa," Aldifa tertawa, sudah hapal dengan sifat Mamanya ini.
Bintang menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan anaknya. Sifatnya turunan dirinya, jadi ia tidak akan marah jika Aldifa kadang menyebalkan.
"Dari pada ngelihatin aja mending bantu Mama," ujar Bintang, karena anaknya hanya duduk di mini bar sembari memperhatikan Bintang.
"Oke, Ma, Aldifa ganti baju dulu," Aldifa beranjak dari dapur menuju kamarnya.
Sesampai di kamar Aldifa menyimpan tasnya di kursi belajar lalu menuju ke kasur. Ia butuh rebahan sebentar, badannya terasa pegal. Matanya menatap langit-langit kamar, seketika senyum tipis terbit dibibirnya. Bayangan Alfan melintas dalam benaknya.
Aldifa mengerjapkan matanya lalu bangun. "Udah gila ya gue senyum-senyum sendiri?" Aldifa bergidik.
Dengan cepat Aldifa mengambil handuk yang menggantung lalu masuk ke kamar mandi. Badannya terasa lengket setelah melakukan pelajaran olahraga tadi.
Selang 10 menit Aldifa keluar dari kamar mandi. Ia memakai pakaian santai. Dengan semangat 45 Aldifa kembali ke dapur untuk membantu Bintang membuat kue. Ia juga ingin membuat cupcake untuk anak-anak panti.
"Mana, Ma yang perlu Aldifa bantu?" tanya Aldifa sesampai di dapur.
"Cetakin adonan itu, Mama mau buat kue kering," jawab Bintang sambil memasukan kue yang sudah jadi ke dalam toples.
Aldifa mengangguk, ia melakukan pekerjaannya dengan baik. Bintang tersenyum hangat saat menatap Aldifa sesemangat itu. Ia tidak menyangka anaknya sudah sebesar ini. Perasaan seperti baru kemarin Bintang menggendong Aldifa yang menangis karena ngompol dicelana.
Waktu berlalu begitu cepat. Aldifa sudah remaja, mengenal dunia yang sebenarnya.
"Ma, mumpung Mama bikin kue, sekalian bantuin Aldifa bikin cupcake ya? Aldifa pengin buat cupcake un— Mama kok nangis? Aldifa salah ya? Harusnya cetakan bintang, Aldifa malah cetak bulan sabit. Duh, maaf Ma, kirain Aldida bentuk cetakannya bebas, jadi Aldifa pi—"
Bintang memeluk Aldifa membuat Aldifa terkejut. Ada apa dengan Mamanya ini? Tadi nangis sekarang memeluknya.
"Mom, are you oke?" tanya Aldifa pelan sembari mengelus punggung Bintang lembut.
Bintang melepaskan pelukannya, ia menghapus jejak-jejak air mata yang sempat hadir tanpa diundang. Senyum yang selalu membuat hati Aldifa tenang, terbit.
"Mama baik-baik aja. Kamu bilang apa tadi, hem? Mau buat cupcake? Ayo!"
Tepung terigu dituangkan ke dalam wadah lalu Bintang mengambil berbagai macam pewarna makanan. Aldifa menatap Mamanya sembari tersenyum, ia tidak tahu kenapa Mamanya seperti tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triple Al [End]
Ficção Adolescente[Sequel Bintang Jatuh] Aldifa akan ceria jika bersama Alfin, si cowok dingin yang irit ngomong. Aldifa akan cuek jika bersama Alfan, si cowok nyebelin yang banyak ngomong. *** Aldifa sudah nyaman dengan Alfin, nyaman raga dan juga hati. Ta...