Rabu sore, ruang tengah rumah Aldifa ramai dengan jeritan ketakutan Kalea dan Wina yang sedang menonton film horror. Sedangkan Leo dan Kelvin menonton dengan tenang sesekali berdecak kesal gara-gara dua gadis yang mendadak menjerit heboh. Aldifa menghela napas panjang, ia bangkit lalu melangkah menuju dapur dimana Mama tersayangnya sedang memasak.
Aldifa menyenderkan sebelah bahunya pada tembok pembatas antara dapur dan ruang tengah sambil menatap punggung Mamanya yang tengah sibuk menumis bumbu masakan.
"Aldifa nggak akan punya adikkan, Ma?"
Bintang menoleh sekilas kemudian terkekeh. "Kamu ngomong apa sih, Sayang?"
"Yaaa Mama aneh, tiba-tiba nyuruh Aldifa buat undang temen-temen karena Mama lagi pengin masak banyak,"
Aldifa kembali ingat kejadian tadi pagi ketika ia sedang memakan keripik jagung sembari menonton kartun spongebob dan Mamanya seketika mendatanginya sambil berkata, "Dif, undang temen-temen kamu ya. Hari ini Mama mau masak banyak." Oke, ucapan Mamanya emang nggak aneh, tapi Mamanya ngomong begitu dengan ekspresi wanita paling bahagia sedunia. Kan Aldifa curiga, takutnya dia mau punya adik.
"Ya nggak pa-pa lah, biar rumahnya rame lagian kamu juga dari kemarin-kemarin kelihatan nggak semangat. Kenapa sih? Galauin Alfan apa Alfin, huh?"
"Dua-duanya," gumam Aldifa.
"Apa? Mama nggak denger yang keras dong kalau ngomong. Udah tau ini lagi oseng-oseng."
"Tau ah,"
Setelah mengatakan itu Aldifa mengambil duduk dimeja makan. Pegel juga berdiri terus.
"Ma, mau dibantuin nggak?" tanya Aldifa, menawarkan diri.
"Nggak," jawab Bintang, tegas.
"Lah, anaknya mau bantuin malah nggak dibolehin."
"Coba kamu inget, kemarin sore Mama nyuruh kamu masak air tapi yang kamu masak apa?"
Aldifa nyengir, "Pancinya aja, airnya ketinggalan, heheh."
Bintang geleng-geleng kepala. "Dua hari lalu waktu kamu sama Papamu mau sarapan tapi Mama nggak bisa nyiapin makanannya karena ada urusan. Kamu masak apa?"
Aldifa menegakkan tubuhnya, memorinya terlempar dua hari lalu. "Nasi goreng,"
"Yang kamu masukkin ke nasi gorengnya garam atau gula?"
Dahinya berkerut, beberapa detik kemudian Aldifa kembali nyengir. "Gula, heheh."
"Lima hari la—"
"Udah sih, Ma. Inget banget kalau tiap Aldifa masak gagal mulu." Aldifa menggerutu tanpa suara.
"Ingetlah, kamu kalau masak udah nggak enak, dapur berantakan pula. Harusnya Mama masukin kamu ke SMK jurusan Tata Boga biar pinter masak."
"Ck, anak Mama ini lebih cocok masuk jurusan tata masa depan."
Bintang menoleh, mendelik pada anaknya yang tengah tertawa pelan. Nggak ngerti lagi, punya anak turunan bapaknya gitu banget.
"Alfan sama Alfin udah dateng?" tanya Bintang setelah beberapa menit suasana dapur hening tanpa percakapan.
"Nggak tau,"
"Kamu nggak ngasih tau mereka?"
Aldifa diam. Bukannya nggak mau ngasih tau, tapi bakal aneh banget kalau Alfan dan Alfin ketemu setelah Aldifa mengetahui fakta kalau mereka itu bersaudara.
"Nggak ngasih tau ternyata," Bintang mengangguk-anggukan kepala membaca ekspresi anaknya yang diam saja. "Untung Mama undang mereka kesini."
"Apa?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Triple Al [End]
Ficção Adolescente[Sequel Bintang Jatuh] Aldifa akan ceria jika bersama Alfin, si cowok dingin yang irit ngomong. Aldifa akan cuek jika bersama Alfan, si cowok nyebelin yang banyak ngomong. *** Aldifa sudah nyaman dengan Alfin, nyaman raga dan juga hati. Ta...